Learning Culture Program Paralegal Komunitas Transpuan

0

MEMUTUS rantai kekerasan kelompok waria dengan memberikan pemahaman akan perlindungan hukum dan HAM, PKBI Kalsel helat Learning Culture dalam program Inklusi Pilar Waria di Hotel Nasa Banjarmasin, Rabu (7/9/2022).

DIREKTUR Eksekutif Daerah PKBI Kalsel Hapniah menyampaikan, tujuan diadakan learning culture perihal pemahaman hukum dan HAM pada kelompok waria adalah yang pertama, agar membuat kelompok tersebut melek hukum, HAM dan hak-hak mereka sebagai manusia.

“Kemudian, mereka sadar dan tahu akan hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Dengan seperti ini diharapkan mereka dapat mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat terkait waria tersebut,” ucapnya.

BACA: Menanya Ulang Keberpihakan Penegak Hukum kepada Korban Kekerasan Seksual

Cara mengurangi stigma dan diskriminasi di masyarakat tersebut, adalah dari diri mereka sendiri untuk sadar agar dapat mengurangi perbuatan ataupun jangan sampai melakukan perbuatan yang melanggar hukum, yang nanti akan menambah stigma buruk dan diskriminasi tentang waria.

Hapniah membeberkan, setelah learning culture ini, PKBI Kalsel sudah dapat menuntaskan dokumen security sistem untuk mekanisme layanan rujukan dan pendampingan para waria tersebut.

“Serta dengan learning culture ini dapat melatih mereka untuk menjadi paralegal atau pendamping dari komunitas, terkait penguatan hukum komunitas tersebut dalam hal ini komunitas transpuan,” harapnya.

Kemudian, Bunda Resya, waria yang jadi paralegal di OPSI dan LKBH lokal yang hadir sebagai ‘pemantik’ dalam diskusi learning culture ‘Kekerasan Terhadap Transpuan dan Advokasi Berbasis Komunitas’ mengatakan, bahwa perihal kekerasan yang terjadi di Kalimantan Selatan sendiri sangat memprihatinkan.

“Sangat memprihatinkan. Waria tidak dapat mengungkapkan kekerasan yang menimpa mereka. Dengan adanya paralegal ini mereka mungkin dapat membuka diri dan bisa mengatasinya. Karena mereka juga punya hak yang sama untuk mendapat perlindungan,” ucapnya.

Sementara itu, Lingling selaku kordinator komunitas transpuan Banjarmasin mengungkapkan hal serupa. Bahwa ketika kekerasan yang acapkali menimpa, mereka lebih memilih diam daripada membuka diri dan berurusan dengan hukum.

BACA JUGA: Tingkatkan Keterampilan Waria, PKBI Kalsel Gelar Learning Culture

“Banyak kekerasan yang sering dialami kawan-kawan waria mulai dari fisik, psikis, hingga perihal ekonomi. Pelaku kekerasan tersebut pun beragam ada orang tak dikenal, tamu, keluarga, pasangan, hingga teman komunitas sendiri,” jelasnya.

Dan ketika kekerasan tersebut terjadi, Lingling menyebut mereka lebih memilih diam dan pasrah karena tidak ingin berurusan dengan hukum.

“Jadi dengan adanya learning culture ini, mereka dapat terbuka akan pengetahuan hukum dan HAM, tahu mengenai pasal-pasal HAM. Ketika mereka dituduh atau mengalami kekerasan mereka tahu apa yang akan dilakukan dan mereka dapat membela diri serta berhak mendapat perlindungan karena waria juga manusia,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Sheilla Farazela
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.