Dilarang Berdagang di Wilayah Tabalong, Puluhan PKL Mengadu ke DPRD HSU

0

GARA-gara tak bisa berdagang lagi ke wilayah Kabupaten Tabalong di tengah pandemi virus Corona (Covid-19), puluhan pedagang kaki lima (PKL) mengadukan nasibnya ke DPRD Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).

LARANGAN bagi para pedagang non Kabupaten Tabalong yang diberlakukan pemerintah setempat, membuat para pedagang asal Kabupaten HSU selama tiga bulan tidak lagi menggelar lapak dagangan. Terutama, di pasar-pasar mingguan maupun pasar permanen di wilayah Tabalong.

Perwakilan para pedagang kaki lima (PKL) atau biasanya dikenal pedagang pemburu pasar ini diterima Komisi II DPRD HSU yang membidangi perekonomian di Aula DPRD HSU, Amuntai, Rabu (24/6/2020).

BACA : Hanya Untuk Pedagang Lokal Tabalong, Pasar Mingguan Kembali Dibuka

“Para PKL asal Kabupaten HSU tidak bisa lagi berdagang di wilayah Kabupaten Tabalong. Mereka melarang kami masuk ke wilayahnya, dengan alasan wabah Corona,” ucap H Khairil, mengutarakan keluhannya.

Dalih kabupaten tetangga lainnya karena sekarang Tabalong sudah dinyatakan zona hijau. Sementara, Kabupaten HSU dinilai masih zona merah penyebaran Covid-19.

“Alasan ini yang dipakai mereka. Padahal, kami menginginkan ada solusi, supaya tidak ada kecemburuan sosial. Sebab, hanya pedagang Tanjung yang boleh berjulan. Padahal kami sudah 15 tahun berdagang mencari nafkah di sana,” ucap Khairil.

BACA JUGA : Tangkal Orang Masuk Bawa Virus, Tabalong Perketat Wilayah Perbatasan Daerah

Ketua Komisi II DPRD HSU H Fadillah memastikan aspirasi para PKL akan segera diperjuangkan, karena waktu tiga bulan pelarangan itu jelas merugikan para pedagang.

“Kami akan segera berkomunikasi dan memfasilitasi aspirasi PKL HSU ini ke Pemkab Tabalong. Jadi, ada solusi agar para pedagang HSU bisa kembali berdagang di Tabalong,” ucap Fadillah.

Politisi Golkar ini meminta Pemkab HSU harus segera membuka dialog dengan Pemkab Tabalong, agar masalah larangan pedagang luar wilayah bisa dicabut.

“Harapan kita, tentu para pedagang HSU bisa kembali berdagang di sana. Tiga bulan larangan ini sudah terlalu lama,” cetus Fadillah.

Senada itu, anggota Komisi II DPRD HSU Junaidi mengaku prihatin dengan larangan yang dibuat pihak Pemkab Tabalong.

“Padahal, sekarang sudah memasuki new normal (tatanan baru), sehingga segala aktivitas kegiatan ekonomi bisa dibuka kembali. Jadi, tidak ada alasan bagi Pemkab Tabalong melarang pedagang HSU untuk berjualan, asalkan mereka tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” tutur Junaidi.

BACA JUGA : Hitungan Jam, Kasus Positif Covid-19 di HSU Bertambah Menjadi 55 Orang

Legislator PKB ini mengakui para PKL HSU ini dikenal sebagai pedagang tangguh yang memburu pasar, tak hanya di wilayah Tabalong juga merembes ke wilayah lainnya baik Kalimantan Selatan maupun Kalimantan Timur.

“Adanya larangan berjualan ini membuat pendapatan para PKL HSU menurun tajam. Padahal, dari berdagang itu bisa mereka dapat pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dan pendidikan,” tutur Junaidi.

Menurut dia, DPRD HSU akan segera menelusuri latar belakang terbitnya kebijakan larangan bagi pedagang non Tabalong.

“Walau itu hak prerogatif Pemkab Tabalong, tapi harusnya juga mempertimbangkan bahwa sudah puluhan tahun pedagang HSU turut mengembangkan perekonomian daerah itu,” ucap Junaidi.

BACA JUGA : Bupati Abdul Wahid Klaim Pencegahan Covid-19 di HSU Sudah Maksimal

Secara historis, menurut dia, tindakan diskriminasi yang diberlakukan Pemkab Tabalong itu justru bisa berpotensi menyinggung perasaan masyarakat HSU. “Padahal, Tabalong itu awalnya berasal dari HSU, yang merupakan kabupaten hasil pemekaran,” cetus Junaidi.

Ia pun berharap agar Pemkab dan DPRD Tabalong bisa membuka dialog, sehingga persoalan diskriminasi pedagang HSU tidak berlangsung lama, karena segala aktivitas perekonomian sudah dibuka di tengah pemberlakuan kebijakan new normal oleh pemerintah pusat.(jejakrekam)

Penulis Muhammad
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.