Hanya 3 Tahun Duduki Banjarmasin, Jepang Hapus Warisan Belanda di Ibukota Borneo Selatan

0

Oleh : Didi Gunawan Sanusi

TERHITUNG hanya tiga tahun lebih sejak 1943 hingga 1945, di masa pendudukan Jepang di Banjarmasin telah mengubah wajah ibukota Borneo Selatan itu.

LEWAT jargon militeristik, Jepang adalah Cahaya Asia, Dai Nippon adalah Pelindung Asia. Dai Nippon merupakan Pemimpin Asia, Dai Nippon, Banzai! membawa Banjarmasin yang merupakan salah satu pusat peradaban kota termaju di Pulau Borneo, berubah drastis.

Pengembangan dan penataan Kota Banjarmasin yang telah disusun dan dijalankan Residen Krossen pada 1899, buyar dengan digantikan sistem militeristik ala fasisme Jepang. Padahal pada awal abad ke-20, Banjarmasin telah menjelma menjadi kota indah, bersih dan teratur. Bahkan, Banjarmasin juga mulai tumbuh perhotelan, perkantoran bank dan bisnis, pusat perbelanjaan, pelabuhan, taman-taman kota serta fasilitas urban lainnya.

Kantor Pusat Bormusij di Banjarmasin merupakan kongsi dagang Belanda yang menguasai tanah dan pasar di Banjarmasin. (Foto KITLV Belanda)

Bahkan, pada 1905, Ir Sebinga Mulder sempat mewacanakan penataan Kota Banjarmasin ke depan dengan pengembangan wilayah. Kawasan muara Sungai Alalak didesain menjadi pelabuhan. Sebagai pemasok pangan, kawasan Alalak Padang (kini Kecamatan Cintapuri Darussalam, Kabupaten Banjarmasin) disiapkan jadi area persawahan pasang surut.

BACA : Sungai Pembunuhan; Kisah Kekejaman Serdadu Jepang saat Duduki Banjarmasin

Sang arsitek di era kolonial Belanda, Mulder menyarankan agar pengembangan kota mengarah ke daerah antasan Sungai Andai dan Sungai Alalak sebagai ‘kota baru’ pelabuhan. Ide Mulder memang ditentang para pemilik modal yang menguasai lahan di Banjarmasin tergabung di Bormusij atau De N.V Borneo Sumatra Maatschappij. Ini karena, ‘kompeni kecil’ yang merupakan kongsi dagang berpusat di Den Haag, Belanda adalah penguasa tanah-tanah dagang di pelabuhan dan pasar yang ada di Banjarmasin.

Begitu serdadu Jepang datang dan pemerintahan dikendalikan penguasa tunggal di Borneo, Kapten W Okamoto dibantu seorang dokter gigi Jepang dan telah lama berdomisili di Banjarmasin, Dr Shogenji, semua berubah 180 derajat. Produk hukum warisan Banjar Raad (Dewan Banjar) dan era Kolonial Belanda diganti dengan hukum berbau militer seperti terekam dalam babon buku Sejarah Banjar.

BACA JUGA : Dalami Sejarah dan Kebudayaan Banjar, Wajidi Amberi ; Menulis untuk Keabadian

Kapten W Okamoto menetapkan Banjarmasin sebagai ibukota Provinsi Borneo. Mereka menetapkan Borneo Miniseibu (Hokatsu Kuiki Syu-Kai) atau Dewan Borneo Selatan yang berpusat di Banjarmasin. Saat itu, tercatat pada 1944, sebanyak 110 ribu penduduk yang harus dikontrol Banjarmasin Syi (Pemkot Banjarmasin).

Sebagai ibukota, Banjarmasin dibagi dalam 19 son (kampung) yang melebar hingga ke Berangas (sekarang masuk Kabupaten Barito Utara), di luar dari kawasan Hulu Sungai dan Kapuas-Barito.

Sebagai Ketua Dewan Borneo Selatan (Borneo Miniseibu) dipercayakan kepada Yamaji Taisya dalam membantu pemerintahan militer yang dijalankan W Okamoto. Dari Borneo Miniseibu, kontrol terhadap wilayah yang ada di Kalimantan lebih diperketat mencakup Pontianak Syu, Balikpapan Syu dan Tarakan Syu.

Mobil mewah petinggi militer Jepang di Banjarmasin saat menguasai Hotel Bandjer, hotel terkenal di masa kolonial Belanda. (Foto Australia War Memorial).

BACA JUGA : Sepenggal Cerita Gang Penatu yang Masih Tersisa

Guna meredam perlawanan pribumi, Jepang juga membentuk Panitia Pemerintahan Civil (PPC) di bawah kendali M Roesbandi. Dalam Borneo Miniseibu juga direkrut tokoh-tokoh pergerakan yang menentang kolonial Belanda, seperti Merah Nadalsyah, H Amin, Asj’ari, Thio Thiaw Hong, Edoeard Kam, Anang Imran, H Oesman Amin, MH Tjang, dan Mr Roesbandi

Penguasaan sektor ekonomi digenggam Jepang. Sedikitnya ada 10 pabrik dibangun Jepang. Di antaranya Mitsui Bussan yang bergerak dalam pabrik gula, Mitsubishi Ka Bushiki Kaisha yang mengatur tata niaga kayu, Toyo Menka Kaisha menititikberatkan pada pengelola pabrik tekstil, serta Nomwa Teindo Kabushiki Kaisha yang menguasai perdagangan karet Kalimantan.

BACA JUGA : Melacak Jejak Keraton Banjar, Apakah di Kuin atau Pulau Tatas?

