Politik Identitas, Ekstremisme dan Nalar Kritis

0

Oleh : Surya Fermana

PELAKU penembakan mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menurut laporan media melakukan tindakan nekat karena kebangkrutan orang tuanya yang disebabkan seringnya menyumbang pada lembaga keagamaan.

SHINZO Abe, menurutnya ikut mempromosikan lembaga keagamaan tersebut. Baru-baru ini PM Singapura, Hie Sen Long, juga mendapatkan ancaman pembunuhan.

Eskalasi kekerasan akibat sikap ekstrem atau juga dalam soal lain disebut radikal. Namun radikalisme lebih dihubungkan dengan sikap ekstrem akibat dari pemahaman agama tertentu.

BACA : Aleksandr Dugin, Guru Filsafat Vladimir Putin

Sering muncul dua pendapat yang menyebabkan sikap ekstrem; Pertama, akibat doktrin dan pemahaman keagamaan yang salah. Kedua, karena ada himpitan ekonomi atau kemiskinan.

Keduanya bisa berpadu namun secara psikologis penyebabnya adalah pada kemampuan menjawab ketidakpastian masa depan dan kemampuan mengatasi ancaman. Bagi orang yang tidak mampu mengatasi dua hal tersebut akan mencari jawaban ekstrem.

BACA JUGA : Lawan Politik Identitas, Akademisi FISIP ULM Sarankan Rasionalitas Harus Dipupuk

Memang ideologi dan doktrin agama tertentu ada yang memberikan jawaban instan untuk mengatasinya ditambah dengan janji-janji kemenangan bila mau berkorban dan lama kelamaan kelompok itu akan semakin eksklusif dan mencari musuh di luar kelompoknya yang menyebabkan cita-cita mereka tidak tercapai. Pengorbanan meski nyawa sekalipun harus diberikan demi tercapainya tujuan.

Di tengah situasi ekonomi dunia yang memburuk di era pandemi Covid 19 dan perang Rusia-Ukraina akan banyak memunculkan orang-orang yang melakukan tindakan ekstrem. Lebih parah lagi bila dibumbui dengan ideologi dan doktrin tertentu yang dilakukan secara terorganisir. Politik Identitas mengarah fasisme akan tumbuh subur di era krisis ekonomi.

BACA JUGA : Politik Identitas Picu Demokrasi Kalsel Tak Sehat

Ingat Nazi tumbuh cepat di Jerman karena ada krisis ekonomi. Pemerintahan yang baik adalah yang mampu menjawab ketidakpastian rakyatnya dan yang mampu memberikan inspirasi nalar berfikir kritis. Bagi yang sudah terpapar paham ekstrem harus segera direhabilitasi dan gerak jaringan ekstrem harus dihambat.

Dalam situasi krisis masyarakat harus sangat kritis terhadap politik identitas dan menolak kampanye elit yang menawarkannya, politik identitas mungkin jalan pragmatis yang cepat untuk meraih dukungan bagi politisi namun menjadi racun bagi masyarakat.(jejakrekam)

Penulis adalah Pengamat Intelijen

Direktur Eksekutif Rich & Famous Insitute

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.