Berbekal Surat Verklaring, Ahli Waris Marsui Taoer Angin Gugat Kantor Pertanahan di PTUN Palangka Raya

0

BERBEKAL surat verklaring terbitan tahun 1959, ahli waris Marsui Taoer Angin menggugat Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Palangka Raya di PTUN Palangka Raya.

PENGUGAT Ambun Nurhayati memberi kuasa kepada Borneo Law Firm, kantor hukum asal Banjarmasin guna menguji keasbahan surat yang dikeluarkan oleh BPN atau Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya di meja hijau.

Sidang perdana dihelat pada Selasa (26/9/2023) di PTUN Palangka Raya, menghadapkan penggugat principal dan kuasa hukumnya; Dr Muhammad Pazri dan rekan dari BLF versus kuasa hukum Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya; Dano Susetyo Arong.

Di hadapan majelis hakim yang memeriksa perkara bernomor 17/G/2023/PTUN.PLK, hakim ketua Indah Mayasari didampingi dua hakim anggota; Maryam Nurhidayati dan Sekar Annisa, persidangan sempat berjalan satu jam.

Dalam sidang perdana ini, majelis hakim memeriksa kelengkapan surat kuasa para pihak. Direncanakan, sidang lanjutan akan digelar pada Selasa (10/10/2023) dengan agenda pemeriksaan persiapan lanjutan, penyempurnan gugatan, pembukaan data luasan, alamat lengkap sertifikat hak pakai (SHP) serta sertifikat hak milik (SHM) yang menjadi objek sengketa tanah dari pihak tergugat yakni BPN atau Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya dalam perkara tersebut.

BACA : Diduga Masih Menambang, Laskar Masyarakat Adat Dayak Sambangi Lokasi Longsor di Satui

Direktur BLF Banjarmasin, Muhammad Pazri mengungkapkan perkara gugatan ini berkaitan dengan pengujian keabsahan secara administratif masalah tanah di Jalan Tjilik Riwut Km 2,5 Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

“Klien kami, Ambun Nurhayati, memiliki tanah dengan dasar Verklaring Nomor 36/1959 tanggal 27 Djuli 1959 dengan tanah seluas ±13.338 m²  yang merupakan warisan dari ayahnya Marsui Taoer Angin (almarhum). Namun, dalam tanah Verklaring milik klien kami tersebut diserobot oleh beberapa pihak, seluruh pihak tersebut di antaranya masing-masing memiliki 19 alas hak tanah yang terdiri dari 11 SHP dan 8 SHM yang berada di dalam batas-batas tanah Verklaring milik klien kami tersebut,” tutur Muhamad Pazri kepada jejakrekam.com, Kamis (28/9/2023).

BACA JUGA : Damang Gunung Purei Hentikan Tuntutan Adat Gunung Piyuyan

Pazri menceritakan dulu tanah milik Marsui Taoer Angin itu dikelola sendiri sendiri dan kemudian ada seorang pendatang. Mereka meminta izin untuk berdagang di lokasi tanah milik ayah kliennya.

“Seiring waktu, secara bertahap banyak orang berdatangan ke lahan tersebut, sampai pada suatu waktu diduga banyak para pegawai negeri sipil (PNS) beramai-ramai untuk mulai melakukan  pengkavling-kavlingan tanah di atas lahan Marsui Taoer Angin. Bahkan, diduga kuat melibatkan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah secara sepihak tanpa sepengetahuan pemilik tanah,” beber doktor hukum lulusan Unissula Semarang ini.

Pazri menjelaskan pada 2011, permasalahan ini sempat dibawa ke jalur adat melalui Damang Kepala Adat Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Dari hasil rapat adat diputuskan bahwa mengakui Verklaring  Tanah Adat atas nama Marsui Taoer Angin Nomor 36 Tahun 1959 tanggal 27 Juli 1959 adalah milik ayah kliennya; Ambun Nurhayati.

BACA JUGA : Sudah Punya Perda Nomor 4 Tahun 2016, Pemkab HST Larang Aruh Adat Diisi Perjudian

Pazri melanjutkan beberapa upaya telah dilakukan pihak kliennya, seperti meminta Pemda Kalteng atau Pemprov Kalteng memberikan kompensasi atas masalah tanah tersebut. Namun, hingga sekarang tidak ada kejelasan kompensasi tersebut.

“Kami berharap lewat jalur PTUN Palangka Raya ini dapat membatalkan sertifikat-sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN atau Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya yang diduga mengkavling-kavling tanah milik klien kami tanpa seizin pemilik tanah yang sah,” imbuh Pazri.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.