Ada ‘Karpet Merah’ di Seleksi Komisioner KPU, Keterwakilan Perempuan Jadi Sorotan Pegiat Demokrasi

0

KEBERADAAN tim seleksi (timsel) calon anggota KPU Kalsel dan KPU kabupaten/kota untuk menyaring para calon komisioner penyelenggara Pemilu 2024 jadi sorotan pegiat demokrasi.

MAKLUM saja, para anggota timsel yang dipilih melalui proses rekrutmen tertutup, tidak terbuka seperti lazimnya pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini buah dari kebijakan Sekretariat Jenderal KPU RI lewat nota dinasnya.

Hasilnya, para akademisi yang direkrut jadi timsel pun dikhawatirkan akan berkelindan dengan hasil seleksi (output) terpilihnya para komisioner yang akan bertugas menyelenggarakan pemilu dalam masa jabatan 2023-2028.

Hal ini jadi bahan diskusi dari para pegiat demokrasi; Hairansyah (mantan anggota Komnas HAM), akademisi Fakultas Hukum ULM Dr Mohammad Effendy yang juga mantan anggota KPU Kalsel, Noorhalis Majid (mantan Ketua KPU Kota Banjarmasin) serta Berry Nahdian Forqan, Sekretaris PWNU Kalsel juga praktisi politik. Begitu pula,  Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Kalsel Winardi Sethiono.

BACA : Berakhir Juni 2023, Seleksi Dibagi 2 Satker, Ini Formasi 10 Timsel Komisioner KPU Kabupaten/Kota Di Kalsel!

“Hasil pengumuman seleksi komisioner KPU Kalsel akan diumumkan Selasa (14/3/2023) besok, sebelumnya timsel sudah melalui berbagai tahapan, mulai dari pemeriksaan admistrasi, psikotes, hingga tes tertulis dengan metode computer asisted test (CAT) kepada para pelamar komisioner KPU Kalsel. Termasuk, nantinya untuk KPU kabupaten dan kota di Kalsel,” ucap Noorhalis Majid dalam diskusi Forum Ambin Demokrasi di Kawa Koffie, Jalan Adhyaksa, Banjarmasin, Senin (13/3/2023).

Pembina Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin, berpendapatdalam proses seleksi itu antara yang objektif dengan subjektif digabung. Menurut dia, yang objektif bisa menjadi subjektif juga tergantung pada situasi dan kondisi yang dialami para timsel.

BACA JUGA : Masa Komisioner KPU Kalsel Berakhir 24 Mei 2023, Didominasi ULM-UIN Antasari, Ini 5 Timsel Terpilih!

“Misalnya CAT itu objektif sebenarnya, kalau dibuka seperti seleksi terdahulu akan mengetahui siapa yang mempunyai kompetensi dan tidak, tapi dalam proses ini digabung dengan pembuatan makalah dan itu subjektif karena skoring dari timsel sendiri,” beber Noorhalis Majid.

Pernah berpengalaman ikut seleksi KPU Kalsel, Majid menilai dalam proses skoring pembuatan makalah, tidak ada melibatkan pihak-pihak yang berfungsi sebagai pembaca makalah. “Semestinya ada tim pembaca makalah, nama pembuat makalah ditutup, orang hanya melihat makalah yang dibuat lalu diberi nilai dan diserahkan kepada timsel,” beber Majid.

BACA JUGA : Anggaran KPU-Bawaslu Naik 3 Kali Lipat, Honor Penyelenggara Pemilu 2024 Gede

Sementara, menurut dia, aspek subjektivitas lainnya adalah psikotes, sehingga dari dua media penilaian itu akan digabungkan menjadi satu guna mengetahui rangking para peserta seleksi komisioner KPU.

“Maka yang objektif menjadi tidak penting lagi, di sini yang menurut saya tidak transparan dalam soal proses dan hasil,” cetus mantan Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel ini.

Masih menurut Majid, potensi rekayasa juga ada dalam proses tersebut, patut diduga ada soal pelindung (patronase), sejak dibentuknya timsel, proses pendaftaran hingga orang-orang yang diminta terlibat ikut serta dalam seleksi tersebut. “Patronnya itu baik orang maupun organisasi, siapa yang kuat patronnya kemungkinan akan terpilih, bukan lagi soal kompetensi, ada tidak patron nya,” cetusnya.

BACA JUGA : Petahana Kembali Ikut Seleksi, Tersedia 5 Kursi Komisioner KPU Kalsel Diincar 73 Pelamar

Selanjutnya, politik kepentingan. Majid dan rekannya pun curiga hal yang paling krusial ada di bagian itu. Karena, ada kepentingan kelompok atau orang tertentu dalam proses seleksi ini.

“Kuat terdengar juga yang disebut dengan “karpet merah” ada orang-orang yang merasa memiliki jalur untuk terpilih,” cetus Majid.

BACA JUGA : Timsel Buka Pendaftaran Seleksi Komisioner KPU Kabupaten Dan Kota Di Kalimantan Selatan

Komposisi keterwakilan perempuan juga harus didorong dalam komposisi komisioner KPU Kalsel dan kabupaten/kota ditegaskan Majid dan koleganya. Menurutnya, keterwakilan perempuan dengan laki-laki sejak di penyelenggara pemilu sudah seimbang, bagaimana mungkin KPU mendorong agar parpol memenuhi kuota 30 persen perempuan, sementara fakta KPU sebagai penyelenggara malah mengabaikannya.

“Kalau lima orang nanti yang terpilih, dua orang paling tidak perempuan. Kalau hanya satu orang, menurut saya sangat tidak memadai untuk memajukan suara dan kepentingan perempuan,” beber Majid.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.