Sebuah Epik dari Tanah Banjar; Jihad Antasari Dimulai Saat Bulan Ramadhan

0

Oleh : Mansyur ‘Sammy’

BEBERAPA hari Ramadhan telah berlalu dalam dentang jam dan rajutan hari. Masih terdapat kalangan muslim yang menjalankannya berpersepsi Ramadhan identik dengan rasa malas, loyo, lesu hingga kurang semangat.

PARAHNYA lagi, shaum (puasa) Ramadhan dilihat dalam sudut pandang kerja menghambat produktivitas. Persepsi ini tentunya harus dihapus.

Banyak peristiwa penting Umat Islam yang ternyata justru terjadi di momen indah Ramadhan. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh Al-Islamiy Wa Adillatuh, menuliskan banyak kejadian penting yang terjadi pada bulan Ramadhan sepanjang sejarah Islam. Ramadhan identik dengan heroisme, semangat juang dan tekat kuat untuk melakukan hal-hal besar.

Terdapat Perang Badar Al-Kubra, perang penentuan bagi embrio Islam, terjadi pada hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Belum lagi peristiwa Fathu Makkah, kemenangan besar umat Islam yang mampu meruntuhkan sistem dan bangunan kesyirikan Mekkah.

BACA : Panglima Wangkang dan Taktik ‘Menyerah’ dalam Perang Banjar (1)

Peristiwa ini terjadi pada hari Jumat tanggal 20 atau 21 Ramadhan tahun 8 H. Kemudian sebagian rangkaian perang Tabuk justru terjadi pada Ramadhan tahun 9 H. Lalu, Perang Qadisiyah dan perang Buwaib juga terjadi pada bulan Ramadhan. Catatan yang cukup panjang hingga Perang Az-Zallaqah di Andalusia, dimana pasukan Islam pimpinan Yusuf bin Tasyfin mengalahkan pasukan kerajaan Castile yang dipimpin Alfonso VI. Momen ini terjadi Jumat pagi, 25 Ramadhan 479 H.

Demikian halnya dalam perjalanan sejarah Banjar. Ramadhan pun menjadi momentum jihad Pangeran Antasari, ketika Perang Banjar Meletus untuk pertama kali pada hari kamis, 28 April 1859 M atau bertepatan dengan bulan suci umat Islam 24 Ramadhan 1275 H. Dari sinilah narasi sejarah Banjar tertulis, bahwa panji yang dikibarkan Antasari untuk mengusir penjajah adalah satu, yaitu panji jihad fi sabilillah.

BACA JUGA : 24 Ramadhan 1275 H dan Meletusnya Perang Banjar

Perang Banjar (1859-1905) merupakan salah satu epik perlawanan masyarakat Banjar terhadap kolonial Belanda. Perang Banjar dimulai dengan penyerangan Benteng Oranje Nassau di Pengaron dengan pimpinan Pangeran Antasari.

Perang Banjar dalam versi Belanda akan mencapai titik nadir ketika Pangeran Hidayatullah ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian beliau pada hari minggu, 2 Maret 1862 dibawa dari Martapura dan diasingkan ke Cianjur. Bertepatan dengan awal puasa yakni 1 Ramadhan 1278 H.

BACA JUGA : Intan Sultan Adam, Rampasan Perang Banjar yang Kini Dikoleksi Museum Belanda

Setelah Pangeran Hidayatullah diasingkan, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari. Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar.

Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka momentum Ramadhan pun dipakai untuk pentahbisannya.

Pada hari Jumat tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriyah, Seluruh rakyat, para panglima Dayak, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi “Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin”.

BACA JUGA : Ketika Temuan James Watt Memantik Perang Banjar

Pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi. Satu kalimat heroik sebagai pembuka momentum ini yakni ketika Antasari memulainya dengan seruan: “ Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah!”

