Tantangan Bonus Demografi, Pakar Tata Negara ULM Sebut Ada 3 Kekuatan Tak Bisa Dilawan

0

JURNALIS senior yang kini mencoba peruntungan dalam perebutan kursi ‘senator’ DPD RI di Pemilu 2024, Nanik Hayati menyebut ada pekerjaan rumah bagi calon pemimpin ke depan dengan adanya bonus demografi.

“DARI data disebutkan bonus demografi yang terjadi di Indonesia pada usia produktif yang meledak. Ini jadi tantangan bagi calon presiden ke depan bagaimana bisa menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni,” ucap Nanik Hayati dalam diskusi Forum Ambin Demokrasi di Rumah Alam Sungai Andai, Banjarmasin, Sabtu (4/3/2023).

Bonus demografi diprediksi akan terjadi pada kisaran tahun 2030 hingga 2040 mendatang. Di mana, penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibanding non produktif (65 tahun ke atas) atau proporsi lebih dari 60 persen dari total penduduk Indonesia.

Mantan wartawan TVRI Kalsel dan CNN Indonesia ini menghubungkannya dengan masih rendahnya layanan kesehatan. Terbukti masih tingginya angka kasus stunting.

BACA : Jangan Sampai ‘Ragap Papan’, Menakar Kriteria Capres Tak Berkelindan Dengan Politik Identitas

“Inilah penting mengapa capres ke depan itu memiliki gagasan baru dalam menghadapi problema yang ada dengan melibatkan kalangan perempuan. Utamanya, memperjuangkan hak perempuan serta pemberdayaan masyarakat perempuan di desa-desa,” ucap anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalsel ini.

Sementara itu, pakar tata negara Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Dr Mohammad Effendy mengungkapkan kriteria capres permanen itu adalah kemampuan managerial, wawasan dan keilmuan serta moralitas yang harus melekat.

BACA JUGA : Hanya 3 Pemilu Penuhi Standar, Pakar Tata Negara ULM Sebut Parpol Sudah Tak Demokratis

“Kedua adalah kriteria yang bersifat kondisional. Seperti saat Indonesia ingin merdeka merindukan sosok seperti Soekarno, karena bisa mengangkat harkat dan martabat bangsa,” kata mantan anggota KPU Kalsel ini.

Bagi Effendy, demokrasi juga berkaitan erat dengan tingkat pendidikan. Faktanya, mayoritas penduduk di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang cocok dengan standar demokrasi.

BACA JUGA : Bangun Kesadaran Politik, Uhaib Beber Kuatnya Cengkeraman Oligarki di Pesta Pilkada Kalsel

“Jadi, mereka sulit untuk memahami kriteria capres yang baik dan layak. Ini ditambah lagi dengan budaya politik uang, sehingga masyarakat bisa melihat figur capres yang akan menjadi pertimbangan utama,” sebut Effendy.

Masih menurut dia, sebenarnya calon-calon pemimpin sudah berusaha untuk mengkampanyekan program. Justru sebaliknya, masyarakat tidak dibangun guna menilai capres berdasar program yang ditawarkan.

BACA JUGA : Ungkap 72 Persen Persepsi Publik Kalsel Tergoda Politik Uang, Rifqi : Bikin Politisi Baik Putus Asa!

“Apapun program yang ditawarkan calon tidak pernah didengar oleh masyarakat, sehingga kalau kita berbicara secara akademik visi-misi bagaimana capres itu ke depan menghadapi dunia global, maka capres juga harus punya akses untuk interaksi global,” beber mantan Dekan Fakultas Hukum ULM ini.

Effendy berpendapat saat ini bangsa Indonesia justru dalam belenggu kekuatan yang sulit dilawan. Dia membagi tiga kekuatan yang tak bisa dilawan yakni kuasa uang atau pemilik modal, power (kekuasaan) dan pihak yang total mengontrol informasi.(jejakrekam)

Pencarian populer:https://jejakrekam com/tag/forum-ambin-demokrasi/
Penulis Iman Satria
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.