Daripada Pikirkan Calon Pilkada, Akademisi ULM Ajak Pelototi Figur Penjabat Bupati Batola

0

HINGGA kini, bursa bakal calon Bupati Barito Kuala (Batola) yang akan berlaga pada kontestasi elektoral 2024 masih berkutat pada pusaran kekuasaan petahana.

SEBUT saja, nama Wakil Bupati Batola Rahmadian Noor disebut-sebut bakal maju berlaga menggantikan posisi tantenya, Hj Noormiliyani Aberani Sulaiman. Namun, sejumlah kalangan juga menyebut nama anggota DPRD Kalimantan Selatan dari Fraksi PDI Perjuangan, Fahrin Nizar.

Mengacu pada data Pilkada Batola 2017 yang dimenangi Dua Noor, ikon Hj Noormiliyani Aberani Sulaiman-Rahmadin Noor. Penerus dinasti Hasanuddin Murad, bupati dua periode sebelumnya dengan raupan 74.169 suara atau 48,76 persen dari 17 kecamatan di Batola.

Sedangkan, di posisi runner up ada duet Hasan Ismail-Fahrin Nizar dengan merebut 52.359 suara atau 34,42 persen. Di posisi buncit, H Bahriannoor -Suwandi dengan meraih 25.587 suara atau 16,82 persen.

BACA : Manuver Mahasiswa Batola Dukung Mendukung Kandidat Bupati Dikritik Akademisi ULM

Apakah fenomena itu akan terulang pada Pilkada Batola 2024 mendatang, karena kabupaten berjuluk Bumi Selidah atau Ije Jela ini merupakan basis massa Partai Golkar?

Antropolog-sosiolog FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Nasrullah mengatakan even kontestasi elektoral Batola 2024 masih cukup lama.

“Apalagi jika nanti mengukur siapa yang akan memimpin Batola ke depan hanya mengandalkan polling hingga deklarasi. Sebab, Pilkada Batola sama seperti pilkada lainnya di Indonesia baru digelar pada November 2024, usai dihelatnya Pemilu dan Pilpres 2024 pada Februari 2024,” tutur Nasrullah kepada jejakrekam.com, Sabtu (9/7/2022).

BACA JUGA : Isi Penjabat Bupati Batola ke Depan, Dosen ULM Usul Bisa dari Kalangan Akademisi

Menurut Inas, sapaan akrab akademisi muda ini justru ketika even pemilihan presiden dan legislatif terlebih dulu digelar, maka menghadapi even pilkada itu bak peribahasa bagai melihat semut di seberang lautan.

“Sebab, soal figur kandidat kepala daerah itu masih dalam ranah elitis. Bahkan, saya yakin kaum elite terutama di partai politik (parpol) justru terlebih dahulu memperhitungkan dampak Pilpres dan Pileg 2024 tersebut,” beber magister antropologi-sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Akademisi FKIP ULM Banjarmasin, Nasrullah. (Foto Dokumentasi JR)

Masih menurut Nasrullah, wacana atau support terhadap siapa yang layak baik secara ketentuan administratif dan memiliki kepedulian terhadap Batola di luar proses usulan dari kepala daerah gubernur, dukungan DPRD hingga ditentukan oleh Mendagri, justru adalah gambaran gajah di depan mata.

BACA JUGA : Jelang Pilkada 2024, Pengamat Politik Saran Plt Bupati Batola Nanti Paham Daerah

“Jangan biarkan wacana ini milik kaum elite, elemen masyarakat harus terlibat toh terlepas dari kewenangan penjabat tidak semaksimal kepala daerah hasil pilkada tetapi mereka tetap saja memimpin daerah,” beber Nasrullah.

Mantan aktivis mahasiswa ini menegaskan jika dibiarkan wacana ini bergulir di kalangan elite, maka pejabat yang ditunjuk itu seolah mendapatkan bonus konstitusi tanpa keringat yang mengantarkan yang  kepala daerah yakni bupati terpilih dalam pilkada 2024.

“Sekali lagi saya mengingatkan, pejabat daerah ini bukan hitungan bulanan tapi dua tahun bahkan lebih jika pilkada terjadi sengketa. Mengapa wacana publik tidak mengarah ke sana,” kata penulis buku Laung Bahenda ini.

BACA JUGA : Catatan 2 Tahun Kepemimpinan Daerah Kabupaten Batola, Pandemi dan Sungainya

“Apakah bukan karena melewati pemilihan langsung. Padahal dampaknya terhadap pembangunan Batola juga cukup besar,” cetus Nasrullah lagi.

Dia pun mengajak sudah saatnya elemen masyarakat memberikan dukungan kepada calon-calon yang dianggap layak. Layak karena memiliki kualifikasi secara administratif dan memahami sampai jeroan Batola sendiri.

“Inilah momentum memperkenalkan putra Batola baik berkiprah di Batola dan di luar Batola sebagai birokrat ataupun sebagai akademisi,” kata Nasrullah.

BACA JUGA : Apakah Ijejela atau Selidah, DPRD Batola Inisiatif Raperda Lambang Daerah

Dia menyarankan agar figur atau nama-nama potensi itu bisa diajukan kepada kepala daerah atau DPRD provinsi maupun kabupaten sebagai bentuk dukungan kepada yang bersangkutan.

“Setidaknya, langkah ini berimbas pada dua hal. Pertama, kandidat pejabat kepala daerah bukan definitif ini tidak didominasi wacana pilihan elite. Kedua, siapapun yang ditunjuk oleh Mendagri, mau tidak mau bekerja keras dan serius mengingat begitu kuatnya animo warga terhadap pejabat kepala daerah yang menjabat selama 2 tahun atau lebih tersebut,” imbuh Nasrullah.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.