PSBB Dinilai Telah Gagal, Praktisi Kesehatan Sarankan Ketat Terapkan Adaptasi Baru

0

PRAKTISI kesehatan yang juga Ketua Bidang Advokasi Medikolegal Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Kalimantan Selatan, dr Abdul Halim menilai penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) terbukti gagal.

KEGAGALAN ini dikarenakan faktanya angka penularan virus Corona (Covid-19) di Kalimantan Selatan, khususnya di empat daerah yang melaksanakan PSBB seperti Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan Barito Kuala (Batola) tidak terkendali.

“Memang virus Corona atau Covid-19 itu terbilang baru, sehingga belum ada vaksinnya. Yang bisa dilakukan sekarang hanya disiplin menerapkan protokol kesehatan. Ini adaptasi baru, bukan new normal,” ucap Halim dalam diskusi virtual gelaran jejakrekam.com bertajuk Pengendalian Covid-19 Gagal, Tanggung Jawab Siapa? Sesi 4, Minggu (5/7/2020).

BACA : Angka Kematian Tinggi Akibat Covid-19 di Kalsel Didominasi Kelompok Rentan dan Kluster Gowa

Menurut dia, faktanya justru pemerintah tidak menggunakan UU Wabah Penyakit Menular Nomor 4 Tahun 1984, bahkan juga tidak menerapkan ketat UU Nomor 6 Tahun 2020, hingga memunculkan kebijakan PSBB, bukan lockdown atau karantina wilayah yang diamanatkan UU.

“Lucunya lagi, seperti Banjarbaru justru baru pertama kali menerapkan PSBB, langsung berhenti, padahal kasus Covid-19 masih terbilang tinggi. Sedangkan, Banjarmasin memang menjalankan kebijakan itu tiga kali. Bandingkan sekarang, terbukti CFR (Case Fatality Rate) tinggi mencapai 8,5 persen dari data terakhir,” kata Halim.

BACA JUGA : Covid-19 Permasalahan Kita Bersama : Tingginya Angka Kasus dan Kematian Pasien

Kemudian, beber Halim, berdasar standar WHO, angka kematian harusnya hanya 2 persen, sebaliknya justru di Kalimantan Selatan termasuk daerah yang melaksanakan PSBB terbilang tinggi.

Halim mengakui massifnya rapid test massal untuk mendeteksi warga yang mengidap Covid-19 itu hanya sebuah penafisan atau skirining awal, tidak bisa dijadikan patokan untuk memvonis seseorang positif terjangkit Corona.

“Yang bisa memberi kepastian hanya tes PCR, bukan rapid test. Namun, sebenarnya, ketika kita berada di zona merah, maka potensi tertular Covid-19 itu sangat tinggi, makanya jika mengacu ke UU Wabah Penyakit Menular, harus melapor. Terutama, para pelaku perjalanan dari zona merah Covid-19,” tutur Halim.

Kandidat doktor hukum Unissula Semarang ini pun tak setuju dengan istilah new normal. Menurut dia, pasca PSBB itu sebenarnya adalah masa adaptasi, karena pandemi Covid-19 itu masih berlangsung.

“Kita akui, Covid-19 ini tingkat penularan tinggi dibandingkan virus lainnya. Makanya, kita harus ketat menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahannya,” paparnya.

BACA JUGA : Teka-Teki Soal Oknum RS Yang Cari Keuntungan Di Masa ‘Pagebluk’ Covid-19

Menurut Halim, pandemi Covid-19 akan berjalan lama, sebelum secara ilmiah ada obat atau vaksin yang bisa menghentikannya. Informasi terakhir, baru pada 2021, vaksin Covid-19 ini akan diproduksi massal.

“Inilah mengapa pentingnya kita melakukan adaptasi di tengah pandemi. Sebab, potensi penularan Covid-19 ini masih tinggi, termasuk di Kalsel,” kata dokter internist RSUD Idaman Banjarbaru ini.

Berbeda dengan Halim, Ketua Komisi IV DPRD Kalsel HM Lutfi Saifuddin justru menilai pengendalian Covid-19 baik bermodel PSBB, tidaklah gagal, namun terlambat. Diksi yang dipakai Lutfi ini justru ditolak senator Kalsel Habib Zakaria Bahasyim juga juga menilai telah gagal.

Namun, kedua wakil rakyat ini tetap meminta agar semua pihak berperan dalam menanggulangi pandemi Covid-19 akan bisa selesai cepat.

BACA JUGA : Masuk Level Berbahaya, Empat Kelurahan di Banjarmasin Ditetapkan Zona Hitam Covid-19

Ini ditambah lagi, dana untuk merawat pasien Covid-19 sangat besar, rata-rata membutuhkan dana Rp 7,5 juta hingga Rp 15 juta per hari. Ini belum diperparah, kondisi rumah sakit yang sudah overload hingga tenaga medis baik dokter maupun perawat yang menangani pasien Covid-19 turut terpapar.(jejakrekam)

.

Penulis M Syaiful Riki
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.