Pakai Kode Serahkan Uang Jatah Bupati, Fee Proyek PUPRP HSU Turut Dinikmati Pejabat Pusat

0

PERAN Marwoto yang hanya seorang Kepala Seksi (Kasi) Jembatan Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) disorot.

MARWOTO pun menjadi perantara pengumpul fee proyek dari rekanan yang mendapat jatah proyek baik bidang bina marga maupun cipta karya sejak 2019 hingga 2021.

“Saya ambil alih tugas itu karena kepala bidang bina marga sering sakit-sakitan,” ucap Marwoto yang menjadi saksi kunci sebagai pengumpul sekaligus penyetor fee proyek hingga terkumpul Rp 20 miliar lebih, saat bersaksi di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (9/5/2022).

Tak mengherankan, jika Marwoto seakan menjadi ‘bintang’ karena merupakan saksi fakta kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang dari sang atasan, Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid. Apalagi, setoran fee proyek itu diserahkan melalui ‘tangan kanan’ Wahid, ajudannya Abdul Latif.

BACA : Setor Fee Proyek Rp 20 Miliar, 4 Saksi Kompak Sudutkan Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid

Tim jaksa KPK dikoordinir Tito Jaelani hingga majelis hakim diketuai Yusriansyah pun bergantian memberondong Marwoto dengan pertanyaan mengungkap fakta hukum peran vital Wahid dalam skandal fee hingga patgulipat bagi-bagi proyek.

Hakim ketua Yusriansyah bersama dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Arif Winarno dibikin penasaran dengan peran sentral Marwoto dalam skandal korupsi PUPRP HSU itu.

BACA JUGA : Uang Fee Proyek Dinas PUPRP HSU Mengalir Kemana-mana, Saksi : Dikasih ke Jaksa, Polisi dan LSM

Di luar itu, peran sebagai pengumpul fee proyek juga dimainkan Maliki selaku Kabid SDA sekaligus Plt Kepala Dinas PUPRP HSU, khususnya proyek sumber daya air (SDA), kebanyakan pembangunan irigasi dan saluran air.

“Kalau dihitung fee proyek sejak 2019 hingga 2021 mencapai Rp 20 miliar lebih. Apakah Anda yakin uang itu sampai ke tangan Bupati Wahid?” cecar hakim Ahmad Gawi.

Marwoto hakkul yakin sampai, walau harus melalui perantara kaki tangan Wahid, ajudannya, Abdul Wahid. “Saya yakin sampai setelah uang jatah fee proyek itu diserahkan. Sebab, Pak Bupati tak lagi menelepon saya,” jawab Marwoto.

BACA JUGA : Ada ‘Ojek Berkas’ hingga Duit Rp 2 Miliar Dimasukkan ke Kardus Mie Instan Jatah Bupati Wahid

Apalagi, Marwoto dengan Abdul Latif, ajudan bupati sudah janjian terlebih dulu dan bertemu di beberapa tempat yang disepakati. “Penyerahan uang fee proyek itu hanya pakai kode saja. Sebab, saya takut,” kata Marwoto. “Takut disadap KPK?” sergah hakim Ahmad Gawi. Marwoto langsung menjawab, iya.

Kesempatan untuk membantah kesaksian Marwoto dimanfaatkan Wahid. Merasa tersudut dengan kesaksian di atas sumpah dari empat bekas anak buahnya, lagi-lagi Wahid pakai jurus ‘bageteng’ alias menepis semua tuduhan itu.

“Tadi saudara Marwoto menyatakan semua atas perintah saya, soal plotting proyek hingga jatah fee proyek. Itu tidak benar, Yang Mulia,” sahut Wahid, tegas.

BACA JUGA : Dititipkan di Lapas Teluk Dalam, Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Dijerat Pasal Korupsi dan TPPU

Langsung disahut Marwoto mematahkan pernyataan Wahid. Menurut Marwoto, dari pembagian jatah proyek untuk rekanan yang membayar fee merupakan perintah bupati.

Marwoto merinci jika proyek PUPRP HSU itu bersumber dari APBN, maka fee proyek dipatok 13 persen. Formulanya; 8+5. Artinya, 8 persen jatah bupati, sisanya 5 persen untuk pejabat pemerintah pusat, khususnya proyek bersumber dari dana alokasi khusus (DAK). Sayangnya, Marwoto tak berani menyebut siapa pejabat pusat yang dimaksudnya itu.

BACA JUGA : Terima Suap Rp 31 Miliar Lebih, ‘Borok’ Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Dibeber Jaksa KPK

Perdebatan antara Marwoto dan tiga saksi dengan Wahid di ruang sidang PN Tipikor Banjarmasin ini, cukup alot. Hingga sidang pun berlangsung 7 jam. “Tidak benar atas perintah saya,” sahut Wahid lagi.

Bantahan Wahid pun membuat majelis hakim diketuai Yusriansyah meminta jaksa KPK kembali menghadirkan empat saksi kembali pada sidang berikutnya pada Senin (23/5/2022) mendatang.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.