Terdesak Ekspansi Kebun Sawit, Lahan Pertanian dan Purun di Batola Terus Menyusut

0

KONFLIK warga dengan korporasi perkebunan sawit di Kabupaten Barito Kuala (Batola), Kalimantan Selatan terus mengemuka ke ranah publik.

USAI warga Desa Jambu Baru, Kecamatan Kuripan, ternyata persoalan hamper serupa juga terjadi di Desa Simpang Nungki, Cerbon dengan PT PBB.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengungkapkan konflik antara warga dengan perusahaan perkebunan sawit memang terkait dengan berkurangnya habibat purun, pohon galam dan ikan yang ikutnya rusak.

“Faktanya, PT PBB sudah menggarap lahan di desa itu sejak 2007. Ini berarti sudah 16 tahun, kemudian baru ada warga Desa Simpang Nungki berani berbicara,” kata Nasrullah kepada jejakrekam.com, Sabtu (17/3/2023).

BACA : Minta Presiden Jokowi Turun Tangan, Petani Plasma Sawit Mengadu ke Kejari Batola

Dalam analisisnya, Nasrullah mengungkapkan fakta itu menunjukkan bahwa ada kecenderungan warga Batola dalam relasi dengan perusahaan sawit sebagai silent mayority (mayoritas diam), meskipun ada beberapa masyarakat di desa yang sanggup menyampaikan pendapat ke publik tetapi agaknya lebih banyak yang diam.

“Kedua akibat silent mayority adalah terjadi kemiskinan natural akibatnya hilangnya sumber daya alam (SDA) yang terjadi nyaris sejak 20 tahun. Artinya di level masyarakat pedesaan di Batola, kalau tidak ada sumber daya pengganti akan terancam kemiskinan,” papar mahasiswa doktoral antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

BACA JUGA : Eks Bupati Batola : Kabut Asap Bukan Hanya Dipicu Pembukaan Kebun Sawit

Data perkebunan di Kabupaten Batola yang menggambarkan kondisi begitu massifnya perluasan perkebunan sawit. (Foto Batola dalam Angka)

Ketiga, beber Nasarullah, jika terjadi kemiskinan dampak negatifnya akan berantai. Dia mengkomparasikan dengan data Barito Kuala dalam Angka 2017 menunjukkan lahan kelapa sawit 2.908 hektare berbanding dengan lahan purun hanya 932 hektare.

BACA JUGA : Dampak Sosial Budaya Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Batola

“Sayangnya, tidak bisa dikomparasikan dalam Batola dalam Angka 2023, karena menggunakan satuan ton bahwa   produksi tanaman perkebunan kelapa sawit sebanyak 14.813,6 ribu ton dan produksi purun sebanyak 217, 51 ribu ton. Ini menunjukkan dominasi sawit terjadi di Batola,” beber aktivis Hapakat Bakumpai ini.

Masih menurut Nasrullah, jika dibandingkan luas lahan sawah di Kabupaten Batola masih dengan data Barito Kuala dalam Angka 2017 sebanyak 120.037 hektare.

BACA JUGA : Apakah Ijejela atau Selidah, DPRD Batola Inisiatif Raperda Lambang Daerah

“Sedangkan, dalam Barito Kuala dalam Angka 2017 menunjukkan luas lahan sawah menciut menjadi 99.444 hektare. Ini menunjukkan adanya korelasi kehilangan lahan purun, dan sawah yang dikemukakan warga Simpang Nungki dan gambaran statistik Barito Kuala dari 2017 dan 2023. Hal ini juga mengakibatkan masyarakat Batola tengah mengalami kemiskinan natural,”  imbuh akademisi FKIP ULM ini.

Nasrullah menyarankan agar Pemkab Batola perlu menahan laju ekstensifikasi lahan sawit dan melakukan intensifikasi pertanian terutama padi, dan pada budidaya tanaman purun yang menjadi sumber mata pencaharian bagi para pengrajin tangan di desa-desa di Batola.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.