Dilaporkan Picu Gangguan Ginjal Misterius, Kemenkes Setop Sementara Penggunaan Obat Cair dan Sirup

0

KEMENTERIAN Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan larangan obat cair dengan kandungan parasetamol untuk digunakan masyarakat serta resep bagi pasien, termasuk pula obat berbentuk cair atau sirup.

SAAT ini tengah ditelusuri terkait kasus gangguan ginjal akut misterius dari komponen pembentuk sirup, bukan hanya berbahan parasetamol. Untuk diketahui, parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipirektik yang populer digunakan untuk meredakan sakit kepala, nyeri ringan serta demam.

Pelarangan ini termuat dalam Surat Edaran (SE) Nomor  SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak yang diteken Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Murti Utami, pada 18 Oktober 2022.

BACA : Jaga Pasokan Obat, Banjarmasin Kini Punya Gedung Instalasi Farmasi Besar Selevel Provinsi

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Banjarmasin, dr Bandiyah Ma’rifah mengakui telah mendapat salinan dari SE Kemenkes soal pelarangan obat sirup atau obat cair untuk digunakan dan dipasarkan.

“Kondisi ini berdasar hasil temuan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)ada dua pasien anak terindikasi mengalami ganguan ginjal akut. Ini masih dalam penelitian berdasar hasil laboratorium,” ucap Bandiyah Ma’rifah kepada jejakrekam.com, Rabu (19/10/2022).

BACA JUGA : Presidium FIB Minta Pemerintah Kaji Ulang HET Obat Covid-19

Untuk sementara, beber dia, kasus serupa belum ditemukan di Kota Banjarmasin soal penggunaan obat sirup paracetamol yang mengakibatkan gangguan ginjal akut.

“Memang dari surat edaran Kemenkes itu, untuk sementara seluruh apotek, toko obat dan fasilitas kesehatan menghentikan penggunaan atau penjualan obat dalam bentuk seriup kepada masyarakat,” kata Bandiyah.

Dia mengakui dari informasi yang didapat, justru obat batuk sirup parasetamol itu justru produk dari India, dan tidak beredar di Indonesia. “Untuk antisipasi, sebaiknya dihentikan sementara dulu sembari menunggu hasil pemeriksaan dari laboratorium oleh Kemenkes. Ini sesuai dengan bunyi surat edaran itu. Sebaiknya kita tunggu dulu,” kata Bandiyah.

BACA JUGA : Ini Daftar Obat Covid-19, Ketua IDI Kalsel : Dipakai untuk Terapi Penyembuhan Pasien di RSUD Ulin

Dia juga mengingatkan agar para pemilik toko obat, apotek dan lainnya bisa bekerja sama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). “Sebelum ada hasil dari penelitian dan laboratorium itu sebaiknya memang setop dulu penggunaan obat cair atau sirup,” katanya.

Kepola Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, dr Bandiyah Ma’rifah. (Foto Sirajuddin)

Menurut Bandiyah, potensi obat sirup atau cair itu terkontaminasi virus atau sudah lewat masa tenggang (kedaluwarsa) memang berbahaya bagi kesehatan pengguna.

BACA JUGA : Beredar Ramuan Bangkitkan Imun dari Kemenkes, Dekan Fakultas Kedokteran ULM : Bukan Obat Covid-19!

“Apalagi meminum obat sirup itu tidak sesuai dengan aturan pemakaian. Begitupula, sebenarnya, obat kaplet atau pil juga harus diperhatikan masa kedaluwarsa, jangan sembarangan mengkonsumsinya,” pungkas Bandiyah.

Sementara itu, dalam imbauan IDAI pada 19 Oktober 2022 diteken Ketua Umum dr Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) dan sekretaris umumnya, Dr. dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A(K) mengingatkan untuk menunggu perkembangan situasi dari hasil investigasi Kemenkes dan BPOM RI terkait penyebab gangguan ginjal akut Atipikal progresif (GgGAPA) dan meningkatnya kasus GgGAPA secara cepat.

BACA JUGA : Diyakini Berkhasiat, Minyak Kayu Putih Jadi Obat Alternatif Covid-19 Kini Diburu Masyarakat

Untuk itu, IDAI mengimbau agar para tenaga kesehatan (nakes) menghentikan sementara peresepan obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol sesuai hasil investigasi Kemenkes dan BPOM.

“Bila memerlukan obat sirup khusus, misalnya obat anti epilepsi, atau lainnya, yang tidak dapat diganti sediaan lain, konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak,” tulis Pengurus Pusat IDAI.

Dalam surat itu, ditegaskan jikadiperlukan, tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis sediaan lain seperti suppositoria atau dapat mengganti dengan obat puyer dalam bentuk monoterapi.

BACA JUGA : Lewat Buku, Machli Riyadi Ceritakan Pengalamannya Kala Terpapar Covid-19

“Peresepan obat puyer monoterapi hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian. Terus melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal GgGAPA baik di rawat inap maupun rawat jalan,” tulis PP IDAI.

Bagi masyarakat, IDAI juga mengimbau agar sementara waktu tidak membeli obat bebas tanpa rekomendasi tenaga kesehatan hingga didapat hasil investigasi menyeluruh Kemenkes dan BPOM.

BACA JUGA : Obat Virus Corona Diluncurkan, Simak Telaahan Ahli Farmakologi Fakultas Kedokteran ULM

“Masyarakat hendaknya tetap tenang dan waspada terhadap gejala GgGAPA seperti berkurangnya atau tidak adanya buang air kecil (BAK) secara mendadak. Sebaiknya mengurangi aktivitas anak-anak, khususnya balita, yang memaparkan risiko infeksi (kerumunan, ruang tertutup, tidak menggunakan masker, dan lainnya),” begitu bunyi imbauan dari PP IDAI.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.