Walaupun demikian, pada sisi lain tidak hanya kisah semanis madu yang terukir di Bulan Ramadhan dalam narasi sejarah Banjar. 33 tahun sebelum dimulainya perang Banjar, ditandatangani perjanjian antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam.

Pasukan berkuda Marsose Belanda saat melakukan pengejaran terhadpa para pejuang Banjar dalam Perang Banjar. (Foto Wikipedia)

Perjanjian itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Tatas, Banjarmasin. Lagi lagi momen Ramadhan menjadi pilihan. Perjanjian ini ditandatangani pada Kamis, tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Sayangnya bukan kisah manis yang diukir di atas kertas.

BACA JUGA : Benteng Oranje Nassau, Simbol Supremasi Belanda Pemicu Perang Banjar

Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kesultanan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.

Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dengan dasar perjanjian dengan VOC yang terdahulu, dan berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi. Hal inilah yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar.

BACA JUGA : Petaka Perjanjian 26 Ramadhan Bikin Kesultanan Banjar Tergadai

Selain itu 36 tahun sebelumnya Sultan Sulaiman, Banjarmasin juga pernah mengirimkan surat Gubernur Jenderal VOC, Willem Arnold Alting, juga mengambil momentum Ramadhan. Beliau mengirim surat pada hari selasa yang bertepatan dengan 2 Ramadhan 1206 H. atau 24 April 1792.

Isi suratnya membicarakan harga barang-barang yang ditukar antara kedua pihak, serta keluhan bahwa hak Sultan atas separuh cukai tidak mau dibayar oleh Fetor setempat.

Terlepas dari kisah pahit manis,derai tawa dan air mata, yang ada dalam catatan historis Sejarah Banjar, bisa ditarik benang merah bahwa Ramadhan menjadi momentum jihad. Menjadi pemicu untuk berjuang di jalan Allah. Jihad yang bersifat produktif dalam konteks sekarang adalah bagaimana mengisi kemerdekaan dengan potensi yang dimiliki umat. Arah jihad untuk melahirkan kemaslahatan bagi warga Banua Banjar. Baik jihad melawan hawa nafsu, jihad dalam pendidikan, maupun kesejahteraan sosial.

Gejolak Perang Banjar di Bulan Puasa

Perang Banjar adalah satu diantara Episode perlawan terhadap pemerintah kolonial Belanda di Nusantara. Ditandai dengan Penyerbuan Terhadap Benteng Oranje Nassau yang terjadi di Bulan Ramadhan (Puasa). Entah karena kebetulan atau memang sudah direncanakan, di bulan suci ini menjadi momentum para pejuang Banjaruntuk melepaskan diri dari cengkeraman kuku kolonial.

BACA JUGA : Kisah Korupsi Penarik Pajak di Era Kesultanan Banjar

Pangeran Hidayat telah menyusun kekuatan rakyat untuk menghadapi Belanda secara menyeluruh. Pada bulan April 1859 ia menghubungi lagi Gerakan Muning. Gerakan Muning ini merupakan gerakan yang terbesar jumlah pengikutnya karena itu menjadi perhatiannya.

Sementara Mangkubumi Pangeran Hidayat memperhitungkan kekuatan Belanda yang dalam bidang teknik dan persenjataan lebih unggul, Gerakan Muning mempersiapkan latihan perang-perangan dan kekuatan mental spiritual untuk menghadapi kekuatan Belanda yang dalam segi teknik lebih unggul tersebut. Siasat lain yang dipergunakan Pangeran Hidayat untuk mengimbanginya ialah dengan menggunakan teknik perang secara menyeluruh.

BACA JUGA : Bapak Pendidikan Kalimantan; Gubernur Milono dan Perkampungan Pelajar Mulawarman

Memasuki Bulan Ramadhan (puasa), sekitar bulan April 1859 yaitu pada minggu pertama, Sultan Kuning mengirim 4 orang utusan menghadap kepada Mangkubumi Pangeran Hidayat untuk meminta izin menyerang benteng tambang batu bara Oranje Nassau di Pengaron. Pangeran Hidayat mengizinkannya, apa pun yang akan terjadi. Residen memperoleh informasi ini dari Ahmad yang melaporkan pada Residen tentang kegiatan Sultan Kuning yang merencanakan menyerang Oranje Nassau, berdasarkan informasi dari Lurah Dadang di Marampiau.  Untuk mengantisipasi situasi ini Residen merasa kurang mampu.

