Evaluasi Lingkungan Kalimantan Selatan Tahun 2022

0

Oleh : Setia Budhi

SEPANJANG tahun 2022, banyak hal terkait dengan isu lingkungan di Kalimantan Selatan. Selain gejolak tambang ilegal di kawasan Hulu Sungai. Terutama, di lereng Pegunungan Meratus yang dikaitkan dengan peristiwa banjir, kebakaran hutan dan pencemaran.

PERSOALAN lingkungan muncul dihampir seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Selatan. Bahwa sorotan publik terbanyak adalah korporasi tambang batu bara yang terus melambungkan opini tambang hijau (green mining) dan green energy, tidak dapat maksimal menutup dampak lain terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat terutama di kawasan area operasional.

Tambang batubara, tidak hanya dilihat seberapa banyak kerusakan bentang alam yang di ekploitasi, hilangnya muka bumi, persoalan reklamsi. Namun, juga masalah turunan dari bergeraknya infrastruktur operasional, misalnya tampak cemaran bahan kimia maupun  angkutan batubara yang melintas di darat maupun sungai.

BACA : Tolak Solusi Iklim Palsu COP 26, Walhi Kalsel Bentangkan Spanduk #SaveMeratus Di Sungai Barito

Terutama angkutan batubara yang menggunakan jalur Sungai Barito, mulai hari hulu Barito sampai ke muara Sungai Barito.  Jalur angkutan batubara itu bahkan terpanjang di dunia (750 kilometer dari Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah melewati 5 kabupaten di Kalimantan Selatan). Dan, sepanjang 10 tahun terakhir,  jumlah angkutan batu bara semakin bertambah, tetapi kondisi sungai tidak berubah.

Di sepanjang Sungai Barito, angkutan batubara itu melalui banyak desa dan kampung-kampung. Tetapi sayangnya, kondisi desa dan kampung-kampung yang dilalui ‘emas hitam’ itu tidak juga berubah nasibnya.

BACA JUGA : Konflik Agraria, Rakyat Selalu Kalah, Walhi Kalsel Desak Pemerintah Usut Perusak Lingkungan

Mengutip berita media pada 17 Juli 2022, fokus progam pemberdayaan  PT Adaro Indonesia misalnya banyak mengurusi TWA Pulau Bakut di muara Sungai Barito melalui program pelestarian bekantan (Nasalis Larvatus). Program ini tampak digarap dengan sangat serius, seperti pembangunan jalan titian sepanjang 630 meter, 4  buah shelter, 2  buah penara pengamat satwa, fasilitas klinik, dermaga terapung 2×4 meter.

BACA JUGA : Banjir Melanda, Walhi Sebut Bukti Kalsel Sudah Darurat Bencana Ekologis

Masyarakat  yang tinggal di desa dan kampung-kampung di sepanjang Sungai Barito tentu bertanya, apakah perusahaan tambang terbesar ini juga serius membangun klinik kesehatan untuk penduduk? Kemudian, membangun pusat budidaya perikanan sungai, membangun dermaga apung untuk gerai UMKM,  fasiltas menara untuk memantau banjir, fasilitas sekolah unggul.

Lalu, ada pula membangun rumah contoh untuk penduduk tepi sungai dengan model khusus anti banjir dan abrasi, budidaya rotan yang hampir punah dan jenis pembangunan sosial ekonomi lainnya guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

BACA JUGA : Gaungkan Hari Bekantan ke Internasional, SBI: Sisa 2.200 Habibat Spesies Hampir Punah di Kalsel

Pada berita itu, yang menggembirakan bahwa jumlah Bekantan di kawasan Pulau Bakut bertambah, sekarang 122 dari yang semula 68 ekor. Tetapi publik akan bangga dan terkagung-kagum jika di sepanjang Sungai Barito yang dilewati angkutan batubara itu, justru angka kemiskinan menurun, jumlah perbaikan rumah penduduk yang tidak layak huni bertambah, jumlah klinik yang memenuhi standar telah meningkat dengan layanan di setiap setiap desa, angka stunting zero persen.

BACA JUGA : Kenapa Kota Barabai dan Sekitarnya Selalu Langganan Banjir? Ini Beragam Pendapat Warga HST

Dunia internasional boleh bangga dengan laporan konservasi menuju green energy. Tetapi penduduk lokal yang terdampak seharusnya bangga, jika green energy yang dimaksud adalah kolaborasi bersama petani untuk cetak sawah dengan padi lokal. Kemudian, kolaborasi bersama petani jeruk untuk membangun fasilitas pabrik pengalengan Jeruk Barito.

Perusahaan hadir di tengah penduduk terdampak untuk bersama-sama melakukan pemberdayaan. Sebab, jika tidak pernah hadir maka program pemberdayaan itu segera akan berubah menjadi  sebuah pembinasaan.(jejakrekam)

Penulis adalah Praktisi Pemberdayaan Masyarakat

Akademisi FISIP ULM Banjarmasin

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.