Atraksi Manusia Perak di Perempatan Jalan S Parman-Tarakan, Ini Pandangan Antropolog ULM!

0

ADA pemandangan menarik saat melintas di perempatan Jalan S Parman-Jalan Tarakan, Banjarmasin dengan hadirnya manusia perak (silverman).

DI LOKASI yang menjadi tempat mangkal pengamen jalanan bermodal soundsystem portable itu. Tampak manusia perak dengan sekujur tubuh diwarnai warna perak menyala tertimpa sinar mentari menjadi pemandangan menarik, Senin (27/6/2022).

Bermodal kardus bekas minuman mineral, manusia perak ini berjalan pas lampu merah menghampiri para pengendara. Dia seperti menarik derma, usai sang pengamen mendendangkan lagu shalawat, pop dan dangdut menghibur pengguna jalan.

Lembar rupiah dan koin pecahan pun masuk ke kardus bekas itu. Rehan, begitu pria yang mengecat seluruh tubuhnya dengan cat warna perak ini mengaku namanya. Hanya celana pendek hitam yang menutupi anggota tubuhnya.

“Saya asalnya dari Surabaya. Baru dua hari di Banjarmasin. Ya ikut ngamen dengan teman-teman di Banjarmasin. Yang penting halal, tidak menjambret dan apalagi berbuat kriminal. Kami menghibur pengguna jalan sambil menunggu lampu hijau,” kata Rehan kepada jejakrekam.com, Senin (27/6/2022).

BACA : Mengais Receh dari Hiburan Jalanan, ‘Manusia Egrang’ asal Indramayu Pukau Warga Kelayan

Dia datang tak sendiri. Rehan bersama rekannya mengecat nyaris seluruh tubuhnya dengan warna perak. Bukan tak bermodal. Rehan mengaku beli cat warna perak itu butuh uang ratusan ribu. “Niat kami menghibur di sini. Silakan mau kasih, ya kami terima kasih. Tak diberi juga tak mengapa,” ucap Rehan.

Menurut dia, kehadiran dirinya juga tak mengganggu arus lalu lintas, karena aksinya persis lampu merah atau kendaraan dalam keadaan setop. “Makanya, saya tak takut kena razia Satpol PP Banjarmasin. Karena niat kami hanya menghibur sekaligus mengais rezeki di jalanan,” aku Rehan.

BACA JUGA : Mungkin Ngehits di Jakarta Saja, Pedagang Mainan di Banjarmasin Tak Jualan Boneka Arwah

Sosiolog-antropolog FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengakui kehadiran peminta-minta dengan berbagai atribut menunjukkan bahwa Banjarmasin merupakan daerah potensial menjanjikan keuntungan finansial.

“Dulu peminta bahkan ditayangkan dari luar. Ini menunjukkan Banjarmasin, merupakan daerah Urban tidak hanya dari desa ke kota bahkan dari kota ke kota yang berbeda pulau,” kata akademisi pendidikan sosiologi FKIP ULM ini.

Nasrullah berkelakar belum ibukota negara (IKN) Nusantara mewujud di Provinsi Kaltim, Banjarmasin sebenarnya harus bersiap mendapat imbasnya baik positif atau negatif.

“Agak sulit dihindari kedatangan berbagai pihak yang sedikit skill bahkan dari luar provinsi atau luar pulau mengadu nasib di kota besar di Kalsel ini,” beber Nasrullah.

Sosiolog-Antropolog ULM, Nasrullah. (Foto Dokumentasi Pribadi)

BACA JUGA : Viral Pengemis Anak Berkeliaran di Jalan A Yani Km 2, Walikota Ibnu Perintahkan Satpol PP Turun

Magister sosiolog-antropolog UGM Yogyakarta mengakui di sisi lain, kehadiran manusia perak adalah upaya simbolik pada warna ‘perak’ agar pandangan mata segera tertuju kepada sosok yang menunjukkan penampilan di tengah jalan.

“Permainan simbol warna perak, bahkan mungkin nanti dengan warna gemerlap lain merupakan siasat mencari perhatian di jalan raya,” urai Nasrullah.

Masih menurut dia, faktor lain yang mesti dilihat kehadiran orang-orang di jalanan termasuk pengamen dengan menggunakan soundsystem. Dulu, sebelumnya manusia boneka dengan perangkat musik ini muncul kembali pasca Covid- 19.

BACA JUGA : Bukan Lagi Jadi Hiburan, Antropolog ULM Sebut Badut Jalanan Model Pengemis Berbungkus Tokoh Kartun

“Sebenarnya pola ini mengikut kota-kota besar lain yang terlebih dahulu menampilkan pertunjukkan musik di tepi jalan. Para musisi jalanan akan saling meniru dari satu kota dengan kota lain jika dianggap menguntungkan,” ungkap Nasrullah.

Persoalannya, kata dia, bagaimana Kota Banjarmasin mengakomodasi penampilan pengamen jalanan dengan layak. “Sementara mereka jika mereka tampil di tepi jalan akan kesulitan karena ruang yang sempit (di trotoar) dan durasi waktu menampilkan pertunjukkan musik hanya sebatas lampu hijau,” kata Nasrullah.

BACA JUGA: Pengemis Musiman Serbu Banjarmasin, Kawasan Jalan A Yani Jadi Pilihan

Padahal, menurut dia, yang diharapkan adalah  pertunjukkan musisi jalanan menjadi terapi mengendorkan urat syaraf dari segala ketegangan, kepenatan fisik maupun psikologis hidup di kota.

“Dulu, Banjarmasin juga pernah melahirkan musisi yang berasal dari jalanan masuk dapur rekaman. Nah, mengapa potensi musisi jalanan ini tidak dibidik untuk menjadi daya tarik Kota Banjarmasin ke depan,” pungkas Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.