Pilkada di Tengah Pusaran Oligarki Lokal

0

Oleh: Muhammd Uhaib As’ad

KONTESTASI demokrasi atau pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 sebentar lagi dimulai. Genderang perang politik pun telah ditabuh. Para kandidat yang akan bertarung telah menakar kekuatan dan kelemahan lawan politik.

ADRENALIN politik dan sumber daya masing-masing kandidat telah disiagakan. Sumber daya sosial, politik, finansial, dan jaringan patronase telah dikalkulasi para kandidat. Kontestasi demokrasi adalah arena laga perang perebutan kekuasaan politik, ekonomi, dan  gengsi politik.

Pengerahan sumber daya politik, ekonomi (kekuatan finansial), dan jaringan patronase adalah amunisi utama dalam memasuki medan lagi Pilkada. Medan laga Pilkada adalah menjadi arena angker dan menakutkan bagi mayoritas warga negara (politica citizen) di negeri.

Angker, kejam, sarat jaringan mafia politik, kriminal politik, dan menjijikkan. Sebuah penggambaran realitas sosiologi politik dan demokrasi saat ini. Realitas kenyinyiran di tengah sanjungan dunia bahwa negeri ini adalah laboratorium terbesar demokrasi terbesar ke tiga pasca kekuasaan Orde Baru.

BACA : Demokrasi dan Oligarki Lokal: Refleksi Kritis Menyongsong Pilkada di Kalsel

Kebebasan berdemokrasi telah dirasakan oleh rakyat yang tidak pernah terbayangkan pada pada pemerintahan Orde Baru. Selama Orde Baru berkuasa telah memberangus kebebasan berdemokrasi dan hak-hak politik warga. Reformasi politik tahun 1998 menandai berakhirnya kekuasaan otoriter dan oligarki yang diiringi proses demokratisasi.

Demokratisasi adalah imaginary order bagi rakyat dan merindukan hadirnya tatanan politik dan ekonomi lebih baik. Itulah mimpi. Beyond imagination bagi rakyat.

Pilkada adalah arena  mendaulat pemimpin daerah. Arena menakar kualitas demokrasi. Arena menguji janji demokrasi. Arena menjawab imaginary order rakyat di negeri ini. Pilkada adalah arena pencarian bagi calon pemimpin daerah. Pilkada bukan arena membaptis calon pemimpin korup dan pengkhianat.

BACA JUGA : Pilgub Kalsel Dalam Cengkeraman Oligarki

Seiring perjalanan waktu, Pilkada langsung sebagai anak kandung reformasi belum memperlihat kualiatas denokrasi, kualitas demokrasi  melahirkan pemimpin daerah berintegritas dan bermartabat. Pilkada justru melahirkan pemimpin daerah yang  terperangkap dalam elite cupture corruption. Penguasa daerah yang lahir dari proses demokrasi persekongkolan para aktor.

Sejatinya Pilkada menjadi arena membangun demokrasi justru bergeser menjadi arena transaksional para elite politik atau politik, dan aktor bisnis.

Kontestasi Pilkada selama ini tidak lebih sebagai arena pasar gelap yang mempertemukan kepentingan aktor politik dan bisnis. Oleh karena itu, dapat dipahami bila penguasa daerah yang terpilih lebih mengabdi kepada para cukong politik daripada mengabdi kepada rakyat. Inilah paradoks demokrasi, demokrasi yang dikendalikan para cukong.

BACA JUGA : Denny Indrayana Akui Politik Kalsel Masih Dikuasai Oligarki Lokal

Pilkada mahal menjadi kesempatan para cukong, khususnya partai politik membangun politik transaksional, saling mempertukan sumber daya kekuasaan (power exchance Resouces) dan memperdagangkan pengaruh kekuasaan (power trading influence). Akibatnya, Pilkada sekadar melahirkan penguasa yang tersandera para oligarki yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Feodalisme dan oligarki kekuaaan tidak terhindarkan.

Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) rentan terjadi untuk melakukan kick back dan perburuanan rente ekonomi bagi penguasa.

