Tak Diutak-Atik! 4 Raperda ‘Digantung’ DPRD Banjarmasin, Kabag Hukum Pertanyakan Alasannya

0

NASIB empat rancangan peraturan daerah (raperda) inisiatif Pemkot Banjarmasin diajukan ke DPRD Kota Banjarmasin seperti ‘digantung’. Nyaris, hampir 7 bulan produk hukum itu tak diutak-atik oleh parlemen kota.

EMPAT raperda itu adalah penyertaan modal ke Perumda Pengelolaan Air Limbah (PAL) Domestik Kota Banjarmasin, penyertaan modal ke PT Air Minum (PTAM) Bandarmasih.

Kemudian, raperda menumbuhkembangkan kehidupan beragama yang merevisi bahkan mencabut Perda Ramadhan serta raperda perubahan atas Perda Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perusahaan Daerah Pasar ‘Baiman’ Kota Banjarmasin. Empat raperda ini sendiri diajukan pemerintah kota dalam rapat paripurna DPRD Banjarmasin pada 25 Januari 2023 lalu.

Terakhir, raperda kelima adalah penyelenggaraan transportasi yang jadi acuan dalam program integrasi moda transportasi darat dan sungai di Kota Banjarmasin telah diajukan ke rapat paripurna DPRD pada Rabu (21/6/2023).

“Ya, hampir 7 bulan keempat perda, termasuk satu raperda penyelenggaraan transportasi itu belum dibahas oleh DPRD Banjarmasin. Makanya, kami berencana pada Senin (24/7/2023) akan mendatangi Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banjarmasin guna mempertanyakan masalah itu,” ucap Kepala Bagian Hukum Setda Kota Banjarmasin, Jefrie Fransyah kepada jejakrekam.com, Sabtu (22/7/2023).

BACA : Antropolog ULM Sebut Perda Ramadhan Bisa Jaga Suasana Khas Kebatinan Bulan Puasa

Dia mengakui gara-gara tak digodok oleh DPRD hampir 7 bulan, turut mengganggu proses legislasi daerah yang diajukan pemerintah kota. “Jelas menggangu. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini ada kejelasan,” kata Jefrie.

Mengapa Pemkot Banjarmasin tak mendesak parlemen kota untuk segera mengagendakan pembahasan dengan pembentukan panitia khusus (pansus) menggodok raperda-raperda tersebut? Jefrie mengakui pihak pemerintah kota sebenarnya mendesak, namun gayung belum bersambut.

BACA JUGA : 6 Bulan ‘Digantung’, Ketua DPRD Banjarmasin Surati 8 Fraksi Bahas 4 Raperda Usulan Pemkot

Sebelumnya, Ketua DPRD Kota Banjarmasin Harry Wijaya sendiri sudah melayangkan surat ke 8 fraksi untuk meminta kejelasan nasib empat raperda yang telah diparipurnakan pada 25 Januari 2023 lalu. Untuk 8 fraksi di DPRD Banjarmasin adalah Fraksi PAN, Fraksi PKS, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PDIP, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PKS dan Fraksi Restorasi Bintang Persatuan (RBP) gabungan PBB, Partai NasDem dan PPP.

Sementara itu, akademisi hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri Hadin tak memungkiri ada tarik ulur kepentingan politik sebenarnya cukup berpengaruh terhadap pembahasan produk hukum yang diajukan oleh pihak eksekutif, dalam hal ini Pemkot Banjarmasin.

BACA JUGA : Surati Walikota Banjarmasin, MUI Kalsel Minta Perda Ramadhan Tetap Dipertahankan

“Ambil contoh, soal raperda penyertaan modal PT AM Bandarmasih dan Perumda PAL Domestik Kota Banjarmasin, selama ini yang terbaca di media massa, pihak DPRD menghendakinya adanya kajian investasi, dokumen perencanaan dan lainnya yang jadi alasan mengapa enggan membahas dua raperda itu. Itu sah-sah aja,” kata mahasiswa doctoral (S3) hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini.

Fikri mengakui sejumlah akademisi dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian (LPPM) ULM memang beberapa kali dilibatkan oleh DPRD Banjarmasin. Ambil contoh, dalam uji publik 3 raperda yakni raperda ketenagakerjaan, raperda perubahan Perda Nomor 12 tahun 2015 tentang Penyelenggara Kegiatan Usaha Hiburan dan Rekreasi, serta Pengelolaan Kekayaan Intelektual pada 8 Mei 2023 lalu.

