Wahid Pakai Jurus Bantahan, 2 Kontraktor Proyek PUPRP HSU Ungkap Setor Fee Ratusan Juta

0

BUPATI Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, Abdul Wahid kembali membantah. Bantahan ini disuarakan dalam sidang lanjutan kasus korupsi dan pencucian uang terkait fee proyek Dinas PUPRP HSU di PN Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5/2022).

JURUS berkelit yang dimainkan Wahid ini dipakainya saat dicecar majelis hakim dan tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), usai mengorek keterangan saksi di bawah sumpah Alquran.

“Saya tidak pernah minta fee. Saya tidak pernah perintahkan harus perusahaan itu yang mengerjakannya. Saya tidak tahu fee 15 persen. Saya juga tidak pernah menentukan pemenang. Sebab, itu bukan kewenangan saya. Itu kewenangan satuan kerja perangkat daerah (SKPD),” beber Wahid, panjang lebar, saat mengomentari keterangan saksi.

BACA : Terlibat Kasus Fee Proyek, Bekas Plt Kadis PUPRP HSU Dijebloskan ke Lapas Banjarmasin

Wahid pun hadir sebagai terdakwa kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ini mendengarkan empat kesaksian. Yakni, kontraktor Didi Bukhari (H Odong), Taufikurrahman, Ahmad Syarif dan Mujibrianto.

Bantahan Wahid justru ditentang Didi Bukhari. Sebagai pemborong proyek di Dinas PUPRP HSU, Didi Bukhari mengungkapkan semua perintah bagi-bagi fee ini penetapan besaran setoran atas arahan Bupati Wahid, ketika itu.

“Saya sudah sampaikan sesuai dengan fakta. Bahkan, saya pernah menghadapi Bupati Wahid,” cetus Didi.
Kesaksian Didi Bukhari ini memperkuat fakta hukum yang terungkap dalam sidang korupsi Bupati Wahid di PN Tipikor Banjarmasin. Majelis hakim yang diketuai Yusriansyah dan dua hakim anggota; Ahmad Gawi dan Arif Winarno pun secara bergantian mencecar para saksi. Tak terkecuali, tim jaksa KPK dikoordinatori Fahmi Ariyoga.

BACA JUGA : Pakai Kode Serahkan Uang Jatah Bupati, Fee Proyek PUPRP HSU Turut Dinikmati Pejabat Pusat

Masih pengakuan Didi Bukhari bahwa dirinya dapat pekerjaan sejak 2018. Ada tiga paket yang ditawari Maliki, saat menjabat Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP HSU. Dengan catatan, dapat proyek bayar komitmen fee 15 persen, dengan menyerahkan uang segede Rp 250 juta kepada Maliki. Hingga akhirnya, Maliki pun diangkat Wahid sebagai Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPRP HSU.

“Yang pasti, semua paket pekerjaan di Dinas PUPRP HSU, khususnya proyek SDA itu sudah diplotting berdasar arahan Bupati Wahid,” ucap Didi.

BACA JUGA : Setor Fee Proyek Rp 20 Miliar, 4 Saksi Kompak Sudutkan Bupati HSU Nonaktif Abdul Wahid

Dari kalkulasi Didi, tiga paket yang didapat, maka total komitmen fee dibayar sebesar Rp 400 juta. Namun, akibat biaya operasional membengkak, terpaksa dikorting hanya Rp 250 juta. “Uang itu saya serahkan kepada Maliki. Sebab, Maliki beralasan bahawa Bupati Wahid selalu membutuhkan dana. Makanya, sisa pembayaran Rp 150 juta, mau dibayar, keburu ada operasi tangkap tangan (OTT) KPK, tak jadi,” kata Didi.

Nyanyian serupa juga ‘dilantunkan’ Taufikurrahman. Kontraktor proyek yang merupakan bekas pejabat Pemkab HSU ini mengatakan selalu mengasih 15 persen, walau dibayar bertahap. Apalagi, fee proyek itu diminta Maliki, berdasar ‘orderan’ Bupati Wahid. Menariknya, saat menjadi pemborong, Taufikurrahman ternyata masih berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

BACA JUGA : Uang Fee Proyek Dinas PUPRP HSU Mengalir Kemana-mana, Saksi : Dikasih ke Jaksa, Polisi dan LSM

“Bukan hanya Maliki, waktu Agus Susiawanto menjabat Kabid Bina Marga Dinas PUPRP HSU jgua meminta fee. Sama saja. Bahkan, saya pernah kasih Rp 500 juta yang diterima Agus yang datang ke rumah saya,” kata Taufikurrahman.

Gilanya lagi, Kabid Cipta Karya Dinas PUPRP HSU Abrahaman Radi pun juga turut meminta uang dari para kontraktor. Menurut Taufikurrahman, dirinya juga pernah memberi Rp 800 juta saat pengerjaan rehabilitasi Pasar Alabio.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.