Sejumlah penguasa daerah yang terpapar kasus korups sesungguhnya berkaitan erat dengan proses demokrasi. Proses demokrasi yang dekendalikan para oligarki telah menggunakan kuasa kapital untuk membajak demokrasi.

Pada sisi lain, partai politik seharusnya menjadi sarana demokrasi justru menjadi kartel layaknya perusahaan. Kartelisasi partai politik telah memandulkan demokrasi, demokrasi menopause. Para calon kepala daerah tentu saja akan berhitung ulang bila mau melamar partai politik sebagai kendaraan politik.

BACA JUGA : Demokratisasi Pilkada dalam Cengkeraman Oligarki Lokal

Akibatnya, hanya orang-orang yang memiliki kuasa modal saja yang bisa melamar partai politik. Ini fakta telanjang dalam realitas politik saat. Suatu realitas terstruktur di alam demokratisasi. Demokratisas yang diwarnai permainan politik uang dan pesekongkolan. Politik uang dan persekongkolan menjadi lingkaran setan dalam kegamangan berdemokrasi.

Adalah Burhanuddin Muhtadi dalam karyanya Politik Uang, 2020, dan Puadi dalam Pemilu dan Politik Uang, 2020, memiliki argumen sama dalam menjelaskan praktek politik dalam kontestasi elektoral.

“Dominasi praktik politik uang dalam kontestasi elektoral tidak terlepas dari sistem politik dan perilaku partai politik. Sistem politik dan perilaku partai politik telah memberikan ruang bagi hadirnya para petualang politik dan pemilik modal sebagai cokung atau political broker di tengah pragmatisme demokrasi”. 

Deskripsi ini mengantarkan kita pada pemahaman dan pembacaan peta bumi politik (Political geography) di Kalimantan Selatan. Dinamika politik lokal di Kalimantan Selatan (Kalsel) terkait erat situasi politik nasional. Perilaku politik nasional akan memberikan dampak dan warna bagi politik lokal. Pemabacaan terhadap politik lokal, khususnya pemilihan gubernur (Pilgub), kandidat yang santer terekspose baru incumbent, H Sahbirin Noor.

BACA JUGA : Persengkongkolan Para Aktor Berwatak Oligarki-Predator

Sahbirin Noor atau Paman Birin seperti pemberitaan beredar akan berpasangan H Muhidin dan kemungkinan akan diusung oleh Partai Golkar dan PAN. Sebagai penantang adalah H Denny Indrayana berpasangan H Difriadi Darjat. Pertanyaannya adalah, apakah ada pasangan lain? Pasangan yang diusung PDIP dan bekoalisi  dengan partai politik uang tidak masuk dalam barisan koalisi Sahbirin Noor-Muhidin dan koalisi Denny Indrayana-Difriadi?

Ada kesan bahwa belum muncul poros ketiga tentu saja terkait soal kalkulasi kekuatan politik. Sebenarnya PDIP bisa majadi political driver memimpin koliasi poros ketiga. Pertanyaan selanjutnya adalah, siapa yang menajdi kandidat dari poros ketiga itu? Rosehan NB atau Pangeran Khairul Saleh?

Pasangan H Sahbirin Noor-H Muhidin yang didukung Partai Golkar dan PAN, sementara pasangan Denny Indrayana-Defriadi didukung Partai Geridera,  Demokrat, PPP dan Berkarya, pemacaan peta politik semakin menarik. Incumbent secara teoritik lebih maju selangkah karena memiliki kekuatan infrasturktur politik, jaringan birokrasi, dan memiliki kekuatan regulasi yang bisa saja regulasi itu menjadi instrumen untuk meneguhkan basis patronase politik dan ekonomi.

Sementara itu, pasangan Denny Indrayana-Defriadi sebagai penantan incumbent dan dukungan  empat partai politik menjadi kekuatan yang tidak bisa dipandang remeh-temeh. Bagi partai politik yang belum menentukan pilihan koalasi, saya kira masih meninggun tiupan angin politik Kamana akan berlabuh.

