Terima Gratifikasi Dari Para Kontraktor, Wahid dituntut 9 Tahun Penjara

0

SIDANG Bupati HSU non aktif Abdul Wahid kembali digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU KPK Tito Jaelani, Senin (25/7/2022).

MAJELIS hakim yang diketuai Yusriansyah dan dua hakim anggota Ahmad Gawi dan Arif Winarno, menyimak pembacaan urutan peristiwa, perolehan dan penyaluran aliran dana oleh terdakwa dengan total Rp 32 miliar, hingga pembacaan tuntutan yang dibacakan secara bergantian, setebal 850 halaman itu. 

Sejak menjabat sebagai Bupati HSU pada tahun 2013, terdakwa sudah minta komitmen fee proyek di Dinas PUPR sebesar 13 persen, yang diserahkan Maliki yang saat itu menjabat Kabid Sumber Daya Air sebesar Rp 660 juta.

“Komitmen yang diminta terdakwa berkisar dari 13- 15 persen, sejak tahun 2013-2021,” ujar Tito Jaelani. 

“Ini dibuktikan dari proyek irigasi Kayakan dan Bajang, yang dikerjakan oleh Marhaeni dan Fahriadi terdakwa menerima Rp 540 juta, kemudian dari Syarif 3 Rp miliar lebih, Berhad Rp 2 miliar lebih,  Mujibrianto Rp 2 miliar,” bebernya.

BACA: Keterangan Ahli Kuatkan Abdul Wahid Lakukan Pencucian Uang

Tak hanya sampai disitu, terdakwa Abdul Wahid juga menerima dari Kabid Cipta Karya Abraham Radi Rp 800 juta, Kabid Bina Marga Agus Susianto Rp 8 miliar dan dari Marwoto selaku Kasi Jembatan Rp 18 miliar

“Berikutnya, dari kontraktor lainnya seperti H Harliansyah Rp 305 juta,  H Odong Rp 250 juta, Taufikurahman Rp 1,3 miliar, Mahyuni Rp 3 miliar,serta juga dari Rahmat dan H Rusdi,” ungkap Tito. 

Selain menerima grafitasi, terdakwa juga menerima sogok dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni dari Maliki Rp 500 juta dan dari isterinya Rohana Rp 10 juta. 

“Terkait hal itu tambah Tito, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan perkara ini, kami JPU dalam perkara ini menuntut terdakwa 9 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 1 tahun kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 26 milyar lebih. Jika terdakwa tidak bisa membayar uang pengganti dalam satu bulan,  maka di pidana selama 6 tahun,” tuntut Tito.

Tito pun menuding bahwa terdakwa Abdul Wahid melakukan pembohongan, dimana Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Pejabat Negara (LHKPPN). “Yang dilaporkannya hanya Rp 718 juta,  ternyata uang terdakwa banyak ditemukan di rumahnya, juga aset terdakwa yang totalnya Rp 32 miliar lebih,” imbuhnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.