Dari Pengakuan 5 Saksi, Fee Proyek Jadi Hukum Adat di Dinas PUPRP HSU

2

LIMA saksi dihadirkan tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membuka praktik komitmen fee proyek di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPR) Kabupaten HSU.

PARA saksi ini dikorek keterangannya di atas sumpah di hadapan majelis hakim diketuai Jamser Simanjuntak untuk terdakwa eks Plt Kepala Dinas PUPRP HSU Maliki di PN Tipikor Banjarmasin, Rabu (16/2/2022).

Lima saksi ini merupakan para kontraktor proyek Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR HSU. Yakni, Didi Bukhari alias H Odong, H Saiman alias H Sulai dan Taufikurrahman serta dua pejabat Dinas PUPR HSU; Rahmani Noor (Kabid Bina Marga) serta Marwoto (Kasi Pengairan.

Jaksa KPK Tito Jaelani dan Andri Lesmana mencecar lima saksi soal komitmen fee dengan besaran 10, 13 hingga 15 persen bagi kontraktor yang mendapat proyek Dinas PUPRP HSU.

BACA : Dicecar Hakim dan Jaksa KPK soal Korupsi PUPRP, Sekda HSU Taufik Pakai Jurus Tidak Tahu

Bak koor, lima saksi ini mengakui adanya komitmen fee bagi setiap kontraktor atau penyedia jasa yang mendapat jatah proyek Dinas PUPR HSU. “Itu merupakan permintaan saudara terdakwa Maliki atas perintah Bupati HSU (Abdul Wahid),” kata para saksi.

Rupanya, tak hanya proyek pengairan atau rehabilitasi irigasi, Kabid Bina Marga Dinas PUPRP HSU Rahmani Noor mengakui adanya fee 13 persen untuk proyek yang ditanganinya.

“Untuk uang dari jatah fee 13 persen diserahkan saudara Marwoto kepada ajudan Bupati HSU Abdul Latif,” kata Rahmani, diakuri kesaksian Marwoto.

BACA JUGA : Didakwa KPK dengan Pasal Berlapis, Terdakwa Maliki Tak Ajukan Eksepsi

Ia menegaskan komitmen fee 13 persen bagi proyek bina marga Dinas PUPRP HSU itu berlaku sejak 2018. Namun, keterangan ini dibantah jaksa KPK. “Justru ketentuan komitmen fee ini sudah berlaku sejak 2013,” kata Tito Jaelani, jaksa KPK, yang membuat para saksi terdiam.

Hal ini juga diakui Didi Bukhari, H Sulaiman dan Taufikurrahman. Para kontraktor atau penyedia jasa ini menegaskan jika tak membayar fee, jangan berharap lagi dapat jatah proyek di Dinas PUPRP HSU.

“Komitmen fee sejak 2019 dihitung dari nilai kontrak. Sedangkan, pada 2020-2021 diberlakukan dari pagu anggaran proyek,” kata Didi Bukhari dan kawan-kawan.

BACA JUGA : Kasus Suap Proyek Berulang, Jaksa KPK Tetap Tuntut 2 Terdakwa Dihukum Setahun 9 Bulan Penjara

Untuk pembayaran fee diakui para saksi dicicil. Yakni, lima persen pada termin pertama dan sisanya dilunasi usai pekerjaan atau proyek selesai digarap.

“Ya, bukan hanya untuk proyek yang ditenderkan. Komitmen fee itu juga berlaku untuk proyek penunjukan langsung (PL) di Dinas PUPRP HSU,” kata para saksi lagi.

Hakim ketua Jamser Simanjutak langsung menyelutuk. “Berarti komitmen fee itu semacam hukum adat yang berlaku di Dinas PUPRP HSU bagi kontraktor yang ingin mendapat paket pekerjaan. Berarti, kasihan bagi kontraktor yang tak mau kasih fee, hampir dipastikan tak dapat proyek,” kata hakim ketua.(jejakrekam)

Penulis Asyikin
Editor Didi G Sanusi
2 Komentar
  1. Dayak berkata

    Hukum adat itu ada suatu kebiasaan yg berlaku dimasyarakat setempat, klo demikian KKN telah tumbuh sejak lama.

  2. Pelapor berkata

    Periksa juga Kades desa Karias dalam, pembuatan irigasi di desa karias dalam ada yang tidak rampung. Selain itu permasalahan tidak samapinya uang hasil sewa tanah hak milik warga karias dalam ke tangan warga. Padahal perusahaan sudah membayar seluruh uang sewa kepada Kades.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.