Kehidupan Sungai Banjar dalam Jurnal Penjelajah Belanda

2

JURNAL yang ditulis Eerste Jaargang, seorang penjelajah berkebangsaan Belanda memberi gambaran begitu hidupnya kampung-kampung dagang yang menjadi bandar di tepian Sungai Barito dan Martapura di Banjarmasin.

GORESAN catatan harian yang dirangkum Eerste Jaargang menjadi bagian dari majalah berjudul Nederland’s Indie edisi 1838 yang diterbitkan di Ter Lands Drukkerij Batavia dan kini disimpan dalam Perpustakaan University of Minnesota.

Eerste Jaargang menceritakan perjalanannya dari Batavia yang kemudian singgah di Benteng Tabanio pada 1824, sebelum menuju Banjermassing-nama Banjarmasin dalam korespondensi Hindia Belanda di era kolonalisme. Rute yang harus dilewati Eerste Jaargang adalah rute pelayaran perdagangan yang dirintis armada VOC dan diambilalih Kerajaan Belanda menjadi hal yang wajib bagi para penjelajah asal Eropa.

Sang penulis jurnal perjalanan Eerste Jaargang pun sudah mendapat informasi bagaimana Banjarmasin yang sangat berdekatan dengan Dayak, atau dalam tulisannya dicantumkan kalimat Daijakkers tersebut. Jaargang pun menceritakan bagaimana testominya tentang Kota Banjarmasin di era pemerintahan kolonial yang berpusat di Benteng Tatas (Fort of Tatas) yang dikelilingi Sungai Tatas sebagai pusat perwakilan Gubernur Jenderal Belanda dari Batavia di Tanah Borneo.  Ada beberapa sungai yang dilintasi Jaargang sebelum memasuki Banjarmasin, seperti Sungai Musang, Sungai Aluh-Aluh, Sungai Urus, Pudut dan lainnya. Hingga, Jaargang mengungkapkan dalam jurnal setebal 25 halaman itu keindahan Pulau Kaget yang menjadi kawasan habibat bekantan, kera berekor panjang endemis Borneo.

Begitupula, Jaargang yang memberi judul jurnalnya Van Tabanio terug naar Banjermassing (Dari Tabanio kembali ke Banjarmasin) itu mengaku kagum dengan menelusuri kelokan sungai-sungai yang ada di ibukota Borneo itu. Dalam catatan itu, Jaargang menggambarkan kampung Basirih di masa kolonial Belanda, atau Bagau hingga Bahaur (kini masuk wilayah Kalimantan Tengah) sebagai bandar kecil yang mesti harus dilewati kapal-kapal niaga.

Nah, begitu memasuki areal kota Banjarmasin yang dibelah Sungai Martapura, Jaargang pun menyebut bandar-bandar kecil atau kampung-kampung yang hidup dengan denyut sungainya seperti Kampung Loji (Pecinan) yang tumbuh gudang-gudang komoditas karet, dan lainnya. Atau, Kampung Antasan Besar, Amarong (kampung tentara Belanda) dan Kuin (Dekween) yang  berkembang dari aliran sungai.

Kemudian, Jaargang juga menyebut sungai-sungai yang terhubung dengan Sungai Martapura seperti Banyiur, Antasan Kecil, Rawa Kuin, Binjai,  Jawa Baru, Sungai Baru, Pekapuran, Kelayan Besar, Bagau, Bahaur, Basirih dan Tujil yang diperkirakan sedikitnya dihuni ada 3.000 jiwa.

Begitu singgah di Kampung Loji (kini kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Piere Tendean) yang menjadi pusat Kota Banjarmasin, Jaargang pun harus melapor ke kantor Resident Belanda yang berpusat di Benteng Tatas (kini menjadi kawasan Masjid Raya Sabilal Muhtadin).  Bahkan, Jaargang pun mengunjungi Kampung Amarong yang merupakan perkampungan tentara Belanda dan Eropa, warisan dari VOC dan menggambarkan kehidupan sungai justru menjadi ruh dari semua kehidupan Banjarmasin.

Berada di Tanah Banjar, Jaargang juga menulis kehidupan kebudayaan Banjar di bawah Kesultanan Banjar juga hidup dengan kultur dan khasanah budaya. Dia pun menyebut ketika datang ke Banjarmasin disambut dengan tarian baksa dadap dan baksa teming, serta menyaksikan kehidupan orang-orang batang banyu yang tinggal di lanting-lanting di bantaran sungai yang dilewati sang penjelajah ini. “Orang Banjar kebanyakan menganut agama Muhammad. Meski banyak pula orang-orang Bugis dan China yang hidup di kota itu,” tulisnya.

Dia juga merasa kagum dengan kekayaan Sultan Banjar yang diungkapkan memiliki intan seberat 70 karat serta harta benda berharga lainnya. Usai berkunjung ke Banjarmasin, perjalanan Jaargang pun dilanjutkan ke berbagai daerah seperti ke Bakumpai, Negara, Tabalong dan kota-kota lainnya yang cukup rinci dicatatnya dalam jurnalnya tersebut.(jejakrekam)

 

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi
2 Komentar
  1. Sammy berkata

    Mohon maaf, sedikit koreksi untuk artikel ini, erste jargang dalam tata bahasa Belanda, bukan nama orang, tetapi menunjukkan urutan terbitan. Jadi kalau eerste jaargang artinya terbitan pertama. Penggunaan kata eerste dalam Bahasa Belanda berarti tahun pertama. Dengan kata lain tahun pertama buku yang diterbitkan. Eerste dalam tata bahasa belanda termasuk numeralia bertingkat (menyatakan jumlah atau urutan). dari kata dasarnya een. Jaargang menunjukkan arti: tahun, dari kata dasar jaar. Wassalam

    1. admin berkata

      Ok…Pak Sammy, terima kasih atas koreksinya. Kami sungguh sangat senang dengan masukannya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.