Teka-Teki Soal Oknum RS yang Cari Keuntungan di Masa ‘Pagebluk’ Covid-19

0

BELAKANGAN ini baik di media sosial maupun kabar dari mulut ke mulut ramai membicarakan soal konspirasi virus Corona (Covid-19). Bahkan konspirasi ini bagi sebagian pihak seakan sudah menjadi rahasia umum.

TUDUHANNYA tidak lain yakni ada dugaan oknum dari sejumlah rumah sakit yang dianggap mencari keuntungan di tengah masa ‘pagebluk’ Covid-19 ini.

Teka-teka konspirasi Covid-19 itu juga disinggung oleh Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Kalimantan Selatan, Habib Zakaria Bahasyim saat menjadi narasumber dalam diskusi virtual Ngobrol Pinggiran (Ngopi) Akhir Pekan bertajuk Pengendalian Covid-19 Gagal, Tanggungjawab Siapa? dihelat jejakrekam.com, Minggu (5/7/2020).

Habib Zakaria menduga adanya manipulasi data penderita Covid-19 yang disuguhkan oleh pemerintah setiap harinya.

“Data yang ngawur, bukan data sebenarnya. Meningkat di sini (data Covid-19) belum tentu semua benar. Kita meyakini adanya Covid-19, tapi menurut saya datanya tidak se-signifikkan ini,” cetus Habib Zakaria.

BACA : Senator Kalsel Habib Zakaria : Masalah Covid-19 Jangan Jadi Ladang Bisnis

Bahkan Habib Zakaria terang-terangan mengungkap adanya indikasi kecurangan oleh sejumlah oknum di salah satu rumah sakit. Bahkan, terkesan kuat ada rekayasa, tanpa sandaran ilmiah kedokteran.

“Kita punya keluarga yang mau dirujuk ke rumah sakit itu, tapi anehnya justru dia dibilang Covid-19, padahal dia mengalami kecelakaan tunggal. Ada juga yang penyakit jantung, divonis Covid-19,” kata Habib Zakaria lagi dengan heran.

Cerita yang hampir serupa juga diungkap oleh seorang pria asal Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, berinisial LH (48 tahun). Dalam kasus ini, yang menjadi pasien adalah istri LH sendiri.

Sebelum ditangani pihak RS untuk di-opname, LH diminta menandatangani surat pernyataan bahwa si pasien (istrinya) yang dirawat di rumah sakit itu harus ditangani sesuai standar protokol Covid-19.

BACA JUGA : Sejak ODP, Biaya Perawatan Pasien Covid-19 Ditanggung Negara, Ini Besarannya!

“Saya hanya dijelaskan isi surat itu. Kemudian diminta tandatangan. Istri saya stroke dan ada tekanan darah tinggi. Saya hanya ingin istri saya sembuh, jadi langsung tandatangan saja. Kalau tidak, ya tidak bisa di opname,” ungkap LH di kawasan RS tempat istrinya dirawat pada Selasa, (30/6/2020).

Dalam surat pernyataan tersebut, lanjut LH menyebutkan, apabila si pasien meninggal dunia maka penanganan yang dilakukan pihak RS sesuai dengan protokol Covid-19.

“Memang sebelum mengantar istri opname di sini (RS), istri saya sempat menjalani rapud test dan hasilnya reaktif. Tapi, istri saya tidaj menunjukkan gejala lain yang mengarah menderita Covid-19,” terangnya.

BACA JUGA : Kewalahan Tangani Pasien Covid-19, RSUD Sultan Suriansyah Butuh Tambahan Pasukan Nakes

Usai tanda tangan, LH mengaku bahwa istrinya langsung diterima di RS tersebut untuk opname. Anehnya, LH dibantu iparnya diizinkan menunggui istrinya.

“Jadi saya berdua dengan ipar saya yang menunggu di ruang perawatan istri saya. Tapi sampai sekarang tidak ada gejala seperti panas, batuk dan lainnya. Meski saat dilakukan rontgen, hasilnya ada muncul flek di bagian dada,” tuturnya.

BACA JUGA : Saat New Normal, Jangan Sampai Kalsel Alami Gelombang Kedua Kasus Covid-19

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kota Banjarmasin Machli Riyadi membantah dengan tegas tudingan adanya pasien yang negatif Covid-19, tetapi divonis positif mengidap virus corona.

“Saya selaku Kadinkes Banjarmasin menjamin tidak ada dan tidak akan pernah ada orang yang negatif, di positifkan (Covid-19). Jadi itu menjadi tugas kita bersama untuk melawan hoax dan isu-isu tidak benar itu,” tegas Machli Riyadi, Jumat (3/7/2020).

Soal pasien yang ditangani dengan protokol Covid-19 sejak awal masuk RS, Machli menyatakan hal itu sudah sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) untuk menangani pasien sesuai protokol Covid-19.

“Setiap kali masuk RS itu memang ada yang namanya general consent. Ketika orang yang dinyatakan reaktif, maka sudah ada penanganan sesuai protokol covid, meskipun swab belum keluar. Tetapi kalau dia negatif, dia dikembalikan,” jelasnya.

BACA JUGA : Ada Dua Model Rapid Test Covid-19, Ini Penjelasan Kadinkes Kalsel

Masih menurut mantan Wakil Direktur RSUD Ulin Banjarmasin ini, ketika pasien diduga Covid-19, tetapi dia dimasukkan di ruangan IGD umum maka resikonya akan lebih besar.

Lantas bagaimana jika pasien tersebut terlanjur meninggal, tetapi hasil swab belum keluar. Bagaimana cara penanganannya?

Dalam kondisi sepertibitu, Machli menjelaskan profesionalisme seorang dokter dalam melakukan diagnosa dibutuhkan.

“Berdasar ilmu dan keahliannya, seorang dokter boleh memvonis pasien Covid-19 meskipun hasil swab belum keluar sesuai dengan UU 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Karena profesionalisme seorang dokter dalan menegak diagnosa, dia tidak boleh hanya bersandar pada rapid dan swab saja. Dia harus melandaskan atas dasar keilmuan,” pungkas Machli.(jejakrekam)

Penulis M Syaiful Riki
Editor DidI G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.