Keberadaan Anggota DPD RI Dikuliti Di Forum AMBIN Demokrasi

0

DISKUSI Publik dengan tema ‘Memperkuat Refresentasi, Mengedarkan Calon Anggota DPD RI’ di kupas dalam Forum AMBIN Demokrasi, Jumat (10/3/2023).

DIGELAR di Rumah Alam Sungai Andai, Banjarmasin, Fathurrahman Kurnain di daulat sebagai moderator. Menghadirkan narasumber Muhammad Effendi dari akademisi, Berry Nahdian Furqon dari aktivis, Siti Mauliana Hairini dari aktifis perempuan dan Ratna Sari Dewi dari kalangan jurnalis.

Sebagai aktifis perempuan, Siti Mauliana Hairini mengungkapkan dinamika politik pemilihan yang mempunyai dua sisi. “Anggota DPD RI yang terpilih itu saya lihat ada politik permainan drama. Ada panggung depan dan ada panggung belakang,” ucapnya.

“Sebagai contoh Isteri Sultan Hamengkubuwono X KR Hemas, ada di panggung depan seperti artis, sedangkan permainan panggung belakang adalah suaminya sendiri Hamengkubuwono,” ujarnya.

BACA: Tantangan Bonus Demografi, Pakar Tata Negara ULM Sebut Ada 3 Kekuatan Tak Bisa Dilawan

Disebutkan, keinginan untuk mencalon jadi anggota DPD dapat dilakukan kalau ada dukungan yang kuat dari partai politik. Ditambah lagi Anggota DPD itu harus ada 4 modal, yakni modal simbolik, sosial, ekonomi dan budaya.

“Sebagai contoh, di tempat kita yang terpilih menjadi anggota DPD itu mereka modal simbolik, sebab kenyataan nya ada 3 Habib dan ada 1 pegustian,” ujarnya lagi.

“Ketika ada calon baru yang menantang mereka, dia harus punya analisis, kira -kira mereka kuat di modal mana , dan saya kuat di modal mana. Kalau tidak ada modal simbolik tidak usah memaksakan,” bebernya.

Modal sosial (jejaring) menjadi pengaruh yang penting. Dicontohkan ketika calon banyak kawan-kawannya harusnya dapat terpilih. Namun kenyataanya tidak, yang terjadi di lapangan yang banyak duit atau banyak gelarnya bisa terpilih.

“Mestinya kita mainkan modal sosial ini untuk mendorong penyegaran yang ada DPD RI ataukah seluruh representasi,” pungkasnya.

Sementara itu, Berry Nahdian Forqon mengatakan, kaderisasi politik anak muda bisa dikatakan mandek, karena anggota DPD RI itu-itu saja orangnya. “Sehingga kemudian orang tidak terlalu ambil pusing, juga tidak paham institusi DPD apa pentingnya,” ungkapnya.

Akibatnya tidak banyak orang berkontribusi untuk masuk anggota DPD. Apalagi kewenangan DPD RI itu jauh di bawah DPR RI. “Kita menganut dua kamar, tetapi kemudian ambivalen, karena kewenangan itu hanya sampai pada kewenangan dan mengusulkan serta membahas, dan itu pun terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan dukungan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan yang berhubungan dengan otonomi daerah, kemudian berhubungan relasi daerah dengan pusat. Di luar itu tidak bisa, ketuk palunya ada di DPR RI,” bebernya.

“Apakah ini membuat orang-orang malas untuk jadi Anggota DPD RI? Disamping ada tantangan yang lebih berat tadi, kewenangannya sedikit, tapi fasilitasnya sama dengan DPR, nah inilah kenapa mereka itu mau terus menjadi anggota DPD RI,” sambungnya.

BACA JUGA: Jangan Sampai ‘Ragap Papan’, Menakar Kriteria Capres Tak Berkelindan dengan Politik Identitas

Disebutkan, Anggota DPD dalam kontek politik menjadi simbol sangat kuat. Seperti simbol habaib yang sangat kuat sekali pengaruhnya di Kalsel, dan laku di jual secara politik . “Terlepas sadar atau tidak sadar, menyadari atau tidak menyadari, simbol ini sangat kuat sekali. Faktanya dari 4 anggota DPD kita, 3 Habaib dan 1 Pegustian,” ujarnya lagi.

“Terkait simbol Pegustian, saya tidak terlalu yakin dan tidak kuat, beda dengan Habaib. Karena saya mengamati, sebagian orang yang jadi anggota DPD ini selain simbol tadi, mereka bekerja berelasi dengan partai politik,” ucapnya.

Situasi inilah membuat orang lain mungkin putus asa, sehingga pendatang-pendatang baru itu ciut. “Teorinya memang tidak ada dengan parpol, tapi prakteknya di lapangan ada,” sambungnya.

“Saya tahu ini, karena pada tahun 2014 saya mencalonkan Anggora DPD,” ungkapnya.

“Apakah kita perlu penyegaran? Sangat sekali, sebab Anggota DPD kita yang ada sekarang hasilnya tidak ada yang signifikan , terutama memperjuangkan sumber daya alam kita. Rumusnya sederhana. Kalau orang itu saja, maka kejadiannya seperti juga, sehingga kita perlu penyegaran, tentu di sini harus orang baru,” pungkasnya.(jejakrekam)

Penulis Asyikin

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.