Eks Bupati Batola : Kabut Asap Bukan Hanya Dipicu Pembukaan Kebun Sawit

0

ASAP yang menyelimuti Kota Marabahan dan sekitarnya diduga berasal dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Aktivitas warga di ibukota Kabupaten Barito Kuala (Batola) pun menjadi terganggu.

KABUT asap pekat sudah beberapa hari ini mengepung Marabahan dan sekitarnya. Seperti dilaporkan aktivis Forum Komunitas Hijau, Hasan Zainuddin yang akrab disapa Paman Anum dari akun facebooknya menggambarkan kondisi asap pekat di kawasan Jembatan Rumpiang serta beberapa ferry penyeberangan di Barambai, Senin (16/9/2019).

Mantan Bupati Batola dua periode, Hasanuddin Murad menyebut kabut asap yang melanda Kota Marabahan dan sekitarnya, tak bisa seratus persen menyalahkan akibat pembukaan lahan sawit dengan cara membakar lahan.

BACA : Titik Api Terus Bertambah, Kabut Asap Mulai Terasa Pekat di Banjarmasin

“Tidak bisa disalahkan karena pembukaan perkebunan sawit. Banyak faktor yang memengaruhi terjadi kabut asap. Lagipula, fenomena kabut asap itu sudah lama terjadi di Marabahan dan sekitarnya, sebelumnya adanya perkebunan sawit,” ucap Hasanuddin Murad saat ditemui jejakrekam.com di DPRD Kalsel, Rabu (18/9/2019).

Menurut dia, sejak lama kabut asap itu sudah terjadi, karena saat musim kemarau, usai panen di beberapa kawasan, ada oknum masyarakat yang membakar tumpukan jerami dan rumput.

Anggota DPRD Kalsel dari Golkar ini mencontohkan kebakaran yang berada di belakang Gedung DPRD Batola di Jenderal Sudirman, Ulu Benteng, Marabahan, bukan area perkebunan sawit.

Mantan anggota DPR RI ini juga menyebut faktor rapatnya hutan galam di saat kering bisa memicu kebakaran, akibat gesekan hingga memercikkan api. “Jadi, banyak faktor, tidak semua harus menyalahkan pembukaan perkebunan sawit. Kebanyakan perkebunan sawit itu dibuka di lahan yang tak produktif,” ucapnya.

BACA JUGA : Dampak Sosial Budaya Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Batola

Hasanuddin pun tak menepis di masa pemerintahannya, ada beberapa izin perkebunan sawit diberikan kepada sejumlah perusahaan. Namun, sebelum dirinya menjabat di era Bupati Batola Eddy Sukarma juga sudah ada perkebunan sawit. Lokasi perkebunan pun tak berada di tengah Kota Marabahan, namun tersebar di beberapa kawasan seperti Barambai, Tabukan, Kuripan dan lainnya.

“Logikanya begini, mana ada perusahaan sawit dengan sengaja membakar lahan yang berdekatan dengan perkebunan sawitnya. Kalau terbakar, tentu mereka dirugikan karena perkebunannya bisa turut terbakar. Belum lagi, mereka akan berurusan dengan hukum,” kata mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.

Dia juga mengaitkan dengan tingginya kesadaran masyarakat akan kesehatan, sehingga dampak kabut asap yang melanda beberapa wilayah turut menjadi bahasan hangat.

BACA LAGI : Banyak Mudharat, DPRD Batola Pastikan Keberadaan Sawit Dievaluasi

Senada Hasanuddin, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kalsel Karlie Hanafi Kalianda mengatakan kebiasaan membakar rumput atau jerami usai panen di beberapa kawasan di Batola turut pula menyebabkan tingginya kabut asap.

“Pola pembakaran lahan usai panen juga terkadang tanpa kontrol. Inilah pentingnya memberi kesadaran kepada para petani dan pembuka lahan agar bisa mengurangi aktivitas merugikan itu,” tutur Karlie.

Menurut dia, ke depan, perlu terobosan teknologi tepat guna untuk mengolah jerami padi dijadikan kertas seperti yang diterapkan di Jepang. “Jerami itu bisa diolah jadi kertas pembungkus kue. Nah, potensi jerami yang ada bisa diolah menjadi barang ekonomis, sehingga tak lagi dibakar,” tandasnya.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.