BACA JUGA : Jadi Pertimbangan Walikota Ibnu Sina, MUI Kalsel : Perda Ramadhan Bernuansa Syariah Patut Ditegakkan!

“Biasanya, LPPM ULM dilibatkan oleh DPRD jika menyangkut raperda inisiatif dewan. Namun, kalau soal raperda yang diajukan pemerintah kota seperti penyertaan modal PT AM Bandarmasih dan Perumda PAL Domestik Kota Banjarmasin, murni menyangkut urusan pemerintahan, khususnya terkait badan usaha milik daerah (BUMD),” tutur dosen muda Fakultas Hukum ULM.

Fikri juga mencontohkan raperda menumbuhkembangkan kehidupan beragama juga pernah melibatkan tim dari LPPM ULM, namun hanya pada konsultasi dan fasilitasi di Biro Hukum Setdaprov Kalsel, demi mendapatkan izin dari pihak Kemendagri.

“Nah, kalau raperda menumbuhkembangkan kehidupan beragama itu hanya pada judul yang disetujui oleh Biro Hukum Setdaprov Kalsel, belum menyangkut pada norma hukum dari pasal ke pasal yang dibahas,” kata Fikri.

BACA JUGA : Nasib Pengganti Perda Ramadhan ‘Menggantung’, Ketua Bapemperda DPRD Mengaku Tak Kuasa

Lulusan magister hukum UGM ini tak memungkiri alasan politik sangat kental dalam raperda yang akan merevisi bahkan mencabut Perda Ramadhan yakni Perda Nomor 13 Tahun 2003 tentang Larangan Kegiatan pada Bulan Ramadhan diubah dengan Perda Nomor 4 Tahun 2005. Terlebih lagi, ada penolakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Kalsel.

“Inilah mengapa penting sekali komitmen kepala daerah dalam hal ini Walikota Banjarmasin (Ibnu Sina) dengan sloganya Baiman dalam menegaskan posisi produk hukum daerah, apakah tetap dipertahankan atau sebaliknya dicabut,” tegas Fikri.

BACA JUGA : Inisator Awal Perda ‘Sakadup’ Jadi Perda Ramadhan Tentang Jika Dicabut Pemkot- DPRD Banjarmasin

Sebab sebelumnya, Badan Kesbangpol Kota Banjarmasin sempat melakukan harmonisasi raperda menumbuhkembangkan kehidupan beragama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Kalsel pada Rabu, 1 Februari 2023 lalu.

Hal ini demi menghindari polemik berkepanjangan terkait penegakan Perda Ramadhan yang menjadi sorotan publik, khususnya saat diterapkan di lapangan oleh aparat penegak perda; Satpol PP Kota Banjarmasin dalam merazia warung, restoran, depot yang buka di siang hari bolong dan serta kegiatan yang dianggap melanggar aturan selama bulan puasa. Sementara, warga non muslim mengajukan keberatan, meski raperda baru ini tak lagi berisi larangan, namun frasanya hanya diklaim sebagai pembatasan.

BACA JUGA : Mayoritas Fraksi di DPRD Kota Banjarmasin Tolak Perda Ramadhan Dicabut, Ini Alasannya!

Namun, Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham Provinsi Kalsel, Ngatirah menilai perda yang diajukan pemerintah kota termasuk perda sensitif.

“Karena walau peraturan ini untuk mengatur umat muslim pada bulan Ramadhan, namun juga perlu memerhatikan saudara yang tidak berpuasa dan non muslim,” kata Ngatirah, ketika itu dikutip dalam laman kalsel.kemenkumham.go.id.

Bahkan, para perancang peraturan perundang-undangan Kanwil Kemenkumham Provinsi Kalsel juga menanggapi beragam soal keberadaan raperda menumbuhkembangkan kehidupan beragama dengan fokus menjamin adanya toleransi kerukunan antar agama di Banjarmasin. Meski, Perda Ramadhan hanya mengatur satu agama saja, namun secara umum mengakomodir masyarakat secara keseluruhan.(jejakrekam)

Penulis Ferry Oktavian/Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.