Menangkap Kisah Mistis dan Problema Sosial Masyarakat Sungai dalam Buku Tumbukan Banyu

0

TAK hanya pelukis dan sastrawan, talenta Hajriansyah terbilang moncer. Dia menangkap kisah masyarakat yang bermukim di tepian sungai dirangkum dalam sebuah buku.

KARYA teranyar Ketua Dewan Kesenian (DK) berjudul Tumbukan Banyu; Kisah-kisah di Tepian Sungai ini merupakan kumpulan cerita pendek (cerpen) seputar kehidupan dan denyut nadi warga bantaran sungai.

“Memang kalau sekilas dari judul buku Tumbukan Banyu merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Daha Selatan atau Nagara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS). Ayah saya memang berasal dari Nagara, namun saya dilahirkan dan dibesarkan di Banjarmasin,” ucap Hajriansyah kepada jejakrekam.com, Jumat (8/12/2023).

Menurut Hajriansyah, buku Tumbukan Banyu berisi kumpulan cerpen diterbitkan guna menyambut Aruh Sastra Kalimantan Selatan (ASKS) XX pada 27-29 Oktober 2023 lalu di Banjarmasin, terkait dengan tema kearifan lokal sungai.

BACA : Penulis Muda dari Komunitas Arkalitera Bedah Buku Antologi Puisi Hajriansyah

Mahasiswa doktoral UIN Antasari ini mengungkapkan untuk merampungkan kumpulan cerpen dalam sebuah buku cukup lama. Buku Tumbukan Banyu ini berisi tujuh cerpen lama dan tiga cerpen baru yang belum pernah dipublikasikan.

“Beberapa dari cerpen lama tersebut saya ubah-suai sesuai dengan perkembangan kepenulisan saya terakhir ini,” kata Hajri, sapaan akrab pemilik Kampung Buku (Kambuk) Banjarmasin ini.

Buku berjudul Tumbukan Banyu; Kisah-kisah di Sepanjang Tepian Sungai ini bergenre sastra diterbitkan oleh Jual Buku Sastra (JBS) Yogyakarta pada Oktober 2023 setebal 117 halaman dengan ukuran buku 13×9 cm. Buku ini pun telah tersuguh di Kambuk Banjarmasin, Jalan Sultan Adam, Sungai Miai, Banjarmasin dengan harga Rp 60 ribu.

BACA JUGA : Usung Kemarau Landang dengan 20 Lukisan Terbaik, DK Banjarmasin Helat BAW 2023 Selama Sepekan

Ada 10 cerita ditulis oleh Hajriansyah dengan mengambil sungai sebagai latar ceritanya, khususnya di Kalimantan Selatan. Cerita itu mengupas soal sungai yang sebagai jalur moda transportasi sebagai ruang interaksi dalam beragam peristiwa.

“Kalimantan dan sungai adalah dua wilayah yang hadir dalam pusaran konflik. Soal-soal sosial tanpa meninggalkan unsur manis sebagai bagian kisah. Ya, romansa berkelindan dengan masalah penting bagi aliran sungai dulu, kini dan nanti,” begitu narasi dari pihak penerbit JBS Yogyakarta.

BACA JUGA : Perkaya Khazanah Paribasa Banjar, Buku Karya Sastrawan Banua; YS Agus Suseno Terbit

Buku karya penulis yang pernah menimba ilmu di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta ini pun dibedah di Kambuk Banjarmasin, Rabu (12/11/2023) lalu.

Dosen Antropologi Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Arif Rahman Hakim menilai buku berjudul Tumbukan Banyu karya Hajriansyah ini sangat penting dalam menyemangati penulis cerpen, khususnya penulis muda dalam berkarya. Utamanya, melihat lanskap dan persoalan lokal sebagai mata air bagi kreativitas penulis Banua.

Sementara itu, Muhammad Irwan Aprialdy mengatakan ketika membaca buku berjudul Tumbukan Banyu seperti menemukan nostalgik sebagai orang Banjar yang hidup dengan cerita-cerita di seputar sungai. “Baik terkait dengan problema sosial, maupun yang membicarakan sisi-sisi mistik pandangan dunia orang Banjar,”  kata sastrawan dan guru bahasa ini.

BACA JUGA : Cetak Penulis Fiksi Banua di WikiBuku, Kambuk Banjarmasin rangkul Wikimedia Berkolaborasi

Menurut dia, ada figure aneh yang seperti datang dari dunai gaib selalu menyertai perikehidupan orang Banjar. “Seperti nenek moyang orang Banjar lahir dari kedalaman sungai, seperti kisah Putri Junjung Buih,” ucap Apriadly.

Penyair YS Agus Suseno justru sempat bertanya apakah judul buku itu dimaksud adalah sebuah desa atau daerah di Nagara atau kini Kecamatan Daha Selatan.

BACA JUGA : Sihir Baru Sebuah Kota, Cerita Inisiator dalam Perkembangan Sastra di Banua

Hajriansyah pun menjelaskan memang tumbukan banyu itu merupakan pertemuan beberapa arus sungai besar (Sungai Nagara dan Batang Alai) dijadikan metafora guna mengemukakan cerita sosial dan mistik kehidupan orang Banjar. Hal ini jugdan berdasar pengalaman Hajriansyah sebagai penulis dan orang-orang serta lingkungan sekitar.

Koleganya sesama pelukis, Sandi Firly justru mengamati dalam karya cerpen pada buku Tumbukan Banyu lebih identic dengan kehidupan sang penulis.

“Dalam menulis cerpen, tentu Hajri tidak seluwes dan sebebas imajinasinya ketika melukis,” imbuh wartawan senior dan cerpenis ini.(jejakrekam)

Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.