Tarik Pajak Hiburan, Pemkot Banjarmasin Disarankan Gandeng Perbankan

0

TEMPAT hiburan malam (THM) di Banjarmasin, tumbuh bak cendawan di musim hujan. Terutama, diskotek, pub, karaoke, bar, dan lainnya. Untuk memungut pajak hiburan, Pemkot dan DPRD Banjarmasin telah menerapkan Perda Nomor 10 Tahun 2011, menetapkan tarif pajak berjenjang.

TERUTAMA dalam Pasal 6 Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan, ditetapkan tarif 10 persen untuk pertunjukan film di bioskop, pagelaran seni dan musim, pameran, sirkus, akrobat, bowling, refleksi dan pertandingan olahraga.

Sedangkan pajak 30 persen dikenakan bagi karaoke, mandi uap/spa, dan tarif 40 persen untuk diskotek, klab malam, bar, pub, musik hidup (live music) musik dengan DJ dan sejenisnya.

BACA :  Realisasi Pajak Restoran dan Hiburan di Banjarmasin Meningkat Tajam

Pajak hiburan sendiri termasuk pajak daerah primadona bagi Banjarmasin, di samping pajak hotel dan restoran. Ini berkaca dari perolehan pajak hiburan yang melampaui target, seperti tahun 2017 lalu, ditarget Rp 32 miliar, berhasil dihimpun Rp 38 miliar.

Bukan tanpa alasan, di ibukota Provinsi Kalimantan Selatan tumbuh subur THM. Ambil contoh, Diskotek Athena di Hotel Banjarmasin Internasional (HBI), The Peak International Executive Club Karaoke and Pub di Hotel Golden Tulip, Armani Executive Club di Hotel Armani, Nasa Karaoke Luxury Club di Hotel Nasa, Hoky 89, serta sejumlah diskotek, pub, karaoke atau klab malam yang ada di sejumlah hotel di Banjarmasin.

Mengincar potensi serta menutup kebocoran, Ketua Komisi II DPRD Banjarmasin Bambang Yanto Permono mengatakan perlunya regulasi untuk direvisi, agar permasalahan pajak hiburan terutama di tempat hiburan malam (THM) bisa maksimal dan sesuai ketentuan.

BACA JUGA :  Pajak THM Ditengarai Bocor, DPRD Panggil Bakueda Banjarmasin

“Selama ini, penerimaan pajak hiburan tidak optimal karena menggunakan sistem self assessment tax return artinya pengusaha THM sendiri menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar,” ujar Bambang Yanto Permono kepada wartawan di Banjarmasin, Kamis (16/1/2019).

Ini belum lagi ditambah keluhan dari pengusaha THM terhadap tingginya tarif pajak hiburan sampai 40 persen. Menurut legislator Partai Demokrat ini, pengusaha THM juga mengeluhkan durasi jam tayang terlalu singkat, hanya berkisar tiga atau empat jam. “Kami inginkan jalan tengah. Jadi, potensi pajak hiburan tercapai dan maksimal. Sedangkan, satu pihak terutama pengusaha THM tidak merasa dirugikan,” kata Bambang.

Namun, Awan Subarkah mengusulkan agar sistem penerimaan pajak hiburan bisa berjalan optimal harus diubah. “Sistem yang kita tawarkan adalah pajak online yang real time. Artinya, saat konsumen membayar secara otumatis langsung bisa terbaca Bakeuda dan dipotong pajak,” kata politisi PKS ini.

BACA LAGI :  Pemkot Banjarmasin Genjot Tiga Pajak Daerah Primadona

Walaupun Bakeuda Banjarmasin mengklaim menggunakan sistem online, Awan Subarkah berpendapat lain. Menurut dia, sistem pemungutan pajak hiburan ala Bakueda Banjarmasin belum real time, karena ada beberapa langkah hingga informasi itu sampai ke tangan mereka.

“Untuk mencegah keborocan pajak hiburan harusnya dihitung per hari, sehingga bisa terdeteksi besarannya,” katanya.

Sekretaris DPW PKS Kalsel ini menyarankan agar Pemkot Banjarmasin bisa meniru langkah Pemprov DKI Jakarta dengan menjalin kerjasama dengan Bank BRI untuk penarikan pajak hiburan. “Hal serupa juga diterapkan Pemkot Surabaya dan Pemkot Bogor. Sistem ini bisa diadopsi Pemkot Banjarmasin,” tandasnya.(jejakrekam)

 

Penulis Ahmad Husaini
Editor Didi GS

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.