Rayakan Hari Film Nasional ke-71, Tiga Sineas Film Maker Perempuan Bicara Kehidupan Nyata
SELANG Waktu (SW) dalam programnya Berkumpul Berdiskusi Sambil Nonton (BDSM) volume ke=4, merayakan Hari Film Nasional ke-71 di Hollow Lab, Jalan Purnasakti, Basirih, Banjarmasin Barat, Selasa (30/3/2021) malam.
SEJAK pukul 20.00 Wita, malam hari, diputar tiga film tentang Prank, Daneen dan Pengantin Hanyar. Dengan hastag #FilmMakerWanita. Menghadirkan tiga pembicara selaku pelaku film yang ditayangkan dalam nobar tersebut, yakni Rekka Rahayu (Sutradara Daneen), Shaima (DOP atau Penata Kamera Prank) dan Ria Rama Priesthia (Produser Pengantin Hanyar). Mereka membahas detail pergolakan dalam dunia perfilman, yang terutama dalam sudut pandang gender perempuan.
Dalam sinopsis film Daneen yang diproduksi oleh Teropong Community, mengisahkan tentang larangan kepada muslimah untuk berpergian sendiri tanpa mahram, membuat seorang bernama Daneen dilema untuk memutuskan pergi atau tetap tinggal di rumah. Benarkah hukum islam mengekang perempuan?
Rekka menuliskannya dalam skenario film yang digarapnya untuk memberikan pesan terhadap kaum perempuan bahwa dapat menunjukkan pilihannya sendiri dalam aturan tertentu. Latar belakang film Daneen, ia menceritakan hal pertama yaitu berawal dari keresahan pribadi akan pilihan seorang perempuan.
BACA : Yang Bertahan di Tapal Batas: Wajah Muram Praktik Perkebunan Sawit Banua

Dari keresahan itu, kata Rekka, mendokumentasikan sebuah perjalanan tentang pilihan seorang perempuan dalam bentuk film. “Menemukan pilihannya itu dari kisah Daneen tersebut, yang merupakan sesuai diambil dari arti namanya sendiri, bukan filosofi sih. Nama Daneem itu diartikan putri raja, yang mendidik dia sebagai perempuan yang tidak hanya tangguh tetapi memiliki kharisma,” ucap demisioner Ketua Forum Sineas Banua itu.
Dalam konteks cerita, kata Rekka, karena orang-orang yang berkharisma dengan jabatan ratu atau putri-putri seorang raja, memang harus punya pilihan sendiri dalam menentukan sesuatu dan terlebih peduli terhadap hak rakyatnya.
“Dari cerita itu dikemaslah Daneen, secara kasat matanya memang membicarakan tentang pilihan. Namun, jika melihat jauh ke dalam maka film itu sebagaimana kita melihat diri kita sendiri. Sebelum menentukan pilihan, kita kenali dulu diri kita sendiri,” tutur alumni mahasiswa UIN Antasari tersebut.
BACA JUGA : Jalan di Tempat, Perkembangan Perfilman Banua Belum Diperhatikan Pemda
Sementara film Prank yang juga diproduksi oleh Teropong Comunnity dan diprodus, memiliki latar belakang yang berbeda dengan film Daneem. Prank bercerita seorang youtuber bernama Bhara, yang membuat konten prank kepada kekasihnya. Namun, ia menemukan kebenaran yang mengejutkan dari kekasihnya.
“Menceritakan seorang youtuber yang pengen ngeprank pacarnya. Namun, youtubernya ini malah menemukan fakta yang mengejutkan yaitu hamil. Dalam akhir film, kekasihnya menyatakan positif hamil,” papar Shaima selaku DOP atau penata kamera Prank.
Maraknya kawula muda melakukan prank, kata Shaima, terjadi dilingkungan pergaulan anak zaman sekarang. Pesan terhadap anak muda dalam film Prank, ia menyampaikan bahwa suatu kebohongan itu dibuat malah bisa jadi kenyataan. “Apa yang kita perbuat, apa yang kita katakan bisa jadi kenyataan. Penting, bagi kita belajar sex education dan secara islamnya ya, dari pacaran atau hubungan yang tidak sehat harus menghindari itu. Itulah pesan dalam film tersebut,” katanya.
BACA JUGA : Kisah Tragis Demang Lehman dalam Film Panglima Tanpa Kepala
Hampir serupa tentang dunia pacaran, film Pengantin Hanyar diproduksi oleh Cangkal Project dan dikemas dalam kisah sepasang suami-isteri yang baru menikah kaget dengan kelakuannya masing-masing. Dalam durasi yang tergambar, yaitu kelakuan-kelakuan yang tidak pernah mereka lihat semasa pacaran terjadi dan akhirnya menjadi konflik kecil yang terjadi di atas ranjang. Selaku produser, Ria Rama Priesthia mengakui kisah filmnya tersebut diadaptasi dari kisah nyata bersama suaminya sendiri.
“Sebenarnya, latar belakang kisah film Pengantin Hanyar ini sebuah true story dari kehidupanku bersama suami. Kayak curhatan suami (Agung Aritanto) yang juga sebagai penulis naskah dan sutradara, ia mencurhatkan isi hatinya yang tidak ia sampaikan ke teman-temannya. Namun lewat film ini, ia kisahkan semua,” ucap Ria, usai acara FMP itu.

Ketika pacaran, kata Ria, berbeda dengan berkeluarga dan berbanding 180 derajat dengan kebiasaan hari-hari yang mereka jalani. Ia menyampaikan bahwa konflik yang terjadi disekitar sangat relate dengan kehidupan orang nantinya.
“Kisah ini sangat relate dengan orang-orang yang sudah berkeluarga di luar sana. Ketimbang mencari ide cerita di lain, kita harus meriset dulu dan sebagainya. Jadi, cerita ini dibuat pada bulan November 2019 lalu dan kami menikah dibulan Agustus, jadi sekitar dua hingga tiga bulan terdapat konflik kecilnya,” beber Ria.
BACA JUGA : Angkat Tema Ekualitas, AFK 2019 Tafsir Ulang Makna Persamaan
Amanat dari film Pengantin Hanyar, Ria berpesan bahwa setiap pasangan harus mengenali satu sama lainnya. Kedua, komunikasi yang baik agar tidak terjadi penyesalan dikemudian waktu. Pasalnya, kata anggota Dewan Kesenian Banjarmasin ini, pernikahan dini serta perceraian diri berbanding sama tinggi angka tersebut.
“Dikit-dikit lapor ke orang tua, padahal mereka sudah membangun keluarga. Hal ini yang sering terjadi di masyarakat, khususnya anak muda yang baru menikah. Terlebih komunikasi sih agar konfilik kecil tidak menjadi besar,” pungkasnya.(jejakrekam)