Hadirkan Sudut Pandang Berbeda; Pelacakan Sejarah Tionghoa Banjar Bakal Berlanjut ke Jilid II

0

BUKU berjudul Tionghoa Banjar ditulis sejumlah penulis ‘keroyokan, terekam dalam 500 halaman telah diluncurkan bahkan dibedah.

OLAH kerja bareng Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3), Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) serta Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Kalimantan Selatan dicetak oleh Pusaka Banua Banjarmasin.

Para penulis dari berbagai sudut pandang atau perspektif berbeda menyajikan narasinya. Di antaranya, Mansyur (Dosen Sejarah ULM), Sandi Firly (penulis/jurnalis), Mursalin (Arlong), dosen sejarah UIN Antasari, Sugiharto Hendrata K, akvifis Tionghoa Banjar, Maria Roeslie, pengamat budaya  Tionghoa Banjar, Direktur LK3 Banjarmasin Abdani Solihin.

Kemudian, Arif Rahman H, akademisi sosiologi ULM, Wadarta Jong (penyuluh agama Budha), Noorhalis Majid, aktivis dan pegiat budaya dan bahasa Banjar turut menyumbangkan hasil olah pikirnya.

BACA : Digarap 1,8 Tahun, Buku Tionghoa Banjar Suguhkan Perspektif Kiprah Warga Keturunan

“Memang, cukup banyak riset soal kehadiran Tionghoa atau Cina Banjar di Kalimantan Selatan. Termasuk, asal muasal migrasi dan eksistensi Cina Parit di Pelaihari, Tanah Laut yang menyebar di Kalsel,” tutur Mansyur, peneliti sekaligus penulis sejarah lokal Kalsel kepada jejakrekam.com, Sabtu (5/8/2023).

Menurut Mansyur, cukup lama untuk menyeragamkan perbedaan dari berbagai penulis guna bisa dibukukan dalam bentuk hardcopy Tionghoa Banjar.

BACA JUGA : Sarat Nilai Filosofis, Tradisi Warga Tionghoa Banjar Sambut Tahun Baru Imlek

“Ya, soal keseragaman tulisan hingga hal-hal yang mungkin dianggap remeh temeh harus kami akomodir dalam buku Tionghoa Banjar ini,” kata dosen muda Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM ini.

Saat diluncurkan dan dibedah di Hotel Rodhita, Banjarmasin, Minggu (30/7/2023), menghadirkan Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Kota Banjarmasin M Ehsan El Haque, akademisi FKIP ULM Dr Sainul Hermawan, serta guru besar sejarah Prof Dr Bambang Subiakto hingga generasi Tionghoa Banjar dari kalangan milenial, Lindawati Tjandera dengan moderator Diana Rosianti.

Masukan juga datang dari pegiat sejarah dan aktivis kemasyarakatan, Supriansyah. Dia mengeritik dalam ratusan lembar halaman ternyata tidak memuat sejarah adanya keturunan Tionghoa di Marabahan, Barito Kuala (Batola), khususnya dari trah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datu Kelampayan dengan istrinya, Go Hwat Nio binti Kapten Kodok atau disapa Tuan Guwat .

BACA JUGA : Peran dan Kiprah Tionghoa Banjar Dalam Lintasan Sejarah

“Padahal, keturunan Datu Kelampayan itu banyak berkiprah sebagai pendakwah dan penerus keulamaan sejak Kesultanan Banjar, era Kolonial Belanda hingga sekarang,” tutur Supriansyah.

Maria Roeslie dan Sugiharto Hendrata (tengah) bersama warga Tionghoa Banjar usai diskusi dan peluncuran buku Tionghoa Banjar. (Foto FB Maria Roeslie)

————

Adanya kritikan ini pun langsung direspons Winardi Sethiono. Ketua DPW PITI Provinsi Kalsel ini mengatakan pada edisi revisi hingga buku Tionghoa Banjar jilid 2 akan diakomodir beberapa hal yang baru.

“Termasuk, soal adanya pengrajin jukung Tiung yang ternyata juga berasal dari orang-orang Tionghoa, hingga menjadi bagian dari armada atau perahu khas Banjar,” tutur Winardi.

BACA JUGA : Hikayat Dua Klenteng Besar, Identitas Etnis Tionghoa Banjar

Menurut dia, buku kolaborasi 10 penulis yang dituangkan dalam Tionghoa Banjar ini memang lebih banyak bicara sisi sejarah, kiprah, politik, budaya hingga kuliner, termauk akulturasi yang turut memengaruhi budaya Banua.

“Jadi, buku Tionghoa Banjar kedua akan bisa mengakomodir dan lengkap. Sebab, seperti peribahasa tak ada gading yang tak retak. Makanya, buku Tionghoa Banjar ini akan berlanjut pada jilid II dengan pelacakan sejarah dan narasi yang menguatkan kiprahnya di Tanah Banjar,” imbuh Wins, sapaan akrab pengusaha periklanan dan politisi NasDem ini.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.