Gagalkan Tukar Guling Hutan, Gerakan Aliansi Meratus Diteliti Dosen Muda ULM

0

MASIH ada dan efektifkah gerakan masyarakat sipil di Kalimantan Selatan? Apakah para aktivis atau pejuang lingkungan dan demokrasi di Banua masih bersatu padu? Ini yang tengah diriset seorang akademisi muda.

DI ERA Gubernur Sjachriel Darham memimpin Provinsi Kalimantan Selatan pada periode 2000-Maret 2005, muncul gerakan masyarakat bernama Aliansi Meratus.

Gerakan ini tercetus pada 2000, ketika Pemprov Kalsel menyetujui tukar guling antara kawasan konsesi Kodeco dengan Pegunungan Meratus. Saat itu, ada 30 organisasi kemasyarakatan dimotori Walhi Kalsel, Yayasan Dalas Hangit, Yayasan Sumpit, LK3 Banjarmasin, para seniman, jurnalis dan masyarakat adat Dayak membentuk satu komando perjuangan.

Tak hanya aksi turun ke jalan. Diskusi intelektual hingga gugatan pun diajukan para pentolan Aliansi Meratus seperti Noorhalis Majid, Berry Nahdian Forqan, Faisal, Adenansi, Hairansyah (Ancah) yang kini Wakil Ketua Komnas HAM, HM Budairi, Kisworo Dwi Cahyono dan lainya bergerak bersama masyarakat adat Dayak Meratus.

Satu kata. Mereka menolak rencana tukar guling hutan tropis di Pegunungan Meratus dengan lahan milik PT Kodeco demi mewujudkan kawasan ekonomi terpadu (Kapet) Batulicin, waktu itu. Padahal, ketika itu, Penetapan Kapet Batulicin sudah dikuatkan lewat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1998 yang diteken Presiden Soeharto.

Gerakan itu pun makin membesar bak bola salju. Puncaknya, bersama mahasiswa lintas kampus pun bisa mendesak DPRD Provinsi Kalimantan Selatan untuk memecat Gubernur Sjachriel Darham sebagai aktornya.

BACA : Metamorfosis YADAH; Para Pentolannya Bentuk YDH’HAM Siap Advokasi Kasus Kriminalisasi

Kasus tukar guling hutan Meratus dengan pengusaha hak pengelolaan hutan (HPH), kegagalan pengerukan alur Barito, hingga tuduhan melakukan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) diarahkan ke Gubernur Sjachriel Darham jadi dasar DPRD Provinsi Kalsel memecat sang kepala daerah.

Acuan keputusan politik DPRD Kalsel ketika itu, berdasar hasil kerja panitia khusus (pansus). Di tengah kepungan massa berdemo di depan Rumah Banjar, Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 37 dari 48 anggota DPRD Kalsel setuju pemberhentian Gubernur Sjachriel Darham, dalam rapat paripurna yang diketuai Ketua DPRD Mansyah Addryans pada Agustus 2002.

Aksi massa di Banajrmasin depan Gedung DPRD Kalsel meminta Gubernru Sjachriel Darhman dipecat.

Saat itu, memang UU Pemerintahan Daerah Nomor 22 Tahun 1999, yang lahir di era reformasi memberi paradigma bagi DPRD dalam otonomi daerah bisa ‘berkuasa’ memecat kepala daerah.

Sayang, kasus disharmonisasi antara DPRD dengan Gubernur Sjachriel Darham berakhir ketika Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno membatalkan keputusan DPRD Kalsel dengan surat keputusan (SK) Mendagri bernomor 121.143-110 tertanggal 26 Februari 2003.

BACA JUGA : Tolak Kebijakan Menteri ESDM, Aliansi Meratus Jilid II Dibentuk

Terkait dengan sejarah gerakan sipil bernama Aliansi Meratus, dosen muda program studi PPKn FKIP Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Reja Fahlevi. Riset ini pun tak hanya berdasar sumber bacaan, tapi juga metode wawancara mendalam dilakoni terhadap para tokoh Aliansi Meratus sejak pertengahan 2021 ini.

“Dalam riset mengenai gerakan Aliansi Meratus ini ada beberapa hal yang bisa bermanfaat seperti sosialisasi dan informasi kepada mahasiswa dan masyarakat bahwa perjuangan gerakan untuk menyelamatkan Pegunungan Meratus tidak hanya ada pada dekade beberapa tahun ini,” ucap Reja Fahlevi kepada jejakrekam.com, Selasa (21/9/2021).

Ia mengakui saat ini di kalangan generasi milenial hanya mengenal gerakan #SaveMeratus demi menyelamatkan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dari ancaman korporasi tambang.

BACA JUGA : SK ESDM Bangkitkan Kembali Gerakan Aliansi Meratus

“Padahal, peran Aliansi Meratus periode 1999 hingga 2000-an justru berhasil  menggagalkan rencana program pemerintah pusat, Kapet Batulicin yang akan ditukar guling dengan Pegunungan Meratus untuk PT Kodeco ketika itu,” beber Reja.

Akademisi yang juga aktif menggawangi Kampung Buku Banjarmasin ini mengatakan dengan menelaah perjuangan Aliansi Meratus dalam melakukan advokasi, memberdayakan masyarakat adat dan aksi, bisa jadi pemacu bagi generasi ke depan.

“Setidaknya, kita bisa belajar bagaimana dalam merancang gerakan sipil yang rapi, tajam, efektif dan terukur. Dari hasil riset ini, akan bisa tergambar,” kata Reja.(jejakrekam)

Penulis Didi GS
Editor Didi G Sanusi

Tinggalkan Komentar

Alamat email anda tidak akan disiarkan.