Residen hanya memiliki sebuah garnizun di bawah pimpinan Kapten L.Uhalan. Residen Andresen berusaha untuk memperoleh bantuan dari Jawa. Bantuan itu datang secara bergelombang dan diantaranya ditempatkan di Pengaron serta pos-pos yang diperkirakan dapat memperkuat pertahanan. Langkah lain yang dilakukan Belanda ialah menangkapi tokoh-tokoh yang mencurigakan gerak geriknya khususnya yang tinggal di Banjarmasin.

Mengalirnya bantuan pihak Belanda, mempercepat meletusnya pertempuran. Pangeran Hidayat memerintahkan pada Sultan Kuning dan Pangeran Antasari mempercepat serangan terhadap benteng batu bara Oranje Nassau Pengaron. Serangan ini diikuti oleh gerakan-gerakan sosial lainnya yang tersebar di seluruh Kerajaan Banjar.

BACA JUGA : Nuansa Bulan Puasa di Borneo Selatan Era Kolonial Belanda

Pada hari Kamis 24 Ramadhan 1215 H bertepatan dengan tanggal 18 April 1859 Perang Banjar, meletus. Pada pagi hari itu sejumlah 50 orang Muning yang datang terlebih dahulu sangat bernafsu menyerbu benteng tersebut. Serangan itu semacam serangan pancingan dan kemudian mundur.

Pada malam harinya yaitu malam Jumat 19 April 1859, pasukan Muning yang datang kemudian telah tiba, jumlah ribuan banyaknya. Pasukan ini bertambah besar setelah pasukan Riam Kiwa, pimpinan Pangeran Antasari tiba. Pasukan ini sebagian dikirim ke Martapura untuk memperkuat pertahanan di Martapura, sebagian lagi menyerbu benteng Belanda di Kalangan dan Tabanio.

Pasukan Muning dan Riam Kiwa yang bertahan menyerbu benteng Oranje Nassau berjumlah 500 orang pasukan. Pasukan ini bertambah dengan bergabungnya 165 buruh tambang batubara.

Benteng Tabanio yang mengontrol perairan Sungai Barito menuju Laut Jawa oleh Belanda. (Foto Wikipedia)

Pasukan Belanda yang kecil jumlahnya bertahan dalam benteng. Di dalam pertempuran yang berlangsung beberapa hari jumlah korban berjatuhan diantara kedua belah pihak. Usaha menyerbu benteng itu tidak berhasil, karena itu pasukan Muning dan Riam Kiwa berusaha mengurung benteng itu dari luar, sampai persediaan bahan makanan mereka habis.

BACA JUGA : Demang Lehman : Berpuasa dan Baca Quran di Antara Bayang Kematian

Salah seorang Belanda yang berusaha keluar untuk pergi mencari bantuan ke Banjarmasin, dibunuh di desa Sungai Raya. Perhitungan ternyata meleset, sebab Belanda mampu bertahan dalam benteng sementara menunggu bantuan datang. Sementara itu pasukan Muning yang menyerbu benteng Belanda di Kalangan, Gunung Jabok, Sungai Durian dan Tabanio sebagian berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Semua orang Belanda di benteng Kalangan dan Tabanio dibunuh, begitu pula seorang opsir kesehatan Diepenbroek dibunuh.(jejakrekam)

Penulis adalah Penasihat Komunitas Historia Indonesia Chapter Kalsel

Ketua Lembaga Kajian Sejarah, Sosial dan Budaya (SKS2B) Kalimantan

Dosen Prodi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Banjarmasin

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.