Jadi Saksi di PN Tipikor Banjarmasin, Wahid Bantah Semua Pengakuan Saksi

0

BUPATI Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, Abdul Wahid hadir sebagai saksi mahkota dalam sidang korupsi proyek PUPRP HSU di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (9/3/2022).

WAHID pun diterbangkan langsung dari Jakarta. Saat dihadirkan di PN Tipikor Banjarmasin, Jalan Pramuka, Wahid mendapat pengawalan ketat dari personel Brimob Polda Kalsel.

Pemeriksaan Wahid sebagai saksi untuk terdakwa eks Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki berlangsung 6 jam. Bahkan, usai duduk di kursi ‘pesakitan’, Wahid langsung dipulangkan ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta guna menjalani masa penahanan.

Wahid yang selama menjadi ‘sasaran tembak’ dari pengakuan para saksi dihadirkan KPK. Apalagi dihadapkan dengan mantan anak buahnya, Maliki. Maliki pun dihadirkan KPK dengan pengawalan ketat personel Brimob Polda Kalsel dari Lapas Teluk Dalam Banjarmasin dengan mobil taktis.

BACA : Buka Fakta Baru, Bupati Nonaktif Wahid dan Eks Kadis PUPRP HSU Maliki Bakal Dikonfrontir

Saat hadir di PN Tipikor Banjarmasin, Wahid mengenakan rompi tahanan oranye dan kopiah hitam dengan balutan baju batik warna kuning. Di hadapan majelis hakim diketuai Jamser Simanjutak dengan dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Yusriansyah, banyak fakta terungkap dari cecaran pertanyaan dua jaksa KPK, Tito Jaelani dan Muhammad Ridwan kepada Wahid.

Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid saat hadir sebagai saksi di persidangan kasus PUPRP HSU di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (9/3/2022) mengenakan rompi tahanan KPK. (Foto Asyikin)

Saat menjadi saksi di atas sumpah kitab suci Alquran, Wahid pun mengakui memang perintah untuk plotting (penjatahan) proyek berasal dari dirinya. Hal ini berupa bagi perusahaan kontraktor yang telah setor fee atau menyepakati komitmen fee besaran 10-15 persen.

“Memang dari saya. Tapi saya perintahkan kepada kepala bidang (kabid) di Dinas PUPRP HSU agar kontraktor yang dapat proyek bekerja sesuai aturan,” beber Wahid.

BACA JUGA : Ada ‘Ojek Berkas’ hingga Duit Rp 2 Miliar Dimasukkan ke Kardus Mie Instan Jatah Bupati Wahid

Namun, Wahid menepis jika dirinya yang meminta langsung fee proyek kepada kontraktor pemenang tender. Dia juga membantah pengakuan Maliki soal syarat untuk jadi pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas PUPRP HSU harus setor Rp 500 juta.

“Itu tidak benar! Saya hanya meneria uang dari Maliki, karena itu memang uang honor saya,” tegas Wahid, menjawab pertanyaan jaksa KPK.

Dia merinci uang honor dari anak buahnya di Dinas PUPRP HSU dibagi dalam tiga tahap. Pertama Rp 120 juta, kedua Rp 20 juta dan ketiga Rp 100 juta, hignga totalnya Rp 240 juta.

BACA JUGA : Saksi Ungkap Jatah Fee Proyek PUPRP HSU Atas Perintah Bupati Wahid

Jaksa KPK Tito Jaelani dan Muhammad Ridwan juga mengkonfrontir pengakuan dari Marwoto (Kabid Bina Marga) dan Abraham Radi (Kabid Cipta Karya), selain dari Maliki bahwa Wahid juga menerima setoran uang melalui ajudannya, Abdul Latif.

“Uang itu diletakkan di atas meja kerja Anda?” kata jaksa Tito Jaelani. “Saya tidak tahu, uang darimana itu,” sahut Wahid.

Soal pertemuan tengah malam antara Wahid, Marwoto, Abraham Radi dan Maliki di kediaman Bupati HSU di Amuntai juga dibeber jaksa KPK.

“Pertemuan itu juga membahas soal komitmen fee?” cecar jaksa. “Tidak ada, hanya membagi anggaran saja. Tidak ada pembahasan komitmen fee. Itu menjadi urusan semua kabid di PUPRP HSU,” sahut Wahid lagi.

BACA JUGA : Dua Kontraktor Penyuap Abdul Wahid dan Maliki Divonis 1 Tahun 9 Bulan Penjara

Wahid pun menegaskan perintah untuk menggalang dana melalui Marwoto, pejabat Dinas PUPRP HSU kepada para kontraktor hanya untuk uang lobi bagi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta.

“Uang dari para kontraktor itu dikumpulkan agar Pemkab HSU dapat tambahan anggaran dari Kementerian Keuangan. Itu terjadi sejak 2019,” jelas Wahid.

Soal siapa pejabat Kemenkeu yang kecipratan jatah uang lobi sebesar 3 persen, Wahid mengaku lupa namanya. “Tapi, yang bersangkutan (pejabat Kemenkeu) itu mengambil langsung dari saya untuk tambahan anggaran (dana alokasi khusus),” kata Wahid.

BACA JUGA : KPK Sita Uang dan Aset Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Senilai Rp 14,2 Miliar

Duduk di kursi ‘pesakitan’, Wahid terus diberondong jaksa KPK dengan pertanyaan tajam. Termasuk, dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Amuntai, beberapa waktu didapat uang Rp 3 miliar di kediamannya. “Saya tidak pernah menghitung, tapi uangnya darimana?” kata Wahid.

Dikonfrontir soal pengakuan sang ajudan Abdul Latif dan kontraktor Ahmad Syarif sebesar Rp 3 miliar, dijawab Wahid lagi-lagi tidak tahu. “Saya sudah tadi disumpah. Sepengetahuan saya, tidak tahu darimana uangnya. Siapa yang mengantar. Ajudan saya bilang dari PUPRP HSU, tapi entah dari siapa. Saya tidak percaya ada komitmen fee 15 persen,” sanggah Wahid.

BACA JUGA : Ditanya Temuan Uang Rp 3 Miliar di Rumahnya, Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid Berkilah Titipan Maliki

Tak kehilangan akal, jaksa KPK Tito dan Ridwan pun membeber ada 33 item ditemukan dalam penggeledahan di kediaman Wahid di Amuntai. Termasuk, uang Rp 3 miliar dan dalam satuan dollar AS.

“Nah, kalau uang Rp 100 juta memang benar ada. Tapi itu uang dari sisa honor dan sisa perjalanan dinas saya. Untuk uang Rp 3 miliar itu, saya tidak tahu,” tegas Wahid.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.