Visi Itu Cerdas!

0

Oleh : IBG Dharma Putra

VISI bukan mimpi tetapi bisa seperti mimpi jika pemilik visi tertidur bersama karena tidak tahu yang wajib dikerjakannya. Mereka tak paham sekaligus tak mampu membayangkan visinya.

TAK paham karena tidak ikut berproses dalam menyusun visi sehingga juga berakibat tidak bisa membayangkan kondisi saat tercapainya visi itu.

Visi akan lebih mudah dibayangkan jika dibuat visiumnya. Seperti halnya musium, dibangun untuk membayangkan kondisi di zaman purba, visium dibuat untuk membayang kondisi di masa yang datang. Karenanya, menjadi baik jika di setiap institusi yang punya visi, diadakan ruang visium sehingga semua orang melihat sejelasnya. Bukankah visi yang terbayangkan jelas akan mengundang peran serta sehingga akan lebih mudah tercapai.

Setelah bisa membayangkan, saatnya untuk menggapainya dengan berbagai taktik atau strategi. Untuk itu, perlu dipilih para pemimpin yang cerdas dan tahu diri, dalam artian jikalau tahu diri maka akan tahu semua kondisi di luar maupun di dalam dirinya secara jelas dan tidak tertukar tukar. Kondisi dalam diri bisa berupa kelemahan atau kekuatan sedangan kondisi luar dapat berupa peluang atau ancaman.

BACA : Ramadhan Ajarkan Kita Menjadi Manusia Istimewa

Memilih yang cerdas memerlukan objektivitas tingkat dewa, karena mereka cendrung jujur, bersemangat, disiplin dan beretika dan tentu tidak akan nurut mentah mentah pada setiap perintah. Pemimpin cerdas tak akan korupsi karena bisa membayangkan, pada akhirnya akan ketahuan juga.

Memilih yang cerdas bukan berarti tidak boleh memilih saudara, sahabat ataupun anggota kelompok sendiri, tetapi memilih dengan rasa keadilan universal. Artinya jika memang orang lain yang lebih baik maka keinginan memilih kawan sendiri harus dibuang jauh jauh. Kawan menjadi pilihan jika memang dia lebih cerdas atau setidaknya punya kompetensi yang sama dengan peserta seleksi lainnya.

BACA JUGA : Mengenal Lebih Dekat Flu (Demam) Tomat yang Mendera India

Semua bisa dibuat akal-akalan dengan panitia seleksi lemah karakter dan lemah tanggung jawab, sehingga hanya akan mengedepankan ketentuan formal untuk menghindari benturan dengan yang menugaskannya menjadi panitia seleksi. Hanya kejujuran saja yang diharapkan bisa membendung sandiwara semacam itu.

Mungkin perlu diberi tempat agar keinginan berbagi sukses dengan sahabat atau keluarga dapat terlaksana secara terkendali dengan memberi jatah pilihan tanpa seleksi, sebanyak banyaknya sebesar 45 persen dari semua pilihan. Aspek kedekatan politik harus secara terbuka diperhitungkan jangan dipura purakan tidak ada tetapi sesungguhnya dan sebenar-benarnya bohong.

BACA JUGA : Sekilas Mengenai Cacar Monyet

Memilih tanpa seleksi wajib diberi pengertian sebagai tindakan aktif yang dilakukan oleh dirinya sendiri, bukan tindakan titipan dan tumpangan oleh keluarga, kroni dan pejabat yang ditunjuknya. Jika memilih ditumpangi lagi oleh para kroni serta pejabat lain, dipastikan total terpilih bukan karena seleksi kompetensi tetapi hanya oleh kongkalikong kolusi, korupsi dan nepotisme.

Angka tertinggi 45 persen tersebut, untuk pilihan tanpa seleksi, menjamin keberadaan pejabat cerdas dilebih dari separuh dari semua jabatan yang ada. Mayoritas pejabat cerdas ini diharapkan mampu menggerakkan roda organisasi kearah kesejahteraan masyarakat. Dengan catatan penting bahwa mentoleransi pilihan tanpa seleksi bersifat sementara akibat belum bisa diatasinya kepura puraan dan kemunafikan di birokrasi.

BACA JUGA : Kriminalisasi

Tindakan memilih pejabat tanpa kompetensi dan semata mata karena rekomendasi kroni saja, adalah sebuah ketidak adilan serta pada hakikatnya merupakan kesewenangan yang akan merusak dan menghancurkan masa depan bangsa ini.

Jika dibiasakan maka tidak akan ada lagi kaum pembelajar di negeri ini. Kesungguhan belajar untuk bisa memahami dan mengamalkan ilmu pengetahuan serta teknologi bagi masyarakat, seolah dengan kesengajaan ditempatkan di comberan bau yang tidak ada harganya.

BACA JUGA : Ahli Epidemiologi Kalsel Sebut Tak Perlu Waswas dengan Hadirnya Varian Omicron

Ilmu pengetahuan adalah salah satu kekuatan dunia dan meminggirkan para pembelajar yang berupaya keras mengusai ilmu adalah tindakan yang melemahkan bangsa sekaligus merupakan pengkhianatan terhadap cita cita besar dan tujuan bernegara untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupannya dan ikut memelihara ketertiban dunia.

Pengkhianatan aji mumpung penuh sandiwara dan hanya mengedepankan kebenaran formal yang dicari carikan tetapi pada hakekatnya berbuat salah secara material serta moral.

BACA JUGA : Dugaan Covid ke Depan

Mereka pada hakikatnya bermain di dalam hitam putih aturan dan melupakan moralitas ketentuan yang sebenarnya tidak boleh ditabrak. Karenanya, sikap tersebut, sebaiknya dihentikan, diperbaiki, diseimbangkan sebelum menjadi hancur dan menjadi penyebab masuk neraka. Hakikatnya tindakan seperti itu adalah kezaliman dan kesewenang-wenangan. Semakin zalim pastilah semakin korup.

Sadarlah dan berbenahlah, tempatkan orang sesuai kompetensinya, bersikap adillah pada mereka yang jujur, disiplin, bersemangat dan beretika. Sadarilah bahwa menempatkan orang tidak kompeten lebih buruk daripada tidur nyenyak sampai mendengkur. Dengan tidur, visi mungkin saja tercapai oleh tarikan kemajuan zaman tetapi mencoba cara konyol, mencapainya melalui kebodohan, dipastikan berujung pada kegagalan.(jejakrekam)

Penulis adalah Mantan Direktur RSJD Sambang Lihum

Ketua Dewan Pengawas RS Idaman Banjarbaru

Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.