Dari Aksara Barito; Ketika Karya Sastra dari DAS Barito Mengalami Kemacetan

0

RUMAH Sastra Hapakat  melalui Lembaga Adat Bakumpai bersama Kindai Sastra menggelar kegiatan Temu Sastrawan  yang bertema Titik Temu Sastrawan Sungai Barito, belum lama tadi.

ANTROPOLOG Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Setia Budhi mengungkapkan perkembangan sastra  di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito mengalami kemacetan, baik dari  hasil karya, kreativitas maupun para satrawan yang sudah banyak tiada.

“Ke depan Rumah Sastra Hapakat  akan mengagendakan lebih banyak pertemuan kalangan penggiat sastra dan kebudayaan. Kami memahami bahwa ada 5 kabupaten yang berada di kawasan  Sungai Barito, tetapi secara dokumentasi belum tampak karya yang dihasilkan. Jelas ini, sangat menyedihkan,” ucap Setia Budhi kepada jejakrekam.com, Senin (15/5/2023).

Dosen senior FISIP ULM ini mengatakan dirinya berpikir harus ada upaya dari para peggiat sastra juga beberapa lembaga adat yang membangkitkan sastra dan budaya sepanjang kawasan Sungai Barito.

BACA : Penari Panji Kelana Berusia Renta, Antropolog ULM Usulkan Sungai Getas Jadi Kampung Budaya Bakumpai

“Banyak yang belum terjamah, sastra lisan yang sudah hampir punah para penuturnya seperti Andi-Andi, Basyair dan Mantra.  Dalam catatan kami, Desa Sei Getas ini adalah titik mula perkembangan sastra lisan, seni Tari Topeng, Karawitan dan Wayang yang ada di sepanjang aliran Sungai Barito,” ujar doktor lulusan Universiti Kebangsaan Malaysia ini.

Sementara itu, Ali Syamsudin Arsi dari Kindai Sastra Banjarbaru mengungkapkapkan sebenarnya unsur kedaerahan sangat mewarnai pertumbuhan sastra  sehingga mesti terus dijaga.

BACA JUGA : Aruh Sastra dan Regenerasi Kepenyairan Kalimantan Selatan

“Melalui Temu Sastrawan ini, semangat kedaerahan dalam keindonesiaan dapat menjadi pendorong para sastrawan muda untuk kembali menggali akar tradisi sebagai latar proses kreatif dan penciptaan karyanya,” ujar penulis puisi produktif Banua ini.

Pun, sastrawan senior Arsyad Indradi lebih lanjut mengajak para peserta yang hadir agar turut menyumbangkan sastra daerah untuk diajukan sebagai pembelajaran. Hal ini demi memupuk anak anak muda untuk bersastra. 

BACA JUGA : Tawarkan Tradisi Mansan, Medsos Bisa Jadi Wahana Pelestarian Bahasa Bakumpai

“Untuk membangkitkan semangat sastra  di tingkat yang lebih luas maka kita menggunakan jaringan sastra,  jika perlu sampai ke tingkat nasional. Selain itu, melakukan pengembangan lokalitas sastra seperti istilah dalam kearifan lokal yang masih banyak belum tergali,” tambah aktivis perempuan dan penulis novel “Augustan”, Sri Naida.

Bebarapa satrawan senior turut hadir dalam kegiatan yang sekaligus buka puasa bersama ini, Yadi Maryadi,  Arifin Noor Hasbi, Isur Loweng, Abrar, Risforgawati, Bajau Malela  mewakili DKD Batola. Sementara dari Lembaga Adat Bakumpai “Papikat” turut menyumbangkan pandangan dan harapan bangkitnya sastra dan terutama seni budaya daerah.

BACA JUGA : Badewa, Ritus Seni Pengobatan Masyarakat Bakumpai di Kalimantan

“Kami secara rutin sudah memprogramkan latihan seni dan budaya terutama yang ada di Desa Sei Getas ini,” kata  Wardiansyah, Ketua Adat Bakumpai, dan Dalang Midi juga menyampaikan hal yang sama terkait regenerasi seniman daerah.

Mewakili suara perempuan Bakumpai Fitriani, berharap pertemuan ini terus berlanjut dan melibatkan daerah lain supaya saling membantu satu sama lain.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.