Masuk Sekolah Dijejali Seragam dari Kepala hingga Kaki, Antropolog ULM Kritik Ketika Siswa Jadi Objek

0

ATURAN baru seragam sekolah jelang masa pelajaran 2023-2024 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), mulai diterapkan sekolah dari berbagai jenjang pendidikan di Indonesia.

ATURAN itu termaktub dalam Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar (SD) dan Pendidikan Menengah (SMP, SMA dan SMK).

Aturan seragam sekolah terbaru siswa itu. Di antaranya, siswa SD/SLM memakai seragam nasional atasan kemeja berwarna putih dan bawahan celana atau rok berwarna merah hati.

Berikutnya, siswa SMP/SMPLB memakai seragam nasional atasan kemeja berwarna putih dan bawahan celana atau rok berwarna biru. Sementara bagi siswa SMA/SMALB/SMKLB mengenakan seragam nasional atasan kemeja berwarna putih dan celana atau rok berwarna abu-abu. Khusus di Provinsi Aceh, disesuaikan dengan Qanun atau peraturan perundang-undangan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

BACA : Duh, Tebus Atribut Seragam Di SMKN 3 Banjarmasin Dipatok Rp 1,4 Hingga Rp 1,6 Juta

Beberapa aturan baru itu, untuk seragam nasional digunakan sedikitnya setiap hari pada Senin dan Kamis, serta upacara bendera.

Saat upacara atau apel bendera, atribut siswa dilengkapi topi pet dengan logo Tut Wuri Handayani dan dasi. Sedangkan, seragam pramuka dan seragam khas sekolah dipergunakan pada hari yang telah telah ditetapkan tiap sekolah. Pun, begitu pakaian adat dipakai pada acara adat tertentu.

Antropolog sekaligus akademisi FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah memandang kesulitan dan kritikan orangtua murid mengenai paket seragam sekolah yang disampaikan melalui media tidak akan terjadi jika sebelumnya ada sosialisi dari sekolah dan pemahaman orangtua siswa.

BACA JUGA : Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Buka Posko Pelaksanaan PPDB 2023

“Boleh jadi pihak sekolah berniat untuk memudahkan orangtua murid agar tidak mencari atribut atau seragam sekolah ke berbagai tempat,” kata Nasrullah kepada jejakrekam.com, Minggu (16/7/2023).

Namun, dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM ini mengungkapkan ada dua hal mendasar yang perlu dipahami terkait keberadaan murid atau siswa yang tubuhnya justru menjadi objek atribut sekolah.

“Pertama, kebijakan sekolah mestinya membatasi pada penyediaan atribut khas sekolah atau daerah saja. Kemudian memberikan kebebasan bagi orang tua murid untuk mendapatkan pakaian sekolah dari mana saja dengan memberikan ketentuan yang berlaku nasional,” tutur mahasiswa doctoral (S3) antropolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

BACA JUGA : Jelang Tahun Ajaran Baru, Sejumlah Kios Seragam Sekolah Di Pasar Ujung Murung Panen Orderan Sampai 60 Persen

Kata Nasrullah lagi, jadi apa yang disampaikan berdasarkan standar warna pakaian, model, corak dan sejenisnya. Standar itu jangan dikonversi ke nominal akumulasi angka yang membuat kalangan orang tua murid tertentu merasa terkejut.

“Kedua, tentu kritik untuk dunia pendidikan kita secara nasional, meskipun tujuan seragam sekolah untuk kesetaraan antar siswa tanpa memandang status sosial dan disiplin atau kebersamaan siswa. Pada praktiknya tubuh siswa secara bergantian dalam seminggu adalah (1) seragam nasional; (2) seragam pramuka; (3) seragam khas sekolah; (4) pakaian adat, bahkan (5) pakaian olahraga. Jadi siswa menjadi obyek atribut sekolah baik secara ketentuan nasional maupun daerah,” paparnya.

BACA JUGA : Walikota Banjarbaru Instruksikan Disdik Buat Gerakan Pengumpulan Seragam dan Buku Layak Pakai

Bagi Nasrullah, sejak awal masuk sekolah, siswa diisi dengan apa yang melekat pada sekujur tubuh dari kaki (sepatu) sampai kepala (topi).

“Padahal tujuan pendidikan mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya yang diisi adalah otak/pikiran dan hati,” ucap intelektual muda dari Hapakat Bakumpai ini.

Solusinya, menurut Nasrullah, adalah pemerintah daerah dapat memberikan bantuan pengadaan pakaian adat untuk siswa, terutama kategori sekolah pedalaman ataupun murid dengan kemampuan ekonomi terbatas.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.