Hari Radio Dunia; Ketika Siaran Radio Harus Berjibaku di Era Revolusi Industri Digital

0

TEPAT hari ini, Senin (13/2/2023) merupakan Hari Radio Dunia. Ini setelah, negara anggota Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan (UNESCO) di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2012 menetapkan sebagai Hari Radio Dunia (WRD) jatuh pada setiap tanggal 13 Februari.

DALAM laman unesco.org, UNESCO menyoroti radio independen sebagai pilar pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian. Sebab, radio merupakan media yang kuat untuk merayakan kemanusiaan dalam segala keragamannya dan merupakan platform untuk wacana demokrasi.

Di tingkat global, radio tetap menjadi media yang paling banyak dikonsumsi. Kemampuan unik untuk menjangkau khalayak luas ini berarti radio dapat membentuk pengalaman masyarakat yang beragam, berdiri sebagai arena bagi semua suara untuk berbicara, diwakili dan didengar.

Apalagi, stasiun radio harus melayani komunitas yang beragam, menawarkan beragam program, sudut pandang dan konten, dan mencerminkan keragaman khalayak dalam organisasi dan operasi mereka. Bahkan, radio terus menjadi salah satu media paling terpercaya dan digunakan di dunia, menurut berbagai laporan internasional.

BACA : Geliat Jual Beli Perkakas Radio Amatir, Bertahan di Tengah Canggihnya Zaman

Bagaimana nasib stasiun radio khususnya di Kalimantan Selatan di era revolusi industri digital 4.0, dengan hadirnya jaringan internet seperti podcast yang sudah merajai platform media sosial publik, termasuk beralihnya perhatian masyarakat ke media lainnya?

Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Kalimantan Selatan, Sukma HA mengakui eksistensi radio, khususnya siaran swasta cukup terpengaruh dengan kondisi kemajuan digitalitasi. Termasuk, dampak pandemi Covid-19 dua tahun menghantam Indonesia.

“Radio di Kalsel masih aktif, tetapi banyak yang mengurangi jam siaran semula 18 jam per hari, ada pula yang mengurangi siaran hanya 10 jam/hari. Meski ada pula yang bersiaran full 1×24 jam per hari. Ya, semua tergantung pada daerah masing-masing,” ucap Sukma kepada jejakrekam.com, Senin (13/2/2023).

BACA JUGA : Dua Stasiun Radio Berdiri, Penjualan Radio Laris Manis di Sungai Danau

Berdasar data PRSSNI Kalsel, saat ini ada 27 radio swasta yang masih mengudara. Seperti terbesar jaringan Radio Nirwana Group berbasis di Jalan Kolonel Soegiono Banjarmasin menyebar seantero kota-kota di Kalsel.

Terbanyak memang masih di Banjarmasin, di antaranya Nusantara Antik, Swara Maida Artanusa, Suara Banjar Lazuardi, Chandra Rasisnia, Iskinda Mustika, Telerama, Kharismanada Rasisonia, Dhirgantara Permai, dan lainnya.

Ada pula, radio swasta di Kota Kandangan, Barabai, Amuntai, Martapura, Tanjung, Batulicin, Rantau, Handil Bakti (Batola), Marabahan, dan Kotabaru. Ini belum termasuk, radio komunitas yang dikelola masyarakat.

BACA JUGA : Suguhkan Kiat Bisnis, JNE Dukung UKM Banjarmasin Menangkan Pasar Digital

Bagi generasi 1980-1990-an, radio menjadi pilihan utama untuk hiburan bahkan kongkow dan kirim salam saat dibacakan sang penyiar.

Ketua Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) Kalimantan Selatan, Sukma HA. (Foto Dokumentasi Pribadi)

BACA JUGA : Ada 220 Juta Pengguna Internet di Indonesia, JNE Kupas Kunci Sukses UMKM Banjarmasin

Bahkan, di era itu khususnya bagi para pemirsa radio kawula muda di Banjarmasin, sempat ngetrend dengan kehadiran Radio Ash Bone yang kini bertransformasi menjadi Radio Kumala FM, hingga kini tinggal kenangan. Ada pula, Radio Telerama yang kini menjadi Iradio FM, dan Radio Iskinada Mustika telah menjelma jadi Radio Al Jihad FM.

“Banyak faktor yang memengaruhi eksistensi radio. Dampak pandemi juga terasa sekali, termasuk dampak kenaikan harga bahan minyak (BBM) dan lainnya. Tentu saja, soal kue iklan turut pula berpengaruh,” kata penyiar radio senior ini.

BACA JUGA : Gerobak Foto Kilat di Era Revolusi Industri 4.0

Menurut Sukma, dari dulu, radio menjadi pilihan utama untuk mendengarkan informasi (berita), hiburan, siaran niaga termasuk pula berita kehilangan. Namun, lamat-lamat posisinya tergantikan dengan hadirnya medsos, baik berbasis pesan berantai hingga platform lainnya seperti facebook, Instagram (IG) dan lainnya. Termasuk, media berbagi video; YouTube.

Terlebih lagi, keterbatasan spektrum frekuensi yang awalnya berbasis AM (Ampitude Modulation) hijrah ke FM (Frequency Modulation) pada periode 1995 hingga tahun 2000, sehingga gelombang radio bisa ditangkap dengan jelas, termasuk ke mobil. Ya, seperti migrasi siaran televisi analog ke digital yang kini diterapkan oleh pemerintah.

BACA JUGA : Menristekdikti : Revolusi Industri 4.0, Peran Manusia Digantikan Kecerdasan Buatan

“Memang, segmen pendengar radio khususnya di Banjarmasin dan Kalsel umumnya, punya kekhasan tersendiri, khususnya warga pelosok atau pedesaan. Tapi, sampai sekarang masih eksis meski harus berjibaku di tengah revolusi industri digital,” tutur anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Biro Banjarmasin ini.(jejakrekam)

Pencarian populer:Radio chandra fm bjm,https://jejakrekam com/2023/02/13/hari-radio-dunia-ketika-siaran-radio-harus-berjibaku-di-era-revolusi-industri-digital/,Radio chandra bjm 2023
Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.