Jenderal Kunyuk dan Komparador

0

Oleh : Muhammad Uhaib As’ad

SECARA tidak sengaja ketika saya merapikan buku-buku  perpustakaan pribadi, saya menemukan beberapa buku dengan  judul yang sangat menarik. Saya katakan buku itu menarik karena bercerita mengenai: Patron-Client Relationship, Bereaucracy Patrimonalism, Relations Politician and Business, State, Market, and Democracy, and Collaboration Actors and Power Money.

ADALAH Prof Edward Apspinall, Prof Marcuse Meiztner, Prof Meridith L Weiss, Prof Vedi R Hadiz, Prof Richard Robison, dan Dr Muhammad Uhaib As’ad. Seperti biasanya, dan sudah menjadi kebiasaan, saya harus membaca sejumlah literatur dan jurnal yang menarik untuk menambah adrenalin intelektul sebagai seorang akademisi.

Selain itu, karena sering mendapat undangan sebagai pembicara mulai dari kelas kampung-lokal maupun nasional-international dan kepentingan menulis di  jurnal nasional dan internasional.

Lalu apa relevansinya tumpukan literatur dan teori itu dengan Jenderal Kunyuk dan Komparador itu? Ya, sekilas memang tidak ada persentuhan antara judul-judul buku itu dangan Jenderal Kunyuk dan Komparador bila dilihat dalam kontek diksi kata. Teori adalah alat atau instrumen analisis untuk membantu membangun leading argument. Fungsi teori adalah men-dialog-kan sebuah  percakapan antara empirical problems dan theoritical problems. 

BACA : Ritual Pemilukada Dalam Perspektif Teori Dramaturgi

Para akademisi atau peneliti, akan problematik dalam melakukan penelitian, khususnya dalam penelitian sosial kalau tidak memilik instrumen teori yang memadai. Sekali lagi, fungsi teori adalah upaya membedah realitas sosial  secara academiclly.

Semua orang suka makan durian apalagi durian Kasongan. Tapi bagi orang yang mengidap penyakit kolestrol tinggi, durian itu bukan menjadi rahmat, justru menjadi bencana. Aroma durian itu sangat menyengat dan akan sia-sia bila tidak dibuka atau dibelah. Cara membelahnya pun harus hati-hati karena punya duri bisa saja membuat tangan terluka.

Tidak mungkin dibelah memakai jari-jari tangan, digigit atau dibanting. Alat paling aman dan efektif dengan pusau atau parang. Instrumen pisau atau parang itu adalah teori untuk memahami (how to understanding) secara genuin realitas durian itu.

BACA LAGI : Pasar Politik di Tengah Demokrasi yang Melelahkan

Apakah memang betul durian Kasongan itu mewakli narasi si penjual durian atau narasi publik yang sudah menjadi pengetahuan umum bahwa durian Kasongan enak, manis, isinya tebal, dan sebagainya. Atau isinya penuh ulat blatung?  Karena sudah terbiasa berperilaku mental instant, sejatinya durian itu belum saatnya dipanen tapi dipakasa dipanen dan bisa dimanipulasi seakan-akan durian yang dipajang di perampatan jalan Kasongan itu mewakili realitas durian sesungguhnya.

BACA JUGA : Persengkongkolan Para Aktor Berwatak Oligarki-Predator

Pada hal durian itu hasil manipulatif,hasil mobilisasi, hasil persokongkolan antara para penjual atau para rezim durian. Durian itu ternyata hasil karbitan untuk mempercepat proses pematangan secara manipulatif untuk mempercepat mendapatkan kuntungan ekonomi secara instant.

Jaringan para aktor atau rezim durian itu  mempromosikan dengan berbagai pola strategi, mulai dari semyum manis dilirikan mata artis Dewi Pesik. Para komparador durian itu habis-habisan melakukan economic marketing melaui sejumlah resources yang dimiliki. Salah satunya adalah mengandalkan kekuatan modal untuk menjadi pengepul tunggal  pedagang durian.

Sang patron pun tersenyum sembari membisikan kata kepada sang Jenderal Kunyuk, kepada sang Komparador, kepada sang Broker, you are great, you are amazing, kawan. “Kalau perlu kuasailah semua jaringan pedagan durian dan berbagai macam jenis durian secara silent dan genuin.

BACA JUGA : Demokratisasi Pilkada dalam Cengkeraman Oligarki Lokal

Jangan ada dusta di antara para pengepul. Laksakan tugasmu secara cerdas, Jenderal Kunyuk, ‘ pesan sang pantro penguasa Kerajaan Fikitif Nusantara. Strategi menguasai pangsa pasar harus  dilakukan dengan berbagai pola untuk menginjeksi kesadaran kolektif para pecinta durian.

Kenapa hanya durian Kasongan? Durian Montong juga enak, cantik, seksi, bahenol dan besar. Montong berasal darla bahasa Thailand artinya bantal. Durian Montong (Durian Bantal).

Ini strategi jitu memperebutkan wacana publik secara akal-akalan, manipulatif dalan  ditengah realitas kedunguan yang tidak terbantahkan. Para komparador bisnis dan politik bermain secara apik dan memainkan drama-drama sesasional ala Dramaturgi sosiolog Erving Koffman dalam  karpet merah yang dipapajang di altar istana Keraajan Nusantara Fikitif.

Belatung ya Belatung, Durian Kasongan ya Durian Kasongan, Durian Montong ya Durian Montong.

Persoalannya bukan bukan soal belatung dan arama durian tapi yang menjadi problematik adalah tidak adanya ruang bagi publik untuk memilih alternatif di tengah  hegemoni dan koptasi para rezim durian atau para komparador.

Tidak ada lagi ruang tarung bebas bagi para publik sementara para publik diinstruksikan bertepuk tangan oleh para komparador atau para rezim di tengah ketidak pahaman publik. Sementara di Jenderal Kunyuk hanya bisa tesenyum menyaksikan parade kegembiraan dalam pesta itu.

Lho sampean Pak Jenderal Kunyuk kok senyum-senyum saja kenapa tidak ikut larut dalam hiruk-pikuk itu? “Mas, saya kan hanya Jenderal Kunyuk tidak puanya kuasa. Pangkat jederal saya ini hanya pangkat jenderal fiktif. Tugas saya mengamankan Kerajaan Nusantara Fiktif ini. Mengamankan Sungai Gampa Empire saja, mas. Itu saja tugas saja kok.

BACA LAGI : Makan Durian Gratis, Dituding Kampanye Terselubung

Pangkat jenderal saya kontemporer saja kok, Mas. Tergantung sehat wal-afiat nya bos saya, patron saya. Kalau bos saya ambruk atau mengalami crack down secara politik atau kekuasaannya tidak bisa dupertahankan lagi karena resistensi publik, ya akan kembali ke habitat saya sebagai pedagang baksi atau bergabung dengan kolega saya para kunyuk-kunyuk di hutan belantara.(jejakrekam)

Penulis adalah Peneliti pada Institute of Politics and Public Policy Studies Banjarmasin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.