Di era pendudukan Jepang ini, didirikan pabrik peleburan besi di Gunung Bajuin, Ketapang, Pelaihari, tambang mangan di Tarni, penambangan intan di Rancah Sing Cempaka, kemudian pabrik kertas di Sungai Bilu, dan pabrik tekstil di Muara kelayan, keramik di Rantau, serta minyak getah di Kandangan. Bahkan, pabrik kondom juga didirikan di Hulu Sungai yang terbuat dari karet untuk keperluan seksual tentara Dai Nippon.

Dalam catatan peneliti sejarah Banjar, Wajidi Amberi menguraikan Jepang melakukan politik Nipponisasi atau men-Jepang-kan bangsa Indonesia di berbagai bidang kehidupan dari  tingkatan dari anak-anak sampai kepada orang dewasa. 

BACA JUGA : Melintas Batas Benteng Tatas, Dibina Inggris hingga Bumi Hangus

Nipponisasi yang didukung oleh dominasi, mobilisasi, dan kontrol yang dilakukan tentara pendudukan Jepang, mengakibatkan berbagai pranata  (institution) masyarakat yang berkaitan dengan  politik dan pemerintahan, sosial budaya dan kemasyarakatan, pendidikan, ekonomi dan perdagangan, serta kehidupan pers mengalami perubahan yang drastis.

“Berdasar kesaksian M.P Lambut, ketika Jepang menduduki Banjarmasin, nyaris seluruh peninggalan atau warisan Belanda dibangun ratusan tahun dihapus,” tulis Wajidi dikutip jejakrekam.com, Senin (27/12/2021).

Kantor Kongsi Dagag Belanda, Bormusij di Banjarmasin yang mengontrol perdagangan pasar dan pelabuhan di Banjarmasin. (Foto KITLV Leiden Belanda)

Slogan, bahasa hingga lagu-lagu Jepang diwajibkan. Bahkan, berbagai fasilitas seperti jalan, bioskop,  badan usaha, dan sejenisnya diganti dengan nama-nama  Jepang.

BACA JUGA : Nostalgia Hotel Bandjer, Berburu Tanggui di Pasar Kuin

Dalam catatan peneliti ahli madya pada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Kalimantan Selatan, ada beberapa perubahan nama jalan dikeluarkan pemerintah militer  Jepang. Berdasarkan berita Surat kabar Kalimantan Raya No. 28 tanggal 8 April 1942 bertajuk “Perobahan nama-nama djalanan”, nama-nama jalan yang diubah dengan nama Jepang, dapat dilihat pada tabel berikut.

No.Nama Asal (Nama Belanda) Posisi JalanNama Baru (Nama Jepang)Sekarang (tahun 2020)
1.Noordeindemulai dari jembatan kamar bola “de kapel” sampai jembatan Pasar Lama)Jalan OkamotoJalan Jenderal Sudirman
2.Resident de Haanwegmulai dari jembatan Telawang sampai jembatan kamar bola “de kapel”Jalan YamamotoJalan Lambung Mangkurat
3.School wegMulai dari jalan Yamamoto sampai KoenbrugJalan KataokaJalan Hasanuddin HM
4.Oelin wegmulai dari Koenbrug sampai batas Gemeente Km. 6.500Jalan MatsumotoJalan A. Yani
5.Waterstaatslanmulai dari jalan Okamoto sampai Heerengract kantor Waterstaat)Jalan HamadaDitutup bangunan Dinas PU Provinsi Kalsel
6.Palmenlaanmulai jalan Okamoto sampai Heerengracht dekat tennisbaanJalan MuraokaJalan Keramaian
7.Emmastraatmulai dari Kroesenlaan sampai Kertak BaroewegJalan Dr. ShogenjiJalan Pangeran Samudera
8.Kerklaanmulai dari jalanan Okamoto sampai HeerengractJalan FujikawaJalan Syar’i Musaffa
9.Happewegmulai dari jalan Teluk Tiram sampai KroesenlanJalan MetakeJalan Pelabuhan
10.RingwegMulai dari Heerengracht sampai Kertak BaroewegJalan NakamuraJalan Loji. Kini Jalan M.T. Haryono
11.HeerengrachtMulai dari Kerklaan sampai HendrikswegJalan OmoriJalan D.I. Panjaitan
12.MilitairewegMulai dari simpang Hendriksweg sampai RingwegJalan SuzukiJalan S. Parman
13.SwatparkMulai jalan Okamoto sampai Ringweg-Kertak Baru) Jalan Merdeka
Sumber : Bubuhanbanjar.wordpresss.com/Wajidi Amberi

BACA JUGA : Sejuta Memori dari Perangko Pertama di Banjarmasin

Kemudian, masih dalam catatan Wajidi, Jepang juga mengubah nama-nama bioskop di Banjarmasin dengan nama Jepang. Misalnya Bioskop Eldorado (Nama gedung bioskop di Pasar Lama, Banjarmasin) diganti namanya menjadi Minami Borneo Gekijo (kelak Sekitar tahun 1950-an, di bekas lokasi bangunan lama oleh pemiliknya, Hoesein Razak, bersama Muhammad Hasyim, dan PGRI didirikan bioskop dengan nama “Bioskop Merdeka”).

Bioskop Rex menjadi Osaka Gekijo (Setelah merdeka berganti nama menjadi Bioskop Ria, kemudian ditempati Barata Departement Store), dan mendirikan cabang-cabang  Osaka Gekijo di Kandangan, Barabai, Amuntai, dan Tanjung.

“Mereka menayangkan film-film Jepang atau film yang mendukung proganda perang,” tulis Wajidi.(jejakrekam)

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jejakrekam.com

Koordinator AJI Biro Banjarmasin Cabang Balikpapan

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2021/12/28/hanya-3-tahun-duduki-banjarmasin-jepang-hapus-warisan-belanda-di-ibukota-borneo-selatan/,Borneo-Sumatra-Maatschappij Banjarmasin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.