Demokrasi Oligarki Vs Daulat Rakyat dan Masa Depan Perpolitikan Nasional

0

Oleh : Stefanus Ama Bayo

INDONESIA adalah negara yang menganut sistem demokrasi dan telah diakui oleh dunia sebagai negara demokrasi, terbesar ke-3 di dunia setelah Amerika Serikat dan juga India, setelah runtuhnya masa Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun.

PEMERINTAH dan masyarakat berharap tentu demokrasi di Indonesia berjalan dengan semestinya. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar di dunia. Di manaemua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk megambil sebuah keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.

Perlu untuk kita ketahui bersama sebelum demokrasi ini berkembang, bangsa Indonesia berada dalam kekuasaan otoriter di bawah kepemimpinan Soeharto selama 32 tahun. Soeharto adalah presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967-1998 yang mengantikan Soekarno.

Di mata dunia, Soeharto dijuluki sebagai “the Smiling General” sang jendral yang tersenyum namun di balik semua itu ada kekuasaan yang otoriter. Soeharto memiliki dukungan terhadap kekuasaanya sehingga membuat pemerintahanya bertahan lama, di mana Soeharto sendiri memiliki kuasa yang penuh terhadap institusi militer, sumber patronase politik serta para golongan karya.

BACA : Bangun Kesadaran Politik, Uhaib Beber Kuatnya Cengkeraman Oligarki di Pesta Pilkada Kalsel

Hal ini mau menunjukkan kepada kita semua bahwa: demokrasi tidak bisa berkembang karena adanya praktik oligarki didalam pemerintahan itu sendiri.

Oligarki merupakan sebuah sistem pemerintahanyang dilaksanakan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang memiliki kekuasaan terhadap ekonomi nasional. Seiring dengan pertumbuhan bangsa Indonesia demokrasi mengalami permasalahan dalam perjalanan demokrasi, yang berliku yang mengakibatkan terjadinya “Blacksliding of Democraty”(demokrasi yang berjalan mundur).

BACA JUGA : Oligarki dan Pesta Demokrasi Pilkada

Demokrasi yang seharusnya berkembang setelah masa Orde Baru malah mengalami ketermunduran karena adanya kekuasaan suatu golongan atau kelompok seperti dalam konteks politik kekuasaan uang, atau modal yang sudah mendikte kekuasaan politik sehingga demorasi tidak bisa berjalan dengan semestinya.

Indonesia mengalami kepincangan yang disebabkan oleh praktik-praktik korupsi dan juga tindakan criminal yang disebabkan oleh berbagai oknum petinggi Indonesia. Wadah atau institusi demokrasi yang ada di Indonesia seperti partai politik, KPU, dan bawaslu seringkali terjebak dalam pusaran permainan oligarki. Misalnya, dalam kasus pemilihan kepala daerah, seringkali terjadi praktik-praktik kotor yang melibatkan kaum oligarki.

BACA JUGA : Hanya Simbol Kedaulatan Rakyat, Demokrasi Indonesia Kini ‘Dibajak’ Oligarki

Faktor yang menyebabkan macetnya demokrasi hingga saat ini yaitu adalah Indonesia mengalami defisit demokrasi, yaitu demokrasi sudah mengalami pelapukan dikarenakan dua hal, yaitu sistem kekuasaan politik lebih memiliki kecendrungan yang bersifat oligarki dan bersifat predatoris.

Orang-orang yang memiliki akses dan kekuasaan modal akan memainkan semua struktur kesempatan, khususnya dalam kontestasi demokrasi pilkada, para mafia demokrasi baik dari kelompok bisnis yang berlatar belakang pengusaha, memposisikan diri terlibat dalam proses kepala daerah sebagai supporting financial yang memberikan pendanaan bagi calon kepala daerah.

BACA JUGA : Harapan Hukum Kedokteran dan Kesehatan Vs Oligarki Politik dan Finansial

Sehingga yang terjadi pasca pemilihan kepala daerah yang terpilih akan lebih banyak mengabdi kepada sang bandar, ketimbang berpikir keras untuk membangun masyarakat, membangun konstituen, dan memberikan loyalitas kepada publik.

Guna menjaga bisnis pengusaha-pengusaha tersebut agar tetap berjalan, ada politik tukar tambah yang terbangun setelah pilkada selesai, yaitu saling menjual pengaruh antara kepala daerah tersebut dan juga yang mendanai si kepala daerah tersebut dalam proses pilkada.

