Ketika Program ‘Daratisasi’ Merambah Kabupaten Batola Menggerus Keberadaan Perahu Kapal
PROGRAM ‘daratisasi’ yang kini merambah Kabupaten Barito Kuala (Batola), ternyata berimbas pada eksistensi moda transportasi yang terus tergerus.
KABUPATEN Batola di Provinsi Kalimantan Selatan merupakan daerah ‘terluas’ dengan bentang alam yang kebanyakan dipisahkan oleh sungai. Apalagi, antar kecamatan dan desa di Batola juga masih dipisahkan sungai. Termasuk, berbatasan dengan daerah tetangga; Banjarmasin, Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Utara, hingga Kabupaten Kapuas, Kalimtan Tengah dengan adanya sungai.
Dihuni penduduk dengan populasi 318.044 jiwa, berdasar hasil Sensus Penduduk Indonesia 2020 menghuni luas wilayah mencapai 2.996,46 kilometer yang dipisahkan sungai terbesar, yakni Barito dengan anak sungainya.
BACA : Nama ZA Maulani Diusulkan Menjadi Nama Jalan Kutabamara
Karena, Kabupaten Batola masuk dalam program Banjarbakula, program ‘daratisasi’ pun merambah daerah beribukotakan Marabahan. Terlebih lagi, Pemkab Batola juga menggelontorkan dana cukup besar untuk memuluskan program prioritas Kutabamara (Kuripan-Tabukan-Bakumpai-Marabahan) yang terkoneksi dengan jalur darat.
BACA JUGA: Berkat Erik Petersen, Si Kai Asing yang Membawa Jukung Borneo Mendunia
Data terakhir menyebutkan sudah diperbaiki sepanjang 71 kilometer hingga ada 80 jembatan telah diperbaiki dalam segmen I Kutabamara. Sebab, segmen I adalah pelebaran Jalan Marabahan-Tabukan raya sepanjang 21 kilometer dan perbaikan 24 jembatan.
Berlanjut ke segmen II berupa peningkatan struktur jalan tanah setempat menjadi pengerasan, terentang mulai kilometer 10 Desa Antar Raya-Rimbun Tulang sejauh 35 kilometer, serta perbaikan 28 jembatan. Terakhir, segmen II dengan pekerjaan peningkatan struktur jalan tanah setempat menjadi jalan biasa, berada di Tabukan Raya-Muara Pulau dengan panjang jalan 11 kilometer dan 28 jembatan.
BACA JUGA : Pindah Dari Marabahan, Anggota DPR Rifqinizamy Lontarkan Wacana Handil Bakti-Alalak Jadi Ibukota Batola
Apa dampaknya? Antropolog Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengakui akibat program ‘daratisasi’ ternyata Batola harus kehilangan data perahu/kapal. Data itu terekam pada Kabupaten Batola dalam Angka 2022.
“Dari data itu, jumlah perahu dan kapal menurut jenisnya di Batola pada 2019 sebanyak 5.357 perahu/kapal. Terbagi dalam kategori perahu tanpa motor sebanyak 2.401 unit, perahu motor tempel sebanyak 1.281 unt, dan kapal motor sebanyak 1.675,” kata Nasrullah kepada jejakrekam.com, Selasa (31/1/2023),
BACA JUGA : Kota Marabahan Diyakini Lebih Tua Dibandingkan Banjarmasin
Menariknya masih dari data itu, aktivis Hapakat Bakumpai ini menyebut bahwa Kecamatan Kuripan merupakan daerah terbanyak perahu tanpa motor. Tercatat, sebanyak 1.567 unit, perahu motor tempel sebanyak 331 unit dan kapal motor 1.087 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala, 2020 p. 298).
Mahasiswa doktoral antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyebut anehnya data ini berubah dengan hilangnya jumlah perahu tanpa motor. Sebab, hanya tercatat ada perahu motor tempel berjumlah 2.220 serta kapal motor 2.501 sehinga total 4.721 perahu/kapal (Badan Pusat Statistik Kabupaten Barito Kuala, 2021 p. 298).
BACA JUGA : Perahu Pulau Suwangi Alalak yang Mendunia, Diawali Orang Nagara Kini Digeluti Generasi Keempat
“Bahkan perubahan sangat drastis adalah tidak ada data jumlah perahu/kapal tersebut yakni tabel tersebut hanya ada tanda “…” (tiga titik) pada perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor (Badan Pusat Statistik Barito Kuala, 2022 p. 298),” papar dosen program studi Sosiologi FKIP ULM ini.
Ada apa? Nasrullah pun menduga dengan hilangnya data perahu dan kapal dalam data statistik itu, maka hampir bisa dipastikan telah hilang angka perabadan sungai di Batola.(jejakrekam)