Kualitas Produk Lokal Masih Kalah, Harga Kedelai Impor asal AS Kian Tak Menentu

0

HARGA kedelai yang merupakan komoditas impor dari Amerika Serikat (AS) terus mengalami kenaikan di pasaran Kota Banjarmasin. Bahkan, harganya di pasaran seakan tak menentu dan terkendali.

FLUKTUASI harga pun mendera hampir dalam beberapa bulan belakangan ini. Kedelai yang digunakan untuk menghasilkan produk olahan seperti tempe, tahu dan susu soya ini masih terus diimpor dari Negeri Paman Sam.

“Kenaikan harga kedelai ini sudah lama terjadi, bahkan terus mengalami perubahan harga tiap bulan hingga per hari,” ucap H Ardiansyah, pemilik Toko Haji Ipan Jaya di Pasar Harum Manis Banjarmasin kepada jejakrekam.com, Sabtu (3/12/2022).

Dia mengakui kebanyakan permintaan kedelai datang dari para pengrajin tempe dan tahu baik yang ada di Banjarmasin, Banjarbaru serta kota-kota lainnya di Kalsel dan Kalteng.

BACA : Inovasi Pemkab Tabalong, Berikan Subsidi Kedelai Pada Produsen Tahu Dan Tempe

Ardiansyah mengakui harga kedelai juga sangat dipengaruhi kurs mata uang dollar AS dengan rupiah. Sebab, beber dia, kedelai yang dipasok di Indonesia, termasuk di Banjarmasin yang didatangkan dari Surabaya dan lainnya merupakan produk impor.

“Boleh dibilang, harga kedelai ini seperti harga emas yang terus mengalami kenaikan, tak pernah turun. Ini juga menjadi penyebab inflasi, termasuk produk olahan dari kedelai seperti tempe dan tahu pasti akan mengalami kenaikan,” kata Ardiansyah.

Dia mencontohkan saat ini harga kedelai dalam karung ukuran 50 kilogram sudah tembus Rp 500 ribu. Padahal, sebelumnya harganya tidak melonjak hingga mencapai setengah juta.

BACA JUGA : Banyak Pengrajin Tempe Gulung Tikar, Syairozi Pilih Bertahan di Tengah Meroketnya Kedelai Impor

“Itu harga di tingkat grosir. Kalau harga di tingkat eceran naik. Dulu hanya Rp 13 ribu per kilogram, naik jadi Rp 14 ribu hingga Rp 15 ribu per kilogram, tergantung jenis kedelai. Yang mahal memang kedelai impor dibandingkan kedelai lokal,” tutur Ardiansyah.

Menurut dia, walau pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan berencana memberi subsidi Rp 1.000 per kilogram bagi pengrajin tahu dan tempe, toh hal itu tidak bisa menekan harga di pasaran.

BACA JUGA : Pedagang Sayur Keluhkan Harga Kacang Kedelai Yang Naik

“Apalagi kebanyakan kedelai yang dijual di Banjarmasin ini merupakan produk non subsidi. Jadi, harganya tergantung pasar dan biaya ekspor, termasuk menghitung ongkos angkut seperti kenaikan harga BBM dan lainnya,” ucap Ardiansyah.

Pedagang kedelai lainnya di Pasar Harum Manis Banjarmasin, Abdullah pemilik toko Irman ini mengungkapkan kenaikan harga kedelai sudah lama terjadi sejak dua tahun yang lalu.

“Apalagi, kebanyakan kedelai yang didatangkan dari AS. Ditambah imbas perang dagang antara AS dengan China (Tiongkok) juga turut berimbas terhadap beberapa produk pangan impor,” ucap Abdullah.

BACA JUGA : Penuhi Ketersediaan Kedelai, Dinas TPH Kalsel Maksimalkan Penangkaran di Tanah Laut

Menurut dia, kenaikan harga kedelai hampir terjadi tiap hari sekitar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram. Dia mengakui tokonya termasuk yang mendapat program subsidi dari pemerintah pusat. Harga per karung kedelai dibanderol Rp 435 ribu hingga Rp 450 ribu untuk ukuran 50 kilogram.

“Kita harus akui mutu kedelai impor dari AS memang lebih baik dibanding kedelai lokal dari Pulau Jawa. Inilah mengapa kami sendiri tak bisa mengendalikan harga, karena kebanyakan juga dibeli dari importir,” ucap Abdullah.

BACA JUGA : Penyokong Utama Ekonomi Kalsel, BI Catat Tingkat Inflasi Kota Banjarmasin Kian Terkendali

Dia berharap ke depan, pemerintah pusat melalui Kemendag dan Bulog bisa segera intervensi sehingga harga kedelai tidak selalu mengalami fluktuatif.

“Kemudian jika di Kalsel bisa ditanam kedelai, mengapa tidak dikembangkan? Jadi, kita tidak lagi tergantung barang impor, khususnya dari AS,” pungkas Abdullah.(jejakrekam)

Penulis Sirajuddin
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.