Pilkada dan Pembusukan Politik

0

Oleh : Muhammad Uhaib As’ad

PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) tidak tidak tertutup kemungkinan sekadar menjadi arena pembusukan politik. Pembusukan politik ini sebagai dampak dari Piilkasa yang bercorak pasar gelap.

SEKALI lagi, model demokrasi pasar gelap dan biaya tinggi ini memberikan kesempatan bagi para cukong menjadi penumpang yang mengendalikan Pilkada. Apa yang bisa diharap bagi rakyat dari model Pilkada atau pesta demokrasi seperti ini?

Adalah Ratnia Salihah (2016) dalam tulisannya, Pola Relasi dan Politik di Indonesia Masa Reformasi: Kasus Rent-Seeing. Ratnia Salihah pun secara umum menjelaskan bahwa, para calon kepala daerah yang dibandari para cukong akan sulit menghindari perilaku berburu rente ekonomi untuk membayar upeti politik pada cukong.

BACA : Demokratisasi Pilkada dalam Cengkeraman Oligarki Lokal

Kekuasaan jabatan akan dipertaruhkan. Yaitu mempertaruhkan jabatan untuk memperdagangkan pengaruh (trading power influence). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Muhammad Ali Azhar (2016) dalam tulisannya, Fenomena Rent-Seeking Pengusaha-Penguasa. Penguasa yang di dari para cukong secara otomatis akan tersandera dan cukong-cokong itu menjadi majikan (patron) penguasa daerah.

Pilkada selamanya akan menjadi busuk (decay), ketika institusi demokrasi (partai politik, KPU, Bawaslu, dan instrumen demokrasi ikut terlibat proses pembusukan politik karena kuatnya intervensi colong dan mendikte melalui kuasa uang.

BACA JUGA : Pilkada di Tengah Pusaran Oligarki Lokal

Dalam banyak kasus Pilkada keterlibatan aparat penyelenggara Pilkada masih saja terjadi. Oleh karena itu, mari kita komitmen bersama bahwa Pilkada adalah arena sucii untuk membabtis penguasa daerah dan rakyat pun tidak terjebak politik pragmatisme yang akan menyengsarakan dalam jangka panjang.

Literasi politik harus digalakkan bagi rakyat sehingga rakyat tidak melihat Pilkada sekedar rutinitas yang kehilangan makna substantif. Atau Pilkada tidak lebih pesta poranya para cukong atau elite politik yang melelahkan dan membosankan.(jejakrekam)

Penulis adalah Peneliti pada Pusat Studi Politik dan Kebijakan Publik, Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.