Pemindahan Ibukota Kalsel dari Banjarmasin ke Banjarbaru, Aspirasi Siapa?

0

Oleh : Dr Muhamad Pazri

BANYAK fakta yang terungkap dalam sidang perkara Nomor 58/PUU-XX/2022, 59/PUU-XX/2022 dan 60/PUU-XXI/2022 di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta.

GUGATAN ini terkait dengan adanya frasa pemindahan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dari Banjarmasin ke Banjarbaru termaktub pada Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2022 tentang Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).

Dari hemat kami, justru mengutip keterangan dari DPR RI dan pemerintah pusat dalam sidang gugatan judicial review (JR) baik uji materiil maupun formil belum terjawab aspirasi siapa untuk memindah ibukota Provinsi Kalsel itu.

Justru, kami menilai ada yang beda, bentuk jawaban-jawaban DPR RI sebelumnya pada perkara lain dengan pengujian perkara-perkara yang dibacakan DPR RI yang diwakili oleh Arteria Dahlan dari Fraksi PDIP DPR RI.

BACA : Langgar Asas Pembentukan UU, BLF Yakin Status Banjarmasin Ibukota Kalsel Bisa Dipertahankan

Dalam keterangannya cukup panjang sampai dengan 1 jam 20 menit, karena biasanya hanya 30 menitan membacakan keterangan baik itu dari DPR RI atau pemerintah. Jelas ini sungguh luar biasa antusiasmenya DPR RI dan Pemerintah sampai dengan selesai sidang sekitar 1 jam 56 menit 40 detik. Ini ada apa?

Dugaan kami seoalah-olah keterangan DPR RI dan Pemerintah hanya asumsi bahkan sangat tidak berdasar. Seperti pernyataan keterangan pada menit 20.50 oleh Arteria Dahlan perwakilan DPR RI mengatakan “sudah sepatutnya Walikota Banjarmasin dan sepatutnya menjalankan undang-undang a quo dan tidak mengajukan permohonan pengujian materiil kemudian DPRD selaku lembaga perwakilan rakyat daerah provinsi sudah disumpah untuk memenuhi kewajibannya sebaik-baiknya dan seadil-adilnya sebagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpendoman Pancasila dan UUD RI 1945, sehingga jika para pemohon perkara 60 menghendaki adanya perubahan undang-undang maka terdapat mekanisme lain untuk menyempurnakannya, dengan demikian para pemohon a quo merupakan bentuk pengingkaran atau pembangkangan pada pemohon, sumpah dan jabatannya sebagai kepala daerah dan anggota DPRD.”

BACA JUGA : Pemindahan Ibukota Provinsi Kalsel ke Banjarbaru, Pazri: Ada Dugaan Oknum Tertentu?

Bahwa penyataan tersebut sangat tidak berdasar karena untuk mengajukan judicial review adalah hak Pemerintah Kota Banjarmasin dan DPRD Kota Banjarmasin sebagai representasi Pemerintahan di daerah berdasarkan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Atas dasar itu, kami pun sebagai penggugat atau pemohon judicial review sangat optimistis bakal dikabulkan MK. Terlebih lagi diperkuat dengan pertanyaan Hakim MK Prof Saldi Isra mengenai keterangan yang disampaikan oleh DPR terkait risalah terutama terkait Pasal 4 karena intinya pemohon mempersoalkan ada subtansi undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatakan bahwa apabila menyangkut Ibukota Provinsi dengan Peraturan Pemerintah.

Subtansi tersebut dibawa ke undang-undang, kami ingin melihat apakah persoalan ini pernah dibahas atau tidak di DPR ketika membahas undang-undang tentang Provinsi Kalimantan Selatan.

BACA JUGA : Masukan Hakim MK bagi Penggugat UU Kalsel : Pemindahan Ibukota Provinsi Cukup Pakai PP Bukan UU

Apabila dikaitkan dengan beberapa undang-undang yang terkait provinsi itu Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, kan cuma Kalimantan Selatan ini saja yang berubah ibu kota provinsinya dan tolong apa saja yang dibahas oleh DPR dan pemerintah ketika terkait dengan Pasal 4 ini.

Jadi, kalau ada hal-hal yang menyangkut yang kami sampaikan ke DPR tadi yang relevan untuk dijadikan bukti tolong disampaikan kepada mahkamah kedalam persidangan berikutnya.

Bahkan juga dipertegas oleh Hakim MK Prof. Enny Nurbaningsih bahwa pemerintah sudah menyampaikan keterangan di sini tetapi memang tidak ditunjukkan bukti-buktinya, jadi tolong disebutkan bukti-buktinya.

BACA JUGA : Tatas, Ibukota Kesultanan Banjarmasin

Salah satu bukti yang nanti tolong dilengkapi itu adalah Peraturan Daerah (Perda) tentang RPJP daerah 2005-2025 tadi yang mengatakan sudah ada kajian sejak lama itu terkait dengan perpindahan ibu kota tersebut, dan baik dari Arteria Dahlan maupun dari Pemerintah bahwa sudah ada kajian historis sejak 1950 apakah kajian historis 1950-an tersebut juga menjadi bagian dari naskah akademik.

Selain itu, hal hal tersebut menjadi bagian dari landasan filosofis, sosiologis dan yuridis juga mungkin ada terkait dengan historisnya itu juga sejatinya dilengkapi naskah akademik yang bisa mendukung soal itu.

BACA JUGA : Banjarmasin Tak Lagi Ibukota Kalsel Bisa Hilangkan Budaya Sungai dan Identitas Kebanjaran

Tentu sebagai penggugat, kami juga minta nanti dilengkapi setiap tahapan tersebut dengan bukti-buktinya seperti itu karena ini termasuk daftar kumulatif terbukanya kapan dan kemudian tahapannya seperti apa bukti-buktinya dalam Pasal 96 terkait dengan partisipasi masyarakat itu siapa saja yang dilibatkan dan apa buktinya, kemudian apa yang dibahas disitu kalau memang ada tolong dilengkapi.

BACA JUGA : Tolak Ibukota Pindah, Mahasiswa Banjarmasin Dukung Gugat UU Provinsi Kalsel ke MK

Bahwa atas pernyataan kedua hakim MK tersebut kami yakin dan telah membaca  naskah akademik UU Provinsi Kalsel yang aman tidak ada pembahasan khusus mengenai pemindahan ibu kota. Sehingga hal tersebut yang menjadi dugaan kami tidak akan bisa dibuktikan oleh DPR RI dan Pemerintah. Mengenai pertanyaan para hakim tersebut membuat kami semakin optimistis akan dikabulkannya gugatan tersebut.(jejakrekam)

Penulis adalah Direktur Borneo Law Firm (BLF)

Advokat Muda di Banjarmasin

Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.