Kedepankan Asas Praduga Tak Bersalah, Ini Analisis Pakar Hukum Pidana ULM atas Kasus Ansharuddin

0

MEREBAKNYA informasi bermuatan negatif yang tertuju ke sosok Bupati Balangan Ansharuddin terkait dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan, disikapi pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin.

“DALAM proses peradilan pidana maupun proses penegakan hukum pidana, wajib memperhatikan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent),” ucap pakar hukum pidana ULM Banjarmasin, Dr H Ahmad Syaufi kepada jejakrekam.com di Banjarmasin, Senin (14/9/2020).

Ia menjelaskan asas tersebut tertuang dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c  dan  Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Di mana  setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap,” tegas Syaufi.

BACA : Kejati Kalsel Pastikan Kasus Dugaan Cek Kosong Ansharuddin Tetap Diproses

Menurut dia, dalam kasus ini, Ansharuddin sebelumnya dilaporkan DPH ke Polri dalam hal ini Polda Kalsel dengan dugaan melakukan tindak pidana penipuan. Selanjutnya, perkara tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Banjarmasin dalam nomor perkara perkara 1277/Pid.B/2019/PN.Bjm. 

“Ternyata, dalam proses persidangan, Ansharuddin melalui kuasa hukumnya mengajukan eksepsi terkait kompetensi pengadilan negeri yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut,” tuturnya.

Akhirnya, menurut Syaufi, majelis hakim PN Banjarmasin menyampaikan putusan sela yang pada intinya menyatakan bahwa PN Banjarmasin tidak berwenang mengadili perkara tersebut. Sebab, menurut majelis hakim, tempat kejadian perkaranya ada di Balangan. “Hingga saat ini  proses persidangan terhenti,” katanya.

BACA JUGA : Didemo Aktivis LSM Soal Kasus Balangan, Jaksa Kejati Kalsel : Tunggu Usai Pilkada

Terkait laporan DPH, Syaufi mengungkapkan terlapor Ansharuddin pun menduga ada perekayasaan fakta yang dilakukan oleh pelapor. Hingga, Ansharuddin melapor balik DPH ke Ditreskrimum Polda Kalsel dengan dugaan melakukan tindak pidana penipuan atau pemerasan dengan ancaman kekerasan. Hal ini terkait Pasal 378 sub 368 ayat (1) sub 263 ayat (1) dan (2) sub 55, 56 KUHP.

“Berikutnya, Ansharuddin juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Paringin atas perbuatan melawan hukum DPH dan kawan-kawan,” urai Syaufi.

Pakar hukum pidana ULM Dr H Ahmad Syaufi

Dalam perkembangan terakhir atas laporan polisi Nomor LP/620/XI/2019/KALSEL/SPKT tanggal  29 November 2019, DPH ditetapkan sebagai tersangka.

Ini berdasar Surat Ketetapan Nomor S.Tap/91.0-3/VII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Juli 2020 yang disampaikan melalui SP2HP Nomor B/200-3/VII/2020/Ditreskrimum tanggal 9 Juli 2020.

“Bisa juga diamati perkembangan terakhir atas gugatan perdata ke PN Paringin dengan para tergugat yakni  Dwi Putra Husnie, Mukhlisin, dan Rusian, perkara tersebut telah diputus dengan Putusan Nomor 7/Pdt.G/2019/PN.Prn berbunyi: menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima. Kemudian, menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan seterusnya,” beber Syaufi.

BACA JUGA : Ansharuddin Kembali Terjerat Kasus Utang Piutang

Berikutnya, Ansharuddin selaku penggugat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Banjarmasin dengan terbanding para tergugat. Tak berselang lama, mendapat putusan  PT. Bjm Nomor 4/PDT/2020/PT.BJM tanggal 28 Februari 2020.

“Ada pun isi putusan itu adalah menerima permohonan banding dari pembanding semula penggugat tersebut. Kemudian, PT Banjarmasin membatalkan putusan PM Paringin tanggal 5 Desember 2019 Nomor 7/Pdt.G/2019/PN.Prn yang dimohonkan banding,” urainya.

Dalam putusan berbunyi mengadili sendiri, majelis PT Banjarmasin mengabulkan gugatan pembanding semla, penggugat sebagian. Kemudian, menyatakan terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III melakukan perbuatan melawan hukum.

Bahkan, PT Banjarmasin menghukum terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III untuk membayar biaya kerugian secara tanggung renteng yang dialami oleh pembanding semula penggugat sebesar Rp 500 juta.

BACA JUGA : Masalah Bupati Balangan Diungkap Lagi, Kuasa Hukum : Pelapor Kasus Cek Kosong juga Tersangka!

Lalu, menghukum terbanding I semula tergugat I, terbanding II semula tergugat II dan terbanding III semula tergugat III untuk membayar biaya perkara dan seterusnya.

“Jadi, berdasar penjelasan pada poin 3, 4, dan 5 bahwa dapat diduga DPH melakukan rekayasa fakta atas laporannya terhadap  Ansharuddin. Kemudian, Ansharuddin  juga dilaporkan dengan dugaan melakukan tindak pidana penggelapan di Subdit II Ditreskrimum Polda Kalsel,” tuturnya.

Nah, kata Syaufi, mengingat kewajiban menerapkan asas praduga tak bersalah, agar terciptanya keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum. “Makanya, jelas selayaknya tuduhan kasus-kasus terhadap Ansharuddin, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap,” pungkas Syaufi.(jejakrekam)

Penulis Ahmad Husaini

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.