Independensi Penyelenggara Pemilu di Tengah Arus Besar Kekuasaan
Oleh : Mohammad Effendy – Forum Ambin Demokrasi
USAI pencoblosan surat suara pada pagi 14 Februari 2024, sorenya jagad politik Indonesia langsung dihebohkan oleh tayangan quick count hasil Pilpres yang menempatkan Paslon 02 Prabowo Subianto/Gibran Rakabumi Raka sebagai pemenangnya dengan angka perolehan suara di atas 50 %. Tayangan dari berbagai lembaga survey tersebut langsung mendapat tanggapan dari berbagai elemen masyarakat baik pro maupun yang kontra.
DI MEDSOS tayangan hasil quick count tersebut dijawab dengan tayangan balasan mengenai terjadinya berbagai kecurangan di banyak tempat lengkap dengan video kejadiannya. Sementara itu tayangan real count yang dirilis KPU mendapat serangan keras baik dari Tim Paslon 01 dan 03 serta masyarakat kawal pemilu jurdil karena dianggap tidak sesuai dengan fakta lapangan.
BACA JUGA: Uniska Tegaskan Netral di Pemilu 2019
KPU kemudian mengakui adanya kesalahan input data karena adanya gangguan server dalam sistem IT yang mereka miliki dan menyatakan permohon maaf kepada publik. Pengakuan adanya kesalahan inpit data dan permintaan maaf secara terbuka dari KPU tersebut dianggap masyarakat tidak cukup. Mereka mencurigai hal itu bukan semata-mata adanya kesalahan input data dan gangguan sistem IT, namun hal itu karena tindakan kesengajaan dari KPU.
KPU sebagai bagian dari penyelenggara pemilu adalah lembaga independen yang seyogianya tidak mempunyai kepentingan terhadap siapapun yang akan menjadi pemenang pemilu terutama di Pilpres. Oleh karena itu netralitas KPU harus ditunjukkan dengan perlakuan yang sama kepada semua peserta pemilu.
Akan tetapi tingkat kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu terlanjur turun, karena baik KPU maupun Bawaslu tidak memperlihatkan kinerja yang dianggap memberikan pengayoman kepada semua pihak terkait. Berbagai laporan kecurangan kurang mendapat respon yang memadai dari Bawaslu, dan kita juga tidak mendengar adanya pernyataan resmi Bawaslu mengenai laporan yang masuk dan tindak lanjut yang akan serta sudah dilakukan.
BACA JUGA: Kenali Tipenya, Jangan Salah Memilih Pemimpin
Desakan perlunya dilakukan audit forensik terhadap sistem IT KPU tidak ditanggapi dengan serius, sebaliknya justeru meminta kepada semua pihak agar bersabar menunggu rekapitulasi penghitungan suara secara berjenjang sebagaimana mekanisme resmi KPU. Di tengah kecurigaan masyarakat terhadap posisi KPU yang dianggap masuk dalam desain besar kekuasaan, maka jawaban normatif KPU tersebut menyebabkan rasa keraguan masyarakat kian menguat terhadap kinerja dan independensi institusi penyelenggara pemilu.
Disadari bersama bahwa meski penyelenggara pemilu (KPU-BAWASLU) memiliki kewenangan yang relatif kuat dalam Undang-Undang Pemilu, namun institusi ini terlalu kecil di mata kekuasaan. Mereka yang berkuasa tidak lagi memposisikan dirinya sebagai institusi yang juga harus tunduk kepada norma-norma pemilu dan menjadikannya sebagai rujukan bersama.
BACA JUGA: Makna Istilah Jabatan Pemerintahan Plt, Pjs, Pj dan Plh
Sementara itu kelompok lain yang masuk dalam jaringan civil society sejak awal sengaja dibiarkan dan/atau bahkan didorong untuk saling berbeda antar mereka sendiri, sehingga tidak berdaya mengawal pemilu agar berlangsung luber dan jurdil. Tokoh-tokohnya dijadikan “ikon pendukung” untuk meyakinkan dan meraih simpati jamaah yang berada di belakang tokoh tersebut.
Perjuangan yang sama-sama sedang kita lakukan adalah bagaimana membangun demokrasi yang makin berkualitas dan semua instrumennya berfungsi secara optimal. Demokrasi yang bersifat substansial sehingga rakyat merasa mendapat pengayoman yang semestinya. Adanya upaya untuk mencabik-cabik demokrasi dan menurunkan marwahnya ke tepi jurang kehancuran harus dilawan oleh semua elemen bangsa.(Jejakrekam)