Haris Makkie Krikil bagi Petahana

Santernya dukungan DPD Golkar Kalsel untuk mencalonkan Haris Makkie berpasangan dengan Yuni Abdi Nur Salaiman HB untuk bertarung dalam pemilihan Walikota Banjarmasin tidak mulus. Kandas karena tidak mendapatkan rekendasi Pimpinan Pusat Partai Golkar. Pimpinan Pusat lebih memilih Hj Ananda (mantan Ketua Golkar Kota dan Ketua DPRD Kota Banjarmasin), sedangkan Ketua Golkar Banjarmasin saat ini di ketuai H. Yuni Abdi Nur Sulaiman HB yang terpilih secara aklamasi beberapa waktu.

Gagalnya Haris-Makkie untuk calon Walikota dari Partai Golkar tidak berarti memupus harapan politik bagi Haris Makkie untuk bertarung di Kota Banjarmasin. Haris Makki mendapatkan berkah politik Partai Gerindera untuk kontestasi di Kota Banjarmasin berpasangan Ilham Noor, sang Sekretaris DPD Gerindra Kalimantan Selatan.

BACA JUGA : Desak Pemerintah Jalankan Amanat UUD 1945, KAMI Kalsel Dideklarasikan

Sebuah logika politik, kenapa DPD Partai Golkar Kalsel mendukung Haris Makkie- Yuni Abdi Nur Sulaiman HB? Peta politik Pilgub Kalsel, Kota Banjarmasin salah satu arena penentu kekuatan suara dalam Pilkada Gubernur dari 13 kabupaten/kota. Semula, kehadiran Haris Makkie-Yuni Andi Nur Sulaiman HB diharap dapat mendongkrak suara petahana ketimbang menyokong seorang Hj Ananda. Argumen ini sangat rasional.

Haris Makkie yang masih berstatus sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalimantan Selatan, juga sebagai Ketua PWNU Kalimantan Selatan. Haris Makkie merupakan putra dari seorang tokoh Kalimantan Selatan, H Ahmad Makkie. Atas dukungan Partai Gerindera itu secara politik akan menambah kekuatan politik bagi Denny Indrayana. Di sinilah keandalan Julak H Abidin sebagai Ketua DPD Partai Gerindera Kalsel dalam membaca dinamika politik dan Haris Makkie pun akan menjadi krikil bagi sang petahana.

BACA JUGA : Gurita Korupsi Politik dan Menjemput Ajal Anak Bangsa

Pembacaan lain adalah dukungan PPP terhadap Denny Indrayana, kekuatan peta politik tidak lagi  terkonsentrasi pada kandidat tertentu. Sangat berbeda pada Pilgub Kalsel sebelumnya.  HM Aditya Mufta Ariffin alias Ovie sebagai Ketua DPW PPP Kalsel yang kembali mencalonkan diri sebagai  alon Walikota Banjarbaru berpasangan Dr Syahriani Syahran (mantan Sekda Banjarbaru dan Ketua Gerindera Banjarbaru), secara polititk menguntungkan pasangan Denny Indrayana.

Suara di Benua Enam akan mengalami fragmentasi dan masing-masing kandidat memiliki peluang yang sama untuk mendulang suara. Pengamatan saya, Pilgub Desember datang akan lebih marak dan lebih menarik dari pada Pilgub sebelumnya di tengah pandemi Covid-19 dan praktik politik uang pun akan semakin subur di tengah kesulitan ekonomi.

Antara petahana dan penantang, Denny Indrayana sama-sama berada dalam wilayah Banjar Pesisir. Perebutan simpul basis patronase di Kotabaru, Tanah Bumbu dan Tanah Laut adalah arena yang menarik. Namun demikian, uang perlu dipahami bahwa kontestasi elektoral di Kalimantan Selatan tidak dapat dipisahkan hadirnya Local bosissm atau local strongmen yang mendrive dan menghitamputihkan jagat perpolitikan lokal di Kalimantan Selatan.(jejakrekam)

Penulis adalah Peneliti Pusat Studi Politik dan Kebijakan Publik Banjarmasin

(Isi dari artikel ini sepenuhnya tanggungjawab penulis bukan tanggung jawab media)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2020/08/24/pilkada-di-tengah-pusaran-oligarki-lokal/

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.