Sudah Ada Putusan PTUN, Ria Merasa ‘Dipingpong’ Oknum Kantor Pertanahan Banjar

0

RIA Fitriani belum bisa sedikit bernapas lega. Perjuangan untuk memohon pemecahan sertifikat tanah sebenarnya membuahkan hasil. Namun, sialnya, justru Kepala Kantor Pertanahan (dulu BPN) Kabupaten Banjar, terkesan ‘mempingpong’ putusan hukum itu.

WARGA asli Banjar ini memohon pemecahan sertifikat tanah ini telah mengantongi putusan PTUN Nomor 2/P/FP/2019/PTUN.BJM, tertanggal 14 November 2019. Namun, hingga kini, putusan lembaga pengadil itu belum ditindaklanjuti Kepala Kantor BPN Kabupaten Banjar sebagai termohon.

Menurut Ria, dirinya mengajukan permohonan ke PTUN Banjarmasin, selaku direktris di perusahaan kecil yang menyediakan perumahan subsidi bagi masyarakat.

Makanya, Ria mengungkap sudah mengajukan permohonan pemecahan sertifikat itu sejak awal 2019. Namun, setelah melalui pengukuran dan survei serta telah dibayarkan sejumlah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) untuk keperluan itu.

BACA : Akui Masih Ada Sengketa Lahan, Menteri ATR Serahkan 3.000 Sertifikat Tanah

Celakanya, justru pemecahan sertifikat dan segala prosedur telah ditempuh, tak kunjung direalisasikan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar dengan berbagai macam alasan.

“Bahkan, dari sistem komputerisasi di Kantor Pertanahan  sebenarnya telah ada nomor-nomor pemecahannya, namun  keanehan alasan berhentinya proses tersebut justru datang ketika saya sudah seluruh biaya pemecahan sertifikat tanah itu ke kas negara,” tutur Ria didampingi kuasa hukumnya, Madinatul Fadhilah kepada awak media di Banjarmasin, Selasa (22/9/2020) malam.

Ria pun mengungkap dirinya sudah beberapa kali menghadap Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar. Namun, hanya dijanjikan dan tidak kunjung selesai-selesai. Hingga, ada ‘keputusan’ bahwa tanah tersebut dinyatakan tidak dapat dipecah.

“Makanya, saya curiga karena merasa dipermainkan oknum. Saya juga lapor ke Ombudsman Kalsel. Hingga Ombudsman mengeluarkan rekomendasi agar diselesaikan secara musyawarah dengan Kantor Pertanahan Banjar,” tutur Ria.

BACA JUGA : Puluhan Tahun Menunggu, Transmigran Pensiunan TNI AL Tak Juga Mendapatkan Sertifikat Tanah

Karenanya, Ria pun kembali menghadap Kantor Pertanahan. Dalam berita Acara musyawarah tersebut, pihak Kantor Pertanahan Kabupaten meminta dirinya untuk mengajukan ‘gugatan’ ke PTUN Banjarmasin, jika tidak puas terhadap proses pemecahan tersebut.

“Dari sisi, saya merasa dipermainkan aparat, makanya mengajukan gugatan ke PTUN Banjarmasin. Lewat kuasa hukum saya, Madinatul Fadhilah dari Kantor Hukum AGS Madina,” tutur Ria.

Atas jasa pengacara spesialis kasus tanah asal Jakarta itu, Ria mengajukan permohonan ke PTUN Banjarmasin pada 16 Oktober 2020.

“Permohonan tersebut diajukan untuk meminta penetapan atas permohonan pemecahan sertifikat tanah tersebut. Iya, bentuknya permohonan, bukan gugatan. Karena ini bukan sengketa. Permohonan atas dasar penegakan asas fiktif positif,” tutur Madina, menambahkan.

Permohonan tersebut dikabulkan oleh PTUN Banjarmasin pada 14 November 2019. Dalam amar putusan PTUN Banjarmasin dengan jelas dinyatakan: “Mewajibkan kepada Termohon Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan sesuai permohonan pemohon, sebagaimana Surat Permohonan Nomor: 520.007/PDT-RS/IX/2019 perihal Permohonan Pemecahan Bidang Tanah dan Penerbitan Sertifikat Pecahan  (dari Sertifikat Induk : SHGB Nomor 06536, di Desa Gambut, Kecamatan Gambut) tertanggal 27 September 2019”.

BACA JUGA : Ombudsman Dorong Pemda Bikin Unit Layanan Pengaduan Masyarakat

“Namun, hingga saat ini kemenangan tersebut seperti kemenangan di atas kertas,” ungkap Madina.

Ia mengungapkan termohon yakni Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar belum melaksanakan putusan tersebut. Alasannya lagi, saat dilakukan pengukuran dan pemeriksaan data fisik dan yuridis tidak sesuai.

“Padahal alasan tersebut telah diperiksa oleh majelis hakim dan berdasar bukti dan saksi persidangan telah dinyatakan sebagai alasan yang tidak berdasar hukum,” kata Madina.

Alih-alih melaksanakan putusan, yang terjadi adalah termohon hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan pengukuran  dan pemeriksaan lapangan hanya untuk membuat Berita Acara Pelaksanaan Putusan. Sehingga dengan dalih kegiatan- kegiatan pemeriksaan tersebut, termohon menyatakan bahwa putusan PTUN Banjarmasin tersebut telah dilaksanakan.

“Namun dalam pemeriksaan penetapan eksekusi oleh Ketua PTUN, alasan tersebut ditolak, karena tidak berdasar hukum dan jelas mengada-ada,” kata Madina lagi.

Ia menerangkan kliennya Ria pun baik secara langsung maupun melalui kuasanya, juga telah beberapa kali mengingatkan dan meminta termohon untu melaksanakan perintah pengadilan dengan sukarela. Namun, hingga lebih dari 200 hari kerja sejak putusan tersebut berkekuatan hukum tetap (inckract), tidak kunjung dipecah juga sertifikatnya.

“Sudah cukup dengan ketidakjelasan ini,” ungkap Madina. Ia pun akhirnya melayangkan permohonan penetapan eksekusi kepada Ketua PTUN Banjarmasin, dengan adanya Penetapan Eksekusi No. 2/P/FP/PEN.EKS/2019/PTUN.BJM tertanggal 21 September 2020. Dengan itu, diharapkan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banjar (selaku termohon eksekusi) dapat lebih bertanggungjawab melaksanakan isi putusan pengadilan tersebut.

BACA JUGA : Ada Dugaan Tumpang Tindih Aturan, Ombudsman Kalsel Telisik Konflik Baliho Bando

“Selama ini yang dilakukan termohon hanya melakukan pengukuran ulang dan kegiatan-kegiatan lain-lain. Ini  adalah upaya termohon untuk tidak melaksanakan putusan pengadilan ini sehingga dengan sangat jelas berupaya melawan perintah pengadilan,” urai Madina.

Bahkan, Madina menegaskan ada konsekuensi hukum berdasar Undang-Undang Nomor  30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.