Penari Panji Kelana Berusia Renta, Antropolog ULM Usulkan Sungai Getas Jadi Kampung Budaya Bakumpai

0

SENI tradisi dan budaya para leluhur masih dilestarikan di Kampung Sungai Getas, Desa Lepasan, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala (Batola).

TABUHAN gamelan, rebab, kanung, sarun, gong, dan babun pun menyaru-nyaru di atas panggung sederhana, saat para penari yang terbilang berusia renta itu tampak atraktif menyuguhkan tarian Topeng Panji Kelana.

Pergelaran seni budaya leluhur orang Bakumpai ini dihelat pada 16-18 Desember 2022 di Sungai Getas, Desa Lepasan, memukau para hadirin. Selain tari Topeng Panji Kelana, ada pula pertunjukan wayang kulit, tari Topeng Pantul, Baayun Anak dan Syair. Hingga,  tidak kalah penting adalah tampilan karawitan Bakumpai.

BACA : Jangan Jadi Keranjang Kosong, Revitalisasi Bahasa Bakumpai Harus Digalakkan

Pergelaran lima tahunan ini terbilang cukup langka di tengah modernisasi. Apalagi, wahana ini pun menjadi ajang pertemuan keluarga besar yang bermukim jauh dari Sungai Getas. Sebab, keluarga besar Bakumpai di hulu Sungai Barito ini tersebar di berbagai daerah. Di antaranya dari Banjarmasin dan Kotabaru. Mereka pun larut dalam suasana pertemuan kekeluargaan sembari menjaga erat tradisi para leluhur.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Setia Budhi mengaku takjub dan bangga karena generasi tua dan muda bisa membaur dalam menjaga tradisi para leluhur orang Bakumpai.

BACA JUGA : Badewa, Ritus Seni Pengobatan Masyarakat Bakumpai di Kalimantan

“Sungai Getas merupakan kampung yang berada di Desa Lepasan, Kecamatan Bakumpai, Batola yang terbilang rutin menggelar atraksi seni dan budaya. Jadi, tak salah jika Sungai Getas ini bisa menjadi kampung budaya,” kata Setia Budhi kepada jejakrekam.com, Rabu (21/12/2022).

Sebagai putra asli Sungai Getas, karena leluhurnya berasal dari desa itu, Setia Budhi mengatakan dirinya bersama terpanggil untuk melestarikan hal itu. Dirinya pun tengah mengindenfifikasi aspek-aspek yang berpengaruh dalam penentuan kampung budaya.

BACA JUGA : Islam Sapa Bakumpai, Sunang Bonang dan Sunan Giri Pernah Berniaga di Marabahan

“Dulu, orangtua dan kerabat saya di sini merupakan pelaku seni. Mereka adalah seniman besar yang berada dalam kesunyian. Jadi, sekarang kami wajib untuk meneruskan dan melestarikannya,” kata doktor antropolog lulusan Universiti Kebangsaan Malaysia ini.

Pertunjukan wayang kulit dengan Dalang Madi yang menghibur warga Kampung Sungai Getas, Desa Lepasan, Bakumpai, Batola. (Foto Istimewa untuk JR)

Sebab, menurut dia, seni dan budaya merupakan identitas bangsa yang perlu dilestarikan. Hal ini berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian dan Pengembangan Adat Istiadat dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat.

“Dijelaskan dalam belied ini mengenai konsep dasar, program, serta strategi pelaksanaan dalam upaya pelestarian kebudayaan bangsa,” kata Ketua Program Studi Sosiologi FISIP ULM ini.

BACA JUGA : Tokoh Bakumpai Raih Gelar Kebangsawanan, Kesultanan Banjar Diminta Lobi Kerajaan Belanda

Menurut Setia Budhi, adanya peraturan ini menunjukkan bahwa kebudayaan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Tidak hanya itu, perangkat pelestariannya juga dapat melibatkan seluruh pegiat seni budaya, organisasi budaya dan pelaku budaya, pemerintah melalui dinas terkait dan media sosial,” tutur Setia Budhi.

Menurut dia, atraksi seni budaya di Sungai Getas, Desa Lepasan berlangsung selama tiga hari itu merupakan bagian dari tradisi Mamparasih Lebo atau lebih dikenal sebagai upacara Manyanggar Lebo.

BACA JUGA : Batatamba, Menggali Ritus dan Metode Penyembuhan Penyakit di Tengah Masyarakat Bakumpai

“Mengapa dikatakan langka, sebab dalam upacara ini rata rata usia seniman sudah tua. Misalnya, Apa Dana, penari Panji Kelana, sudah berumur 70 tahun. Dalang Madi, walau  usia masih muda, tetapi ia satu satunya Dalang Wayang Kulit. Bahkan, Dalang Madi pun mengaku sedih karena tidak ada yang dapat menggantikannya,” tutur Setia Budhi.

Senada itu, tokoh masyarakat Sungai Getas, Wardi yang akrab dipanggil Ulak Tuwe berharap adanya partisioasi pemerintah daerah dalam melestarikan budaya leluhur orang Bakumpai ini.

BACA JUGA : Suku Bakumpai, Penyambung Kesultanan Banjar dengan Masyarakat Dayak

“Kami menghadapi tantangan berat dalam melestarikan budaya. Apalagi sekarang kami berkejaran dengan waktu untuk mendidik anak-anak generasi di sini dalam latihan seni, minimal meningkatkan minat terhadap seni dan budaya Bakumpai,” imbuh Wardi.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.