Bukan Pemindahan Ibukota Kalsel, LSM Sasangga Banua : Justru Tuntutan Otsus Kalimantan!

0

IKUT terlibat dalam penggodokan revisi UU Pembentukan Provinsi Kalimantan Selatan yang kini telah disahkan menjadi produk hukum, ada beberapa fakta terungkap.

KETUA LSM Sasangga Banua, Syahmardian mengungkapkan pada awalnya dalam proses pembahasan RUU Pembentukan Provinsi Kalsel menggantikan UU yang lama, UU Nomor 25 Tahun 1956 jo UU Nomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan UU Darurat Nomor 10 Tahun 1957 yang menjadi dasar Pembentukan Daerah Swantara (Provinsi) Tingkat I Kalsel.

“Semangat usulan pembentukan UU Pembentukan Provinsi Kalsel ini berdasar kajian, diskusi hingga lokakarya. Jadi, sudah lama digodok. Namun, yang mengemuka adalah tuntutan otonomi khusus (otsus) bagi Kalimantan, bukan malah isu pemindahan ibukota Provinsi Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru yang mengemuka,” kata Syahmardian kepada jejakrekam.com, Rabu (23/2/2022).

BACA : UU Pembentukan Provinsi Kalsel Bakal Direvisi, Tuntutan Otsus pun Kembali Mengemuka

Tuntutan otsus ini digaungkan LSM Sasangga Banua bersama Sentral Informasi Reformasi Rakyat Kalimantan (Sirrkal), yang konsen menjaring aspirasi warga Banua.

“Kita tak boleh menghapus jejak sejarah bahwa Banjarmasin memang ibukota Kalsel. Ini merupakan bagian dari perjalanan sejarah Banjar, dimana asal muasal berdirinya Kalsel,” papar Syahmardian.

Menurut dia, saat diwacanakan hingga dibawa dalam audensi soal revisi UU Pembentukan kalsel baik dibahas di Komisi I DPRD Kalsel, Pemprov Kalsel hingga DPR RI pun dianggap angin lalu.

“Yang mengemuka sekarang ketika UU Pembentukan Provinsi Kalsel itu telah disahkan DPR RI, muncul perdebatan dan silang pendapat. Padahal, sejak awal dalam draft RUU Kalsel justru tidak pernah dibahas soal isu pemindahan ibukota provinsi,” ungkap Syahmardian.

BACA JUGA : Banjarbaru Resmi Ibukota Banua! Rifqinizamy Klaim UU Provinsi Kalsel Sudah Serap Aspirasi Publik

Aktivis senior ini mengatakan dalam penggodokan draf RUU Provinsi Kalsel justru melibatkan banyak. Termasuk, kalangan akademisi, anggota parlemen serta elemen masyarakat lainnya.

“Kita harus akui UU Pembentukan Provinsi Kalsel yang baru merupakan kebutuhan mendasar kekinian. Ini terlepas dari program ibukota negara (IKN) baru di Kaltim. Memang, UU Kalsel yang lama sudah out of date (kedaluwarsa) setelah ada pemekaran beberapa provinsi di Kalimantan,” tutur Syahmardian.

BACA JUGA : Pasal 4 RUU; Ibukota Kalsel di Banjarbaru, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina: Uji Publik Dulu!

Namun, diakui dia, semua sudah terlepas karena semua pemangku kepentingan baik di DPD dan DPR RI, ada hal-hal krusial dari UU Provinsi Kalsel itutelah diserahkan ke Sekretariat Jenderal DPR RI sebagai panitia kerja (panja) RUU.

Syahmardian juga mengungkapkan soal visi-misi eks Gubernur Kalsel Rudy Ariffin dan Wagub Rosehan Noor Bachri (2R) juga tidak masuk logika. Sebab, menurut dia, rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2R periode 2005-2010 juga tidak masuk lembaran negara, mengenai pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru.

BACA JUGA : Perjuangan Otonomi Khusus bagi Kalimantan Masih Setengah Hati

“Kami juga minta saudara anggota Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda juga harus jujur, jangan menggiring opini bahwa usulan tuntutan daerah soal pemindahan ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru berdasar hasil survei atau polling. Lantas siapa yang pro dan kontra dengan itu?” cecar Syahmardian.

Semangat UU Provinsi Kalsel yang pernah digodok melibatkan LSM Sasangga Banua ditegaskan Syahmardian justru menekankan agar Banua mendapat atensi khusus dari pemerintah pusat. Khususnya, peningkatan sumber daya manusia (SDM), karena Kalsel kaya dengan sumber daya alam (SDA) dan salah satu penyumbang devisa terbesar di Indonesia.(jejakrekam)

Penulis Rahim Arza
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.