NGopi Akhir Pekan, Kenapa Musibah Banjir Kalsel? Pemerintah Dinilai Lalai Menjaga Kesinambungan dan Keseimbangan Alam

0

PERSOALAN banjir Kalimantan Selatan merupakan salah satu topik utama yang diangkat jrektv dalam acara Ngobrol Pinggiran (NGopi) Akhir Pekan.  Kejadian banjir yang rutin mendera setiap tahun, apalagi ketika terjadi cuaca ekstrem menjadi sorotan menarik.  

MENCARI solusi bagaimana mengatasi persoalan ini, agar dapat memberikan rasa nyaman dan aman bagi warga Bumi Lambung Mangkurat. Dalam agenda Nobrol Pinggiran Akhir Pekan, tentu menguak mengapa hal tersebut rutin terjadi?. Lalu Siapa mesti bertanggung jawab?, serta apa langkah yang dilakukan akan dikupas secara berseri di acara dialog jrektv.

“Ada beberapa hal yang prinsif untuk diluruskan,” ujar Prof Dr M Hadin Muhjad SH MHum dalam Ngobrol Pinggiran (NGopi) Akhir Pekan dengan Topik Ekspedisi Banjir Kalsel. Acara rutin akhir pekan ini dipandu Dr Ir Subhan Syarief MT di studio jrektv, Jalan Mahoni Komplek Banjar Indah Permai, Sabtu (16/4/2022).

BACA : Penanganan Banjir Kalsel Berlanjut Dengan MoU

Pertama, sebutnya, hubungan antara tata kelola lingkungan dan Agama Islam sangatlah erat. Kaidah ilmu lingkungan adalah manifestasi apa yang disebutkan dalam Al Quran Surah Al Mulk Ayat 3 dan ayat lainnya. Dalam hal ini terungkap penegasan berulang kali hal penting nya aspek keseimbangan. Dalam ilmu lingkungan ada istilah ekosistem, ekosistem ini tidaklah lepas dari aspek keseimbangan.

Ketika Banjir Kalsel menerpa tahun 2021 lalu banyak pejabat, termasuk presiden menyatakan semua diakibatkan cuaca ekstrem.

“Ketika terjadi banjir akibat cuaca ekstrim, namun ada rentetan peristiwanya. Kenapa jadi ekstrim?, Bila kita pahami pernyataan presiden dan pejabat tersebut, maka konotasinya menyalahkan alam. Atau meng kambing hitam kan Alam. Tapi di dalam surah lainnya terungkap justru akibat perbuatan manusia. Ini dibuktikan dengan beberapa kajian dan penelitian, penyebab terjadinya cuaca ekstrem tersebut adalah akibat ketidakseimbangan alam. ketidak seimbangan ini terjadi diakibatkan oleh perbuatan manusia,” ujarnya.

BACA : Hakim Kabulkan Gugatan Class Action Korban Banjir Kalsel, Pazri: Ini Kemenangan Rakyat

Kedua, yang perlu diperhatikan banjir itu kelebihan air, jelas guru besar Univeritas Lambung Mangkurat (ULM) ini, dan alam sudah memprediksi bahwa curah hujan tinggi. Nah, dasarnya bila terjadi curah hujan tinggi dengan adanya keseimbangan  tidak lah menyebabkan banjir, dan walaupun curah hujan tak banyak bila keseimbangan terjaga tidak akan memunculkan kekeringan.

“Dalam sudut pandang Ilmu lingkungan, ternyata lahan gambut disebut mampu mengatur keseimbangan ketersediaan air dan karbon. Dan parahnya data terakhir 60 persen gambut Kalsel mengalami kerusakan akibat tak tepat dalam membudidayakan, ini artinya alat keseimbangannya rusak,” papar Ketua Dewan Senat ULM ini.

Begitu lahan gambut hancur, bebernya, itulah yang menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem yang berujung muncul musibah banjir.

“Jadi yang paling dahyat kerusakan tersebut terjadi adalah akibat kesalahan pemerintah, dengan pemerintah mengeluarkan ijin pemanfaatan besar besaran berbagai kawasan, seperti lahan sawit di lahan basah dasarnya telah memutus keseimbangan alam yang sudah terjaga dengan baik.  Jadi pemerintah tak sadar hal berbagai kebijakan bahkan regulasi yang dikeluarkan tersebut sangat berbahaya bagi masa depan. Sayangnya ternyata tetap dikasih ijin. Disamping pemerintah, andil pengusaha perkebunan, pertambangan juga sangat besar dalam merusak keseimbangan tersebut dan ini hebatnya ternyata dibiarkan saja oleh pemerintah. Pemerintah seperti tak bisa atau tak mau berbuat apa-apa terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh pemanfaatan tersebut. Jadi semua yang terjadi ini pemerintah lah yang paling besar bertanggung jawab. Karena itu, Ia menilai, pemerintah selalu berusaha dapat menutup-nutupi, dengan menyatakan bahwa yang terjadi itu akibat  alam,” tandas dosen Fakultas Hukum ULM ini.

Hal lain, ucapnya, antar pemerintah Kabupaten, provinsi dan pusat kadang tak pernah sinkron. Ketidaksikronan kebijakan dalam mengatasi kerusakan tersebut adalah juga menjadi penyebab sulitnya untuk melakukan perbaikan.

BACA: Ngobrol Pinggiran jrektv, Bang Asa : Banjarmasin Ikonnya Kalsel

Prinsip lingkungan itu, katanya, adalah pembangunan berkelanjutan, dan perlu ada harmonisasi antara tata ruang kabupaten, provinsi dan nasional. Untuk kawasan lindung  juga masih belum akurat penetapannya oleh pemerintah. “Di lahan gambut saja diungkapkan bahwa  lebih dari 3 meter ke dalamnya maka masuk kawasan lindung. Memang ada di lahan gambut dijadikan kawasan budidaya seperti pertanian dan perkebunan. Tapi apakah bisa dipastikan lahan gambut yang mana saja yang masuk kawasan lindung atau kawasan budidaya? Kan masih belum clear,” katanya.

Lalu bagaimana bila mengamati kondisi banjir di Kalsel misalnya Barabai dan Banjar? tanya Subhan Syarief.

Nah, jika kita melihat persoalan itu, maka Hulunya yang memiliki peran, sebab di hulu adalah hutan. Bahkan UU Kehutanan yang dasarnya telah bersesuaian dengan Al Quran, maka seharusnya hutan tidak boleh digusur, sebab sangat menjaga keseimbangan air. “Ketika air banyak yang datang, maka hutan mengelolanya, dan ketika air menipis, maka hutan juga mengeluarkan persedian air tersebut,” tambahnya.

Artinya air di kawasan hutan bisa langsung tergerus, ketika hutan dihabisi. “Hutan menjadi sumber daya alam yang menjadi penghasil dari sisi ekonomi. Nah begitu pula dengan pertambangan, jika direkayasa secara teknologi tidak menjadi masalah, itu sebuah tulisan oleh penulisnya yang saya baca. Tapi saya pribadi meyakini  bisa saja menjadi masalah,”pangkasnya.

BACA JUGA : Babak Baru Sidang Gugatan Banjir Kalsel: Pakar Soroti Cara Pemprov Tangani Bencana

Hadin Muhjad mengaku, Ia sepuluh tahun lebih berada di dewan proper yang diangkat oleh Gubernur Kalsel melalui Dinas Lingkungan Hidup. “Nah yang perlu diperhatikan dari proper itu air, udara, dan laporan tim teknis selalu tidak masalah. Memang disajikan berdasarkan hasil lab. Tapi ketika terlihat memang fakta adanya banjir,” ungkapnya.

Regulasi memang menjadi persoalan? Pemerintah membantu menyelesaikan lahan kritis menjadi solusi. “Jangan terlalu mengandalkan sumber daya alam. Apalagi UU Minerba menyebutkan bahan mentah harus diolah dulu. Itu saja mendapat perlawanan,” katanya.

Persoalan lingkungan dan musibah yang pernah terjadi banjir di Kalsel ini? jika melihat berbagai peristiwa, kata Hadin, masih belum ada perbaikan signifikan. Bahkan ada prinsip bahwa masalah ini bukan masalah bersama, namun menjadi masalah pemeritah bagaimana dapat menanggulanginya. “Masyarakat posisinya hanya sebagai peran serta, dan tanggungjawabnya adalah  pemerintah. Jadi yang mampu menyelesaikan persoalan banjir ini yakni pemerintah,”  imbuh Hadin Muhjad.

Untuk lebih jelas dan lengkapnya mari kita tonton di Youtube jrektv, IG jrektv, dan FB jrektv, serta jangan lupa klik subscribe ya. (jejakrekam)

Penulis rilis/afdi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.