DPRD Banjarmasin Hanya Beri Sanksi Moral, Film Jendela Seribu Sungai Ternyata Berbiaya Rp 6,8 Miliar

0

RIBUT-ribut soal anggaran gede pembuatan film berjudul Jendela Seribu Sungai (JSS), ternyata angkanya justru jauh besar dari informasi yang beredar belakangan ini.

DALAM mata anggaran yang berada di pos Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Banjarmasin dari APBD Perubahan 2022 itu ternyata mencapai Rp 6.887.571.800 atau segede Rp 6,8 miliar lebih.

Nama pos anggaran itu adalah penguatan promosi melalui media cetak, elektronik dan media lainnya baik dalam negeri maupun luar negeri. Namun, dari keterangannya dikasih nama anggaran film Jendela Seribu Sungai (JSS).

Kenapa pagu anggaran sebesar itu yang bersumber dari APBD Banjarmasin Perubahan 2022 tak pernah dilelang terbuka di LPSE Banjarmasin?

Nah, jika dibandingkan dengan proyek serupa dengan mata anggaran jasa pembuatan film islami milik Pemprov Kalsel melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dilelang terbuka di LPSE Provinsi dengan nilai Rp 5.835.104.822.

Hingga proyek penggarapan film berjudul Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dimenangkan oleh PT Expressa Pariwara Media dengan harga terkoreksi sebesar Rp 4.974.132.000. Dana ini bersumber dari APBD Provinsi Kalsel tahun anggaran 2022.

BACA : Ongkos Bikin Film Jendela Seribu Sungai Rp 6 Miliar di APBD, DPRD Kota Banjarmasin Malah Tak Tahu

“Berdasar keterangan dari Kepala Disbudporapar Kota Banjarmasin (Iwan Fitriady) dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPRD Kota Banjarmasin, bahwa itu termasuk lelang pengecualian berdasar Peraturan LKPP Nomor 5 Tahun 2021, sehingga tidak dilelang di LPSE,” ungkap Ketua Komisi II DPRD Kota Banjarmasin, Awan Subarkah kepada jejakrekam.com, usai RDP dengan Kepala Disbudporapar Kota Banjarmasin, Selasa (22/11/2022).

BACA JUGA : Gandeng Aktor Kawakan Mathias Muchus, Film Jendela Seribu Sungai Ditarget Tayang Di Bioskop Pada 2023

Menurut Awan Subarkah, film berbiaya mahal segede Rp 6,8 miliar lebih itu memang ongkos yang harus dibayar Pemkot Banjarmasin kepada prosedur film Avesina Soebli dengan rumah produksinya.

Untuk diketahui, Avesina Soebli merupakan produser film Laskar Pelangi (2008), Garuda di Dadaku (2009), Emak Ingin Naik Haji (2009), Perahu Kertas (2012), serta sejumlah film nasional hingga teranyar adalah film Sepeda Presiden (2021) dan Akad (2022).

BACA JUGA : Disbudporapar Banjarmasin Siap Buka-Bukaan, Walikota Ibnu Sina; Film Jendela Seribu Sungai Seperti Laskar Pelangi

Ibarat peribahasa nasi sudah jadi bubur. Awan mengatakan DPRD Banjarmasin hanya bisa memberi sanksi moral agar kejadian serupa tidak terulang lagi, karena ternyata biaya pembuatan film itu tak pernah disampaikan secara terbuka ke dewan.

“Ya, kasusnya mirip dengan proyek dermaga apung atau jembatan penghubung di Jembatan Dewi. Tidak mungkin kami rekomendasikan untuk dihentikan, jadi kami tunggu apa hasilnya,” kata mantan Wakil Ketua DPRD Banjarmasin ini.

BACA JUGA : Dibintangi Pevita Pearce? Film Jendela Seribu Sungai Ditarget Produksi September 2022

Awan mengakui pihak Disbudporapar Kota Banjarmasin juga mengakui tidak pernah menyampaikan secara rinci ke DPRD Banjarmasin, terkait program baru yang masuk mata anggaran berbeda di APBD Perubahan 2022 itu.

“Sebab, dalam merancang anggaran itu harus mengukur tiga faktor, input, output dan benefit. Nah, katanya film Jendela Seribu Sungai (JSS) ini benefit atau keuntungan untuk mendongkrak promosi pariwisata di Banjarmasin, ya kita tunggu saja hasilnya. Karena saat masih dalam proses syuting sejak November dan berakhir pada Desember 2022,” kata Awan.

BACA JUGA : Layar Film Banjar 2022 Putar Puluhan Film Sineas Kalsel, Dekatkan Sinema dengan Warga

Mantan Sekretaris DPW PKS Kalsel ini mengingatkan ketika Jendela Seribu Sungai (JSS) telah menjadi produk film layar lebar yang akan ditayangkan di bioskop, maka keuntungan apa yang didapat Pemkot Banjarmasin harus dijelaskan ke publik.

“Film ini harus jadi aset pemerintah kota. Jadi, jika misalkan dikomersilkan karena menonton film Jendela Seribu Sungai ditayangkan di bioskop, harus berbayar, apa keuntungan yang didapat pemerintah kota,” beber Awan.

BACA JUGA : Ada Bopak Castello, Syuting Film Jendela Seribu Sungai Dihelat di Kawasan Hasanuddin HM

Dia tak memungkiri film itu di luar perencanaan anggaran yang harusnya dibahas rinci di APBD, bukan disodorkan secara gelondongan. “Makanya, ini jadi warning bagi Pemkot Banjarmasin ke depan agar tak mengulang lagi. Kasus dermaga apung dan film Jendela Seribu Sungai ini adalah buktinya,” cetus Awan.

Dia menekankan bukan hanya Dinas PUPR dan Disbudporapar Kota Banjarmasin yang jadi sorotan, namun juga SKPD lainnya di lingkungan pemerintah kota.

“Jangan jadi polemik di publik. Penggunaan anggaran dari APBD harus terbuka. Jangan ada kesan ditutup-tutupi, sehingga akan menimbulkan kecurigaan publik,” ujar Awan.(jejakrekam)

Penulis Asyikin/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.