Dua Saksi Ahli Dihadirkan di PN Tipikor Banjarmasin, Bedah Kasus Korupsi Pengalihan IUP di Tanbu

0

SIDANG kasus suap pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT PCN di Kabupaten Tanah Bumbu kembali digelar Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5/2022) malam.

PERSIDANGAN kali ini menghadirkan dua saksi ahli. Yang pertama, ada pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mudzakir. Ia dimintai keterangan soal transaksi pinjam-meminjam uang sebesar Rp 13,6 miliar antara Raden Dwijono selaku Kepala Dinas ESDM Tanbu di tahun 2015 dengan Henry Soetio (alm) selaku pihak pemohon pengalihan IUP dari PT PCN.

Transaksi pinjam-meminjam dana ini diindikasikan banyak pihak adalah bentuk suap, sehingga Raden Dwidjono terseret dalam kasus ini.

Ketua Majelis Hakim PN Tipikor Banjarmasin, Yusriansyah, meminta keterangan apakah transaksi pinjam-meminjam dana yang dilakukan oleh dua orang tersebut dapat diklasifikasikan sebagai suap atau gratifikasi. Mudzakir merespons bahwa praktik tersebut tergantung pada ikrar kesepakatan awal.

“Pinjam-meminjam dalam bahasa hukum tetap pinjam meminjam, artinya ada pemilik dana dan peminjam dana, harus ada kesepakatan pinjaman terebut, kewajiban peminjam harus mengembalikan dana ke yang meminjamkan, itu dibolehkan dan tidak bisa diklasifikasikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum,” katanya.

BACA JUGA: Mardani Buka Suara Di Sidang Kasus Pengalihan Izin Tambang Tanbu, Kesaksiannya Dibantah Terdakwa

Sedangkan esensi suap kata dia harus ada pihak pemberi suap, kedua penyelenggara negara bersedia berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban dalam jabatannya. “Tinggal dibuktikan apakah kesepakatan itu ada atau tidak,” ujar Mudzakir.

Sementara itu, saksi ahli Margarito ditanyakan melalui perumpamaan mekanisme pertanggungjawaban suatu produk hukum berupa SK yang diterbitkan Bupati terkait IUP di Tahun 2011, dimana saat itu kewenangan terkait IUP berada pada kepala daerah tingkat II.

Dikatakannya, dengan perumpamaan demikian, Bupati menjadi satu-satunya orang di lingkup pemerintahan tingkat II yang berkewenangan menerbitkan produk hukum terkait IUP.

“Dari ilmu administrasi negara, kewenangan cuma ditemukan di dalam UU didefinisikan di UU tidak ada di tempat lain, bupati adalah satu satunya pejabat yang berkewenangan menerbitkan IUP,” paparnya.

BACA JUGA: Diseret Jadi Saksi, Mardani Merasa Kasus Suap Pengalihan IUP Di Tanbu “Settingan”

Adanya kesalahan administrasi menurutnya adalah hal yang biasa dan dapat diperbaiki, “Sepanjang tidak bersinggungan dengan persoalan pidana yang mendasari terjadinya kesalahan administrasi tersebut, maka dapat diperbaiki,” terangnya.

Terdakwa Mantan Kadis ESDM Tanbu, H Dwijono Putrohadi Sutopo menjelaskan bahwa aliran dana total Rp 13,6 miliar lebih yang diterima dari Almarhum (Alm) Henry Soetio baik melalui kartu ATM atas nama Yudi Aron merupakan utang-piutang dan bukan merupakan suap.

Uang itu diserahkan kepadanya melalui ATM atas nama Yudi Aron di Tahun 2015, jauh setelah adanya pengalihan IUP dari PT BKPL kepada PT PCN milik Alm Henry Soetio di Tahun 2011 lalu.

“Pinjaman itu karena adik saya yang bilang mau kerja (usaha) jadi saya komunikasikan ke Alm Pak Henry dan disetujui walaupun tidak seluruhnya dan bertahap karena saya ajukan (pinjaman) Rp 20 miliar,” terang terdakwa.

BACA JUGA: Mardani Disebut Terima Suap Rp 89 Miliar, Kuasa Hukum: Tidak Benar dan Tendensius

Diakui terdakwa, dana tersebut yang dijadikan sebagian modal untuk mendirikan PT BMPE yang direkturnya adalah adik kandung terdakwa dan untuk membiayai operasional kerja PT BMPE yang bergerak di bidang pertambangan batubara.

Meski demikian, tak ditampiknya pula dari dana tersebut juga ada yang digunakan untuk keperluan di luar operasional perusahaan seperti transfer kepada istrinya, istri mudanya dan sejumlah keperluan lainnya.

Saat ditanya Jaksa Penuntut Umum apakah aliran dana tersebut ada yang turut mengalir kepada Bupati Tanbu saat itu, terdakwa mengatakan tidak ada.

Selesai memeriksa terdakwa, Majelis Hakim kembali menunda persidangan untuk dilanjutkan pada Senin (30/5/2022) dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum.

BACA JUGA: Ada Perintah Transfer Uang, 3 Saksi Ungkap Kronologi Utang-Piutang Terdakwa Dan Henry

Diluar persidangan, Jaksa Penuntut Umum Abdul Salam mengatakan terhadap saksi ahli tadi, pihaknya sangat mendukung pembuktian ini, sesuai pasal yang kami dakwakan, yaitu pasal 12 a, b, pasal 11 maupun pasal 3 dan 4.

“Yang jelas kalau kita mengacu pada UU pertambangan dan mineral jelas melanggar, sesuai pasal 93 ayat 1 disitu tidak boleh ada pengalihan IUP apalagi berganti nama, sudah betul tadi yang dikatakan ahli, namun masuk ke pelanggaran administrasi, kecuali diikuti dengan adanya suap menyuap atau gratifikasi oleh yang bersangkutan,” kata Abdul Salam.

“Tadi sudah kami tanyakan, tidak ada uang mengalir kepada Mardani H Maming, kalau ada mungkin kami pertimbangkan kasus ini dan akan kami kembangkan, semua uang dinikmati sendiri oleh terdakwa dan keluarganya melalui perusahaan yang didirikan yakni PT BMPE,” tambahnya

Sementara itu penasihat hukum terdakwa Sahlan Alboneh mengatakan, uang pinjaman dari terdakwa memang tidak ada mengalir ke Bupati, tetapi kenapa sampai SK yang bertentangan itu keluar.

“Ada dugaan lain, atau dengan cara yang lain seperti yang dinyatakan saksi sebelumnya dari PT PCN sudah menyampaikan ada sekita 89 miliar yang mengalir kesana, artinya meskipun dari terdakwa tidak ada mengalir, tapi yang bersangkutan diduga kuat menerima dari PT PCN berdasarkan kesaksian pada waktu itu, apakah ada hubungannya dengan SK ini tentu tugas penegak hukum untuk membuktikannya,” tutupnya. (jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Donny

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.