BACA JUGA : Pertegas Wilayah Kelola Rakyat, Robohkan Oligarki Kapitalistik

Demokrasi saat ini sudah dikuasai oleh moncong oligarki di dalam keterbukaan semu. Kita harus sepakat bahwa Indonesia harus menggelorakan demokrasi substantif, bukan Indonesia semakin terjebak kepada praktik oligarki.

Cara menyelamatkan Indonesia dari demokrasi oligarki adalah sebagai berikut:

  1. Batalkan semua regulasi yang memfasilitasi dominasi oligarki dalam pengisian jabatan publik. Amandemen pasal 6A ayat 2 konstitusi republic Indonesia, revisi UU kepakaian, untuk menghilangkan koalisi “palsu”, partai rental, pembelotan partisan, kepengurusan ganda, dll.
  2. Meski konstitusional, putusan MK yang memenangkan penggugat perkara nomor 33/PUU-VIII/2005 dengan membatalakan larangan calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan pertahanan merupakan keputusan yang salah. Keputusan MK bahwa pasal 7 huruf r UU nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan UU nomor 1 tahun 2015 tentang pemilihan Gebenur, Bupati dan Walikota bertentangan dengan pasal 28 ayat (2) UUD 1945, disadari atau tidak, akan melanggengkan oligargi politik melalui politik dinasti.
  3. Selama masa transisi yang konsulidasi demokrasi, UU pemilu beserta seluruh peraturan hukum terkait seharusnya hanya membolehkan satu orang dari setiap orang yang dapat menjadi peserta pemilu atau menempati jabatan politik puncak
  4. Tinggalkan jenis partai massa dan berubah menjadi partai kader, partai idiologi atau partai kader + idiologi
  5. Benahi sistem rekrutmen partai untuk menempatkan orang orang berbakat pada jabatan politik puncak dan pada pemerintahan representatif. Yang itu orang-orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas , dan integritas politik yang memadai
  6. Mendesak partai agar segera mempersiapkan kader terbaiknya  terkhusus untuk mengisi tiga pormasi, yaitu kader pemilih; kader pejabat polotik; kader pengurus partai
  7. Menolak ketua partai politik/pimpinan partai yang tidak terpilih melalui mekanisme demokratis. Dampak kepada masyarakat: masyarakat tidak mendapatkan haknya sebagaiman semestinya ,karena pemimpin yang dipilih secara umum mau tidak mau harus menjadi boneka dari sekelompok yang menadai yang berlangsungnya pilkada yang telah diselenggarakan sebelumnya. Pemimpin yang seharusnya bisa memberikan pelayanan publik yang lengkap kepada masyarakat, dan mengarahkan masyarakat indonesia menjadi  tidak dapat terlaksana karena adanya demokrasi oligarki yang terjadi seperti saat ini. Masa depan di Indonesia: sudah seharusnya demokrasi diindonesia diberhentikan, karena jika terus dibiarkan, sistem demokrasi tidak akan pernah bisa berjalan maju dan akan yang terus mengalami kemunduran, sehingga yang terjadi pada masa pemerintah presiden Soeharto mungkin saja bisa terulang kembali di masa depan.

Maka dari itu dapat disimpulkan, walapun Indonesia adalah: negara demokrasi terbesar dunia ke-3 namun disisi lain Indonesia masih kurang dalam hal menegakkan keadilan.

Mengapa demikian? Karena sering terjadi kasus kasus yang melibatkan sekelompok orang yang memiliki kekuasaan ekonomi yang bisa membiayai atau bisa mendalang suatu kegiatan besar bisa saja itu terjadi dalam partai politik, ataupun dalam pemerintahan diera ini.

Jadi harapan kami sebagai generasi muda masa depan bangsa dan negara, hendaklah kita menjadi garda terdepan dalam menciptakan negara yang lebih demokratis lagi serta negara yang bebas dari oligarki.(jejakrekam)

Penulis adalah Mahasiswa FISIP Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhamad Arsyad Al Banjari Banjarmasin

Pencarian populer:https://jejakrekam com/2022/10/19/demokrasi-oligarki-vs-daulat-rakyat-dan-masa-depan-perpolitikan-nasional/
Editor Ipik Gandamana

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.