Hari Pangan Sedunia 2023; Kebingungan Petani Jejangkit di Lumbung Pangan

0

Oleh : Kisworo Dwi Cahyono

HASIL analisis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimanta Selatan mencatat bahwa produktivitas pertanian di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala usai ditetapkan sebagai lokasi Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018, justru mengalami penurunan tajam.

BAHKAN, tak hanya penurunan produktivitas untuk padi sawah, namun juga gagal panen. Terkhusus lagi para petani di Jejangkit justru mengalami gagal tanam dalam tiga tahun terakhir ini.

Faktanya, pada 2020, produksi tanaman padi mencapai seluas 2.879 hektare. Namun di Tahun 2021 produksi padi menurun menjadi 2.127 hektare, begitu juga di tahun 2022 produksi padi semakin menurun drastis hanya seluas 1.104 hektare

Hal ini yang kemudian mesti didorong bersama agar pemerintah serius mendampingi masyarakat di Jejangkit khususnya masyarakat petani. Sebab, tahun 2023 warga hampir mengalami gagal tanam.

Meski bisa menanam, hanya sebagian petani saja yang berani bertaruh dengan alam karena waktu tanam yang terlambat dari waktu yang seharusnya. Dengan kondisi tersebut petani juga harus mengairi sawah mereka menggunakan pompa karena kekeringan sehingga biaya produksi petani semakin bertambah.

BACA : Warga Jejangkit Kecewa, Perwakilan Julong Group Dilempar Kotak Tisu Saat Pertemuan di DPRD Kalsel

Awal tahun 2023 juga menjadi ujian bagi petani Jejangkit untuk mempertahankan lahan pangan mereka. Pasalnya banjir yang tidak kunjung surut di Kecamatan Jejangkit diduga akibat pompanisasi dari perusahaan sawit di wilayah tersebut.

Ada setidaknya dua perusahaan yang diduga menjadi sumber penyebab parahnya banjir tersebut di antaranya PT Putra Bangun Bersama dan PT Palmina Utama yang merupakan perusahaan asal China yaitu Julong Group.

BACA JUGA : Usai Pulau Curiak dan Kanoko, Bupati Batola Hj Noormilyani Bidik Kembangkan Jejangkit Ecopark

Kedua perusahaan ini dilaporkan warga Jejangkit kepada Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan baik itu eksekutif maupun legislatif. Namun, sampai saat ini perusahaan ini diduga kuat masih bebal dan dianggap tidak memenuhi tuntutan masyarakat Jejangkit.

Dengan adanya kondisi tersebut Walhi Kalimantan Selatan menyatakan sebagai berikut:

  1. Mendesak pemerintah mengevaluasi proyek food estate maupun proyek serupa yang telah berjalan dan yang masih dikerjakan
  2. Mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan konflik pertanian dan perkebunan warga dengan perusahaan perusak lingkungan yang menyebabkan rusaknya lahan kelola rakyat
  3. Mendesak pemerintah untuk menurunkan harga pupuk dan segala macam obat baik pertanian maupun perkebunan serta memberikan akses yang mudah kepada petani
  4. Mendesak Gubernur Kalimantan Selatan untuk membuat regulasi yang jelas mengatur harga jual bahan pangan hasil dari perkebunan dan pertanian yang berpihak kepada para petani
  5. Mendesak pemerintah untuk melakukan perbaikan dan pemulihan kepada para petani yang lahannya terdampak bencana alam atau pun bencana yang dibuat oleh perusahaan perusak lingkungan
  6. Mendesak Mabes Polri dan Kapolda Kalsel harus segera melakukan penegakan hukum terhadap perusak lingkungan, khususnya pertambangan dan perkebunan sawit, dan kejahatan lingkungan yang menimbulkan kerusakan pada lahan masyarakat
  7. Mendesak pemerintah menghentikan izin baru pada korporasi perusak lingkungan, izin sering kali menyebabkan kerusakan lingkungan yang berakibat pada kelangkaan bahan pangan
  8. Mendesak pemerintah melakukan perbaikan dan pemulihan kerusakan lingkungan termasuk sungai, drainase, jalan dan infrastruktur lainnya dan khususnya lahan-lahan persawahan yang rusak akibat banjir
  9. Mengevaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk keberlanjutan lingkungan dan kedaulatan pangan.(jejakrekam)

Penulis adalah Direktur Eksekutif Walhi Kalsel

Editor Ahmad Riyadi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.