Jaksa KPK Heran Pasal Gratifikasi Tak Dipakai Majelis Hakim PN Tipikor Banjarmasin

0

VONIS yang dijatuhkan majelis hakim diketuai Yusriansyah terhadap Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif Abdul Wahid lebih ringan dibanding tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (15/8/2022).

APA tanggapan jaksa KPK? Koordinator jaksa KPK, Tito Jaelani mengakui vonis yang dijatuhkan majelis hakim patut dihormati, walau tidak mengenakan uang pengganti Rp 26 miliar lebih sebagaimana surat tuntutan KPK.

“Kami dari JPU KPK tentu menghormati apapun bentuk putusan dari majelis hakim,” kata Tito Jaelani kepada awak media, usai sidang vonis Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid.

Menurut Tito, KPK juga telah mencermati dan mendengarkan pembacaan amar putusan oleh majelis hakim terkait bebasnya tuntutan gratifikasi yang harusnya menjerat terdakwa Abdul Wahid. Hingga, dalam amar putusan ditiadakan sanksi uang pengganti.

BACA : Terima Gratifikasi Dari Para Kontraktor, Wahid dituntut 9 Tahun Penjara

Tito berpendapat jika ternyata unsur pidana gratifikasi dianggap hakim tak terbukti dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, justru dari fakta persidangan serta keterangan saksi sangat kuat adanya gratifikasi.

“Majelis hakim hanya memasukkan pembuktian supa dengan arti kata. Kalau suap, ada pemberinya. Tapi apa disebutkan Marwoto (saksi kunci) dan kawan-kawan justru ada unsur gratifikasi, yang menurut hukum harus dipertanggungjawabkan secara pidana,” ucap jaksa senior dari Kejagung RI ini.

BACA JUGA : Terbukti Korupsi, Bupati HSU Nonaktif Wahid Divonis 8 Tahun Penjara Tanpa Uang Pengganti

Begitu pula, beber Tito, unsur dalam pasal gratifikasi diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi ternyata tidak tercantum dalam amar putusan majelis hakim PN Tipikor akan segera dilaporkan.

“Padahal, dalam dakwaan KPK sudah kami cantumkan Pasal 18 mengenai gratifikasi. Nah, masalah ini akan segera kami laporkan ke pimpinan KPK, apakah menerima atau banding (terhadap putusan PN Tipikor Banjarmasin,” tegas Tito.

BACA JUGA : Berurai Air Mata, Bupati HSU Nonaktif Wahid Minta Keringanan Hukuman

Sementara itu, penasihat hukum terdakwa Bupati HSU nonaktif Abdul Wahid, Fadil Nasution mengatakan sangat jelas dari amar putusan majelis hakim, kliennya hanya terbukti melanggar tiga pasal. Yakni, Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf b  UU Tipikor serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Dalam pledoi (nota pembelaan) yang kami ajukan, jelas Pasal  12 huruf a tidak terbukti. Begitupula, Pasal 12 huruf b gratifikasi tidak terbukti. Jadi, hakim berpendapat hanya Pasal 12 huruf a UU Tipikor dan TPPU yang terbukti. Jadi, jelas tidak ada gratifikasi keseluruhan itu adalah suap (fee proyek Dinas PUPRP HSU),” beber Fadil Nasution.

BACA JUGA : Meski Dituntut Penjara Dan Denda, Abdul Wahid Dituntut lagi Uang Pengganti Rp 26 Miliar

Menurut dia, perkara suap yang diperiksa dan diadili di PN Tipikor Banjarmasin juga tidak sempurna, karena siap pemberi fee proyek hanya Maliki (mantan Plt Kadis PUPRP HSU), Fachriadi (Direktur CV Kalpatarua) dan Marhaini (Direktur CV Hanamas) yang kini jadi terpidana terjerat hukum.

“Kalau ditotal pemberian dari kedua baik Fachriadi maupun Marhaini hanya Rp 195 juta. Sementara, tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang didakwa KPK mencapai Rp 10 miliar lebih,” beber Fadil.

BACA JUGA : Ading Kandung Wahid Sebut Banyak Amplop Berisi Uang Di Meja Kakaknya

Melihat peluang hukum itu, Fadil memastikan jika pihaknya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin atas perkara yang mendera kliennya maka bisa dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

“Kalau bebas, kenapa tidak dibebaskan sekalian. Ini yan gakan kami diskusikan dengan klien kami, apakah nanti banding atau tidak atas putusan tingkat pertama ini,” pungkas